Mencapai Cakupan Kesehatan Semesta Butuh Terobosan
Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Setiap warga negara pun berhak atas jaminan kesehatan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
FRANSISKUS WISNU W DANY UNTUK KOMPAS
Kartu peserta program BPJS Kesehatan JKN-KIS, Senin (5/11/2018), di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan kesehatan semesta sebagai target dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat dinilai sulit dicapai. Butuh terobosan dengan hasil yang signifikan untuk memastikan seluruh penduduk Indonesia mendapatkan jaminan kesehatan yang baik.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan, sejumlah strategi perlu dibangun untuk memastikan sistem jaminan sosial nasional dapat lebih bermutu dan berkembang. Salah satu hal krusial yang harus diperhatikan ialah pencapaian cakupan kesehatan semesta atau universal health coverage (UHC).
”Dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 (Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional), presiden telah menginstruksikan 30 menteri dan lembaga untuk percepatan UHC. Ini semua butuh kolaborasi yang luar biasa agar kita bisa mencapainya pada 2024,” katanya dalam acara Peluncuran dan Bedah Buku berjudul Menyulam Program JKN menjadi Andalan dan Kebanggaan Bangsa Indonesia, di Jakarta, Selasa (17/5/2022).
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2019-2024, pemerintah menargetkan cakupan kesehatan semesta bisa dicapai pada 2024 dengan target 98 persen penduduk mendapatkan jaminan kesehatan lewat program JKN. Saat ini, jumlah penduduk yang terdaftar sebagai peserta JKN-KIS sekitar 85 persen atau sekitar 230 juta orang.
DEONISIA ARLINTA
Data kepesertaan JKN-KIS
Ghufron menuturkan, tahapan pencapaian UHC sudah diatur dalam peta jalan UHC. Di dalamnya target capaian akan didorong melalui kepesertaan PBI (Perserta Bantuan Iuran) yang iurannya ditanggung pemerintah. Namun, pada 2021 terjadi perubahan jumlah PBI melalui aturan Kementerian Sosial. Jumlah PBI menurun dari sebelumnya 96,1 juta penduduk menjadi 84,9 juta penduduk.
”Tentu BPJS masih berusaha keras untuk bisa mencapai UHC di tahun 2024. Perlu menjadi perhatian, BPJS masih optimistis bisa mencapai UHC 98 persen jika peserta yang tidak aktif termasuk (dihitung sebagai peserta JKN),” katanya.
Ghufron menambahkan, sejumlah pembelajaran bisa didapatkan dari negara lain dalam mencapai UHC. Thailand sudah mencapai UHC sejak 20 tahun lalu. Ini dilakukan, antara lain, melalui tiga skema asuransi, yakni skema manfaat pengobatan bagi pegawai negeri sipil (PNS), skema jaminan sosial bagi pekerja swasta, dan skema 30 bath untuk kunjungan ke rumah sakit bagi masyarakat yang bukan PNS dan bukan pegawai swasta.
Dengan skema ini, hampir 100 persen penduduk Thailand terlindungi sistem jaminan kesehatan. Berbeda dengan Thailand, Filipina setelah kesulitan mencapai UHC pada kelompok pekerja bukan penerima upah akhirnya mengeluarkan strategi kepesertaan otomatis bagi pekerja informasi sebagai peserta jaminan kesehatan.
KOMPAS/ WISNU WIDIANTORO
Siswi magang membantu warga mengisi formulir saat mengurus keanggotaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Tangerang, Banten, Jumat (16/11/2018). BPJS Kesehatan mengembangkan aplikasi untuk memudahkan peserta mengetahui berbagai hal terkait JKN, termasuk mengubah data diri peserta.
”Oleh karena itu, capaian UHC di Indonesia memerlukan perhatian khusus oleh semua pemangku kepentingan. Untuk mempercepat pencapaian UHC, Indonesia perlu memiliki strategi tersendiri,” kata Ghufron.
Adapun strategi yang diusulkan ialah kembali mengoptimalkan kuota PBI sebesar 96,8 juta orang sehingga bisa terimplementasi dengan baik. Menurut Ghufron, jika peningkatan tidak dilakukan, akan sulit mencapai target UHC.
Strategi lainnya ialah meningkatkan pembayaran iuran atau subsidi dari pemerintah daerah kepada masyarakat yang berhak, yakni masyarakat yang mengalami kesulitan keuangan akibat kondisi tempat kerja. Strategi berikutnya melalui fleksibilitas sektor informasi untuk penetapan jumlah fleksibilitas berbasis upah minimum regional (UMR).
Oleh karena itu, capaian UHC di Indonesia memerlukan perhatian khusus oleh semua pemangku kepentingan. Untuk mempercepat pencapaian UHC, Indonesia perlu memiliki strategi tersendiri.
Ia mengatakan, BPJS Kesehatan telah melakukan terobosan pengintegrasian data kependudukan atau nomor induk kependudukan yang dapat digunakan sebagai identitas peserta JKN. Peserta dapat mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan cukup dengan menunjukkan NIK.
”Ini merupakan salah satu bentuk kolaborasi dan wujud komitmen dari BPJS Kesehatan dalam mengelola dan upaya memberikan kemudahan bagi peserta JKN menuju UHC,” ucap Ghufron.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menuturkan, berbagai tantangan dihadapi untuk mencapai target UHC, seperti adanya keputusan pemberlakuan kelas rawat inap standar. Dalam aturan ini diperkirakan biaya iuran akan sama bagi seluruh peserta. Iuran untuk peserta kelas I dan II akan turun, sementara kelas III akan naik.
Menurut dia, keputusan ini dapat menyebabkan ketidakmampuan pembayaran iuran dari peserta mandiri kelas III. Akibatnya semakin banyak peserta yang menunggak sehingga kepesertaannya menjadi tidak aktif.
Mutu layanan
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menyampaikan, peningkatan mutu layanan dalam program JKN perlu menjadi fokus pengembangan yang dilakukan BPJS Kesehatan. Prinsip kendali mutu dan kendali biaya harus dijalankan secara optimal. Di tengah situasi keuangan yang membaik, mutu pelayanan perlu ditingkatkan.
”Dalam peningkatan mutu juga perlu memerhatikan prinsip keadilan. Saya harap BPJS Kesehatan bisa meningkatkan mutu layanan untuk semua masyarakat, terutama masyarakat yang berada di kawasan timur, seperti Papua dan Papua Barat,” katanya.
KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN
Pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari PNS, TNI, dan Polri mengantre di loket pendaftaran poliklinik rumah sakit M Yunus, Provinsi Bengkulu, Rabu (8/1). Belum banyak peserta BPJS Kesehatan dari PNS yang memahami betul mekanisme BPJS Kesehatan.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir menambahkan, peningkatan mutu lain yang juga perlu ditingkatkan ialah layanan promotif dan preventif. Hal ini dinilai penting dalam upaya kendali biaya program JKN-KIS. Beban biaya untuk layanan kuratif seharusnya bisa ditekan apabila upaya promotif dan preventif bisa maksimal.
Ghufron menuturkan, ada empat strategi yang sudah dirumuskan oleh BPJS untuk meningkatkan mutu layanan. Strategi itu meliputi perbaikan manajemen dan tata kelola yang lebih fleksibel, mudah, cepat, dan nyaman; inovasi dan terobosan dalam membangun ekosistem digital dan teknologi; peningkatan kapasitas SDM BPJS Kesehatan, serta perbaikan dan peningkatan dalam pelayanan di fasilitas kesehatan.