Pemerintah Kejar Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap yang Rendah
Sebanyak 1,7 juta anak belum menerima imunisasi dasar lengkap pada 2019-2021. Imunisasi kejar diperlukan untuk mencegah kejadian luar biasa penyakit.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana melaksanakan Bulan Imunisasi Anak Nasional atau BIAN tahap pertama pada Mei 2022. Ini dilakukan untuk memastikan imunisasi kejar dan imunisasi rutin tetap berjalan. Pasalnya, cakupan imunisasi di Indonesia selama pandemi Covid-19 rendah.
Pelaksana tugas Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Yosephine mengatakan, BIAN menyasar anak balita yang status imunisasinya belum lengkap atau yang terlambat diimunisasi. Imunisasi yang diberikan mencakup polio tetes (OPV) dan suntik (IPV), serta DPT-HB-Hib yang dapat mencegah difteri, pertusis, tetanus, hepatitis b, pneumonia, dan meningitis.
”Akan ada imunisasi tambahan campak rubela juga (pada BIAN). Lalu, ada perkenalan vaksin-vaksin baru untuk menekan angka kesakitan dan kematian bayi dan anak balita,” kata Prima secara daring, Kamis (14/4/2022).
Upaya percepatan imunisasi penting mengingat ada lebih dari 1,7 juta anak yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap pada 2019-2021. Imunisasi dasar lengkap mesti diberikan pada bayi berusia 0-11 bulan. Imunisasi itu mencakup, antara lain, DPT-HB-Hib, polio tetes, polio suntik, dan campak rubela.
Setelahnya, anak usia 18-24 bulan diberi imunisasi DPT-HB-Hib dan campak rubela. Imunisasi masih perlu dilanjutkan saat anak menginjak usia SD. Anak kelas 1 SD diberi imunisasi campak rubela dan DT sementara anak kelas 2 dan 5 SD menerima imunisasi Td.
Prima mengatakan, cakupan imunisasi Indonesia pada 2021 terendah. Hanya enam provinsi yang berhasil mencapai target vaksinasi sebesar 93,6 persen, yaitu Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, DI Yogyakarta, Banten, dan Bengkulu.
Imunisasi terhambat, antara lain, karena fasilitas pelayanan imunisasi tutup selama pandemi. Ada pula orangtua yang khawatir anaknya terpapar Covid-19 jika dibawa ke posyandu atau puskesmas. Selain itu, ada penolakan dari masyarakat karena imunisasi dianggap haram dan menyebabkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Kendala lain adalah kurangnya sumber daya manusia untuk memberi layanan imunisasi.
Mencegah KLB
Di sisi lain, rendahnya cakupan imunisasi berisiko menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). KLB pun telah terjadi di beberapa daerah, misalnya KLB difteri di Kalimantan Barat dan KLB campak di Aceh.
”Imunisasi tidak hanya melindungi individu, tapi juga dapat membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity. Namun, ini hanya bisa tercapai jika capaian imunisasi di suatu daerah tinggi dan merata,” kata Prima.
Adapun imunisasi bisa mencegah sekitar 26 penyakit. Kalaupun seseorang sakit setelah diimunisasi, penyakitnya tidak parah. Selain itu, imunisasi bisa menekan risiko 2 juta hingga 3 juta kasus kematian per tahun. Jika dilaksanakan secara global, imunisasi bisa menyelamatkan 1,5 juta orang per tahun.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, pemerintah akan membuat sistem pelaporan imunisasi dalam waktu dekat. Sistem itu dirancang untuk merekam sejarah imunisasi seseorang dari bayi.
Menurut Ketua Indonesia Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro, imunisasi kejar bisa dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, vaksin kombinasi, yaitu menyuntikkan lebih dari satu antigen dalam satu kemasan suntik. Cara ini aman, efektif, dan punya efek samping yang ringan.
Imunisasi tidak hanya melindungi individu, tapi juga dapat membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity. Namun, ini hanya bisa tercapai jika capaian imunisasi di suatu daerah tinggi dan merata
Cara lain adalah dengan melakukan suntikan ganda, misalnya melakukan dua kali suntik di lengan yang sama dengan jarak antarsuntikan 2,5 sentimeter. Suntikan juga bisa diberi di dua tempat berbeda, misalnya paha kiri dan kanan. Praktik ini sudah dilakukan di DI Yogyakarta sejak 2012.
Sementara itu, Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (Peralmuni) Iris Rengganis mendorong agar publik menerima imunisasi tambahan, yaitu imunisasi flu. Vaksinasi influenza direkomendasikan untuk kelompok rentan seperti warga lansia, anak, ibu hamil, dan tenaga kesehatan.
”Vaksinasi influenza penting untuk mencegah koinfeksi dengan infeksi virus Covid-19 yang dapat menyebabkan komplikasi serius,” ujar Iris.