Menkes Meyakini Lebaran Tidak Akan Memicu Lonjakan Kasus Covid-19
Tiadanya varian baru SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 yang muncul saat ini diyakini membuat libur Lebaran tahun ini tidak akan memicu lonjakan kasus Covid-19.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meyakini libur Lebaran tahun ini tidak akan memicu lonjakan kasus Covid-19 menyusul tidak adanya varian baru virus korona yang terdeteksi di Indonesia. Masyarakat pun kembali diimbau untuk melakukan vaksinasi penguat dua minggu sebelum melakukan mudik.
”Kami sudah mengamati, penyebab kenaikan kasus tinggi bukan hari raya, melainkan adanya varian baru. Sampai sekarang tidak ada varian baru yang mengkhawatirkan,” ujarnya dalam diskusi secara daring tentang penguatan arsitektur kesehatan Indonesia, Rabu (6/4/2022).
Sampai saat ini terdapat beberapa varian baru Covid-19 yang sudah terdeteksi di sejumlah negara, salah satunya subvarian BA.2 dari Omicron. Menurut Budi, subvarian BA.2 sudah dominan di Indonesia tetapi tidak memicu ledakan kasus, justru kasus cenderung terus melandai. Sekalipun muncul varian baru, varian tersebut diperkirakan butuh waktu dua sampai tiga bulan untuk menyebar keluar dari negara asalnya.
Pada 6 April 2022, secara nasional ada 2.400 kasus Covid-19 baru dengan jumlah kematian 43 kasus. Sementara di Jakarta terdapat 753 kasus baru atau bertambah 185 dibandingkan hari sebelumnya.
Meski demikian, Budi menekankan bahwa pemerintah tetap berupaya mencegah dan mengatasi Covid-19 terutama dengan meningkatkan cakupan vaksinasi minimal dua dosis hingga 70 persen dari populasi Indonesia atau 189 juta orang. Sementara capaian vaksinasi dosis dua saat ini sebanyak 160 juta orang sehingga masih butuh sekitar 29 juta orang untuk mencapai target.
”WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) berharap, seluruh dunia bisa mencapai vaksinasi Covid-19 dua dosis sebesar 70 persen paling lambat di bulan Juni bila ingin transisi menuju endemi. Kita sendiri berharap cakupan ini bisa lebih cepat pada April atau Mei,” tuturnya.
Pemerintah juga masih melakukan tes dan pelacakan kasus Covid-19. Namun, kata Budi, tes yang dilakukan saat ini sesuai prosedur epidemiologi yakni ditujukan untuk orang yang bergejala dan berkontak erat.
Budi menyatakan, sejak dahulu, penyebaran penyakit selama pandemi di seluruh dunia selalu cederung menurun dan pada akhirnya menjadi endemi. Perubahan status menjadi endemi ini terjadi ketika masyarakat sudah bisa menangani penyakit tersebut secara mandiri tanpa intervensi pemerintah.
Kami sudah mengamati, penyebab kenaikan kasus tinggi bukan hari raya, tetapi adanya varian baru. Sampai sekarang tidak ada varian baru yang mengkhawatirkan.
Sebelumnya, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito juga meminta masyarakat yang akan mudik untuk memenuhi dosis vaksinasi booster minimal dua pekan sebelum perjalanan. Hal ini diperlukan karena imunitas tidak bisa terbentuk secara instan melainkan butuh waktu satu hingga dua pekan setelah vaksinasi.
Selain itu, Wiku juga memastikan bahwa varian terbaru dari Covid-19, yakni Omicron XE, yang telah dikonfirmasi di Thailand sampai saat ini belum terdeteksi di Indonesia. Varian gabungan Omicron BA.1 dan BA.2 yang pertama kali terdeteksi di Inggris pada 22 Maret ini, diakui WHO, memiliki penularan 10 persen lebih tinggi dari Omicron BA.2.
Namun, Wiku mengimbau masyarakat untuk tidak takut dan khawatir berlebihan terhadap varian baru ini. Sebab, rekombinan atau gabungan suatu varian merupakan sifat virus dan sudah terjadi pada virus selain SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Pemerintah pun akan terus memantau dan menggunakan data terkini dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam berbagai penyesuaian kebijakan.
Arsitektur kesehatan dunia
Pandemi Covid-19, diakui Budi, telah memberikan pelajaran tentang lemahnya sistem dan arsitektur kesehatan dunia termasuk Indonesia. Sebab, berbeda dengan sistem keuangan dunia, sistem kesehatan bekerja dengan sangat nasional atau sektoral. Kondisi ini membuat setiap negara yang tengah mengalami wabah kurang mendapat dukungan dan bantuan secara penuh dari negara lain.
”Masalah kesehatan banyak dilihat negara hanya sebagai masalah nasional. Jarang ada negara yang melihat masalah kesehatan sebagai masalah internasional. Jadi, ketika muncul penyakit yang bersifat global, semua orang menjadi kebingungan karena tidak terbiasa berkoordinasi,” ucapnya.
Melihat kondisi ini, Indonesia dalam forum negara-negara G20 akan mengedepankan agenda penguatan arsitektur kesehatan global, transisi energi, dan ekonomi digital. Indonesia berencana membagi isu penguatan arsitekur global ini ke dalam tiga topik utama, yakni sistem ketahanan kesehatan global, protokol kesehatan global, serta redistribusi kemampuan penelitian dan manufaktur logistik kesehatan yang dibutuhkan selama pandemi.