Cegah Hepatitis Akut, Orangtua Perlu Lebih Peka Kesehatan Anak
Seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit dan puskesmas di Kota Surabaya, meningkatkan pengawasan dan kewaspadaan untuk mencegah penularan hepatitis akut pada anak yang belum diketahui penyebabnya.
Oleh
AGNES BENEDIKTA SWETTA BR PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit dan puskesmas di Kota Surabaya, telah meningkatkan pengawasan dan kewaspadaan untuk mencegah penularan hepatitis akut pada anak yang belum diketahui penyebabnya. Para orangtua diminta waspada, tetap tenang, tetapi berhati-hati.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Surabaya, Kamis (12/5/2022), mengatakan, selain fasilitas pelayanan kesehatan meningkatkan pengawasan, peran para orangtua dinilainya penting dalam mencegah hepatitis akut. Untuk itu, orangtua diajak agar lebih peka terhadap kondisi kesehatan anak-anaknya.
”Saya minta tolong kepada para orangtua, mohon dijaga kesehatan putranya. Salah satunya kalau anak bermain diawasi, juga makanannya, jangan sampai terlambat,” kata Eri Cahyadi.
Ia berharap para orangtua segera memeriksakan anaknya ke dokter ketika anak mengalami gejala sakit. Hal itu agar anak tak terlambat mendapatkan penanganan sehingga sakitnya tidak semakin parah.
Sejumlah ciri-ciri anak yang terjangkit hepatitis akut, di antaranya penurunan kesadaran, pyrexia (demam tinggi), muncul perubahan warna urine (gelap) atau feses (pucat), jaundice atau terjadinya perubahan warna menjadi kekuningan pada kulit, bagian putih mata, dan juga membran mukosa anak serta pruritis atau gatal pada kulit.
Selain itu, ciri lain adalah nyeri sendi atau pegal-pegal. Kemudian mual, muntah, atau nyeri perut serta lesu, dan hilang nafsu makan dan diare.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Nanik Sukristina mengatakan, sampai saat ini belum ada temuan kasus hepatitis akut di Surabaya. Meski begitu, seluruh fasilitas pelayanan kesehatan telah meningkatkan upaya dan kesiapsiagaan mewaspadai potensi kasus tersebut. ”Sampai saat ini di Kota Surabaya belum ada laporan terkait penemuan kasus tersebut,” katanya.
Ia menyatakan, sejumlah upaya untuk meningkatkan kewaspadaan dini pada setiap fasilitas pelayanan kesehatan di Surabaya telah dimaksimalkan. Salah satunya setiap rumah sakit diminta melakukan pengamatan pada semua kasus sindrom jaundice akut yang tidak jelas penyebabnya. Selain itu, menangania kasus sesuai prosedur operasional standar (SOP) dan pemeriksaan laboratorium.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya meminta seluruh puskesmas agar melakukan penguatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada seluruh masyarakat. Selain itu, melakukan upaya pencegahan melalui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) secara konsisten dalam berkegiatan sehari-hari dan di lingkungan tempat tinggal.
”Kepada seluruh masyarakat untuk segera mengakses puskesmas setempat apabila mengalami sindrom jaundice,” ujar Nanik.
Agar si anak tak terlambat mendapatkan penanganan sehingga sakitnya tidak semakin parah. (Eri Cahyadi)
Tak hanya itu, Dinkes juga meminta setiap puskesmas memantau dan melaporkan kasus sindrom jaundice akut secara rutin melalui sistem kewaspadaan dini dan respons (SKDR) dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urine berwarna gelap yang timbul secara mendadak.
Dinkes juga menginstruksikan seluruh puskesmas agar melakukan penguatan jejaring kerja surveilans lintas program dan lintas sektor di masing-masing wilayah kerja. ”Segera memberikan notifikasi (pelaporan melalui SKDR) apabila terjadi peningkatan kasus sindrom jaundice akut dan penemuan kasus ke Dinkes Kota Surabaya,” kata Nanik.
Meski demikian, Nanik mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan berhati-hati. Sebagai langkah pencegahan, ia berpesan agar masyarakat tetap menerapkan PHBS secara konsisten dalam berkegiatan sehari-hari dan di lingkungan tempat tinggal, yakni mencuci tangan dan meminum air bersih yang matang.
Usaha ekstra
Penyakit hepatitis akut yang merebak ke berbagai negara termasuk Indonesia membawa kekhawatiran bagi banyak orang. Untuk itu masyarakat harus melakukan usaha ekstra demi mencegah penyebaran penyakit misterius ini karena penyebabnya yang belum diketahui.
Menurut dokter Gastro-Hepatologi Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Bagus Setyoboedi, pada penyakit hepatitis akut ditemukan adanya proses peradangan di hati (hepatitis) yang belum diketahui penyebabnya. Tidak diketahuinya etiologi hepatitis itu menyebabkan banyak kesulitan, baik dari segi pencegahan, penanganan, maupun penanggulangan penyebarannya.
Disebutkan bahwa hepatitis yang lazim ditemukan biasanya disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, obat/toksin, kondisi autoimun, dan kondisi sistemik. ”Semua penyebab yang diketahui pada hepatitis secara umum telah diteliti, tetapi penyebab dari hepatitis akut ini belum ditemukan,” katanya.
Hepatitis pada anak yang diakibatkan virus biasanya menimbulkan gejala ringan hingga sedang. ”Gejala yang ditunjukkan sama dengan hepatitis pada umumnya. Namun, sebagian kasus unknown hepatitis ini cepat memberat dan berdampak pada kegagalan fungsi hati, hingga kematian,” ujarnya.
Gejala ringan yang tampak di antaranya adalah demam, mual, nyeri otot, muntah, diare, sakit perut, dan demam, sebagian disertai gejala kuning. Hepatitis akut juga dapat menyebabkan gejala berat atau fulminan, seperti gangguan pembekuan darah dan penurunan kesadaran.
Bagus menyarankan agar pasien langsung dibawa ke dokter setempat apabila ditemukan gejala hepatitis yang sampai saat ini hanya ditemukan pada anak di bawah usia 16 tahun. Untuk meningkatkan keamanan, tenaga medis juga perlu meningkatkan kewaspadaan dengan menggunakan peralatan medis sekali pakai (single use medical equipment) serta selalu menerapkan kewaspadaan umum (universal precaution).
Apalagi Kementerian Kesehatan bersama organisasi profesi kedokteran sudah menyiapkan tata laksana dan alur rujukan dari fasilitas kesehatan pertama hingga lanjutan terkait kasus ini. Meski belum diketahui penyebabnya, dokter spesialis anak tersebut menyarankan para orangtua untuk mewaspadai penyebaran penyakit ini.
”Secara umum terdapat tiga saluran penyebaran penyakit, yakni saluran cerna, pernapasan, dan kontak darah. Untuk itu sangat disarankan memakai protokol kesehatan, tidak jajan sembarangan, serta tidak berbagi alat makan yang sama,” kata Bagus.