IDI Akan Tunaikan Amanah Muktamar untuk Memberhentikan Terawan
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia akan memberhentikan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan karena pelanggaran kode etik. Hal itu sesuai amanat Muktamar PB IDI.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia akan menjalankan seluruh rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran yang telah ditetapkan di Muktamar IDI XXXI di Banda Aceh pada 21-25 Maret 2022. Salah satunya, memberhentikan tetap Terawan Agus Putranto sebagai anggota. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab untuk menjaga norma dan etik profesi kedokteran demi melindungi rekan sejawat dan keselamatan masyarakat.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi saat menggelar konferensi pers secara virtual, Kamis (31/3/2022). Adalah tanggung jawab Pengurus Besar IDI untuk melaksanakan Amanah muktamar yang menjadi kesepakatan seluruh anggota.
Dalam Muktamar IDI Ke-31 di Banda Aceh yang dihadiri perwakilan IDI dari sejumlah wilayah dan cabang di Indonesia, ditetapkan sejumlah rekomendasi. Beberapa rekomendasi itu, antara lain, pengukuhan Adib Khumaidi sebagai Ketua PB IDI periode 2022-2025, transformasi IDI baru, serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan profesi kedokteran.
Selanjutnya, IDI akan menjadi mitra strategis pemerintah dan memperkuat sinergitas para pemangku kepentingan kesehatan, serta memutuskan pemberhentian tetap Terawan Agus Putranto sebagai anggota. PB IDI sebagai unsur pimpinan tingkat pusat yang menjalani fungsi efektif organisasi wajib menjalankan amanah muktamar. Pengurus diberi waktu selambat-lambatnya 28 hari kerja bagi PB IDI untuk melaksanakan amanah tersebut.
Pengaturan penyelenggaraan praktik kedokteran harus dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasari pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, dan keseimbangan demi perlindungan dan keselamatan pasien. ”Pengaturan praktik kedokteran memberikan perlindungan kepada pasien dan meningkatkan mutu pelayanan medis, serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan dokter,” ujar Adib.
Dia meyakini, rekomendasi yang dikeluarkan oleh MKEK, terutama yang berkaitan dengan pemberhentian tetap Terawan sebagai anggota IDI, sudah melalui beragam tahapan yang telah diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga IDI.
Rekomendasi yang dikeluarkan oleh MKEK, terutama yang berkaitan dengan pemberhentian tetap Terawan sebagai anggota IDI, sudah melalui beragam tahapan yang telah diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga IDI.
Karena itu, jelas Adib, dirinya bertanggung jawab untuk menjalankan rekomendasi tersebut. Keputusan ini merupakan upaya bersama menjaga cita-cita bersama untuk menciptakan dokter yang profesional. Ada empat hal yang harus dipatuhi warga profesi, yaitu keahlian, tanggung jawab, kesejawatan, dan etik. Keempat hal ini yang menjadi dasar menjalankan roda organisasi.
”Saya berharap ini bisa dipahami oleh semua pihak dan Muktamar IDI Ke-31 di Banda Aceh menjadi momentum untuk mengembalikan maruah profesi kedokteran, dan senantiasa terus bersinergi dengan pemerintah guna meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Adib.
Ketua MKEK IDI Djoko Widyarto menjelaskan, terkhusus untuk pemberhentian tetap Terawan merupakan lanjutan dari Amanah Muktamar IDI Ke-30 di Samarinda, Kalimantan Timur, pada tahun 2018, yang belum terlaksana.
Djoko memastikan rekomendasi itu dikeluarkan dengan melewati beragam tahapan yang sudah ditetapkan dalam AD/ART organisasi. Dimulai dari fungsi divisi pembinaan yang menganalisis aduan. Jika dalam pemeriksaan tersebut ditemukan adanya pelanggaran etik, divisi kemahkamahan akan dibentuk oleh Ketua MKEK untuk menelaah kasus tersebut.
Dari sanalah sejumlah persidangan digelar untuk mencari kebenaran dengan memanggil sejumlah ahli, saksi, dan tidak lupa Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A). Dari persidangan tersebut diputuskan apakah ada pelanggaran atau tidak.
MKEK juga memberikan kesempatan kepada Terawan untuk memberikan keterangan dan pembelaan. Namun, sampai saat ini, Mantan Menteri Kesehatan itu tidak menggubris setiap undangan yang sudah dilayangkan.
Pelanggaran
Sebelumnya, rapat dengar pendapat dengan DPR-RI pada 9 April 2018, Ketua MKEK IDI kala itu, mendiang Broto Wasisto, menyatakan dugaan pelanggaran etik kedokteran yang dilakukan Terawan berupa terapi terhadap stroke iskemik kronik yang dikenal sebagai brain washing atau brain spa melalui metode diagnostik digital subtraction angiography (DSA).
Pelanggaran etik yang dilakukan adalah mengiklankan diri secara berlebihan dengan klaim tindakan untuk pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif). Tidak kooperatif atau tidak mengindahkan divisi pembinaan MKEK, termasuk undangan menghadiri sidang kemahkamahan.
Adanya dugaan menarik bayaran dalam jumlah besar pada tindakan yang belum memiliki evidence based medicine (EBM)-nya. Dan menjanjikan kesembuhan kepada pasien setelah menjalani tindakan brain wash.
Atas pelanggaran etik kedokteran Terawan adalah berat (serious ethical misconduct), dan menetapkan sanksi berupa pemecatan sementara anggota dari IDI selama 12 bulan mulai 26 Februari 2018 sampai dengan 25 Februari 2019 dan diikuti pernyataan tertulis pencabutan rekomendasi izin praktiknya.
Juru Bicara IDI untuk Sosialisasi Hasil Muktamar Ke-31, Beni Satria, mengatakan, saat ini pengurus PB sedang menyusun berkas untuk menunaikan amanah dari Muktamar Ke-31 sehingga dapat selesai tepat waktu. Hasilnya juga akan diserahkan kepada Terawan. Walaupun sudah diberlakukan, Beni memastikan Terawan dapat mengutarakan pendapat terkait pemberhentian tersebut.
Namun, Beni memastikan hingga saat ini Terawan masih menjadi anggota IDI dan memiliki izin praktik kedokteran sampai Agustus 2023. Adapun terkait izin praktik adalah wewenang dari pemerintah, tetapi salah satu syarat adalah rekomendasi dari IDI.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, dirinya mengamati dinamika IDI dan Terawan. Dia pun siap untuk memulai dan memediasi keduanya untuk berdiskusi sehingga tercipta situasi yang lebih kondusif.
Budi sangat memahami bahwa setiap organisasi profesi memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta anggota. Dia juga memahami Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 yang telah memberikan amanah yang besar kepada IDI sebagai salah satu organisasi profesi untuk membina dan mengawasi anggotanya. Namun, dia berharap agar kemelut ini dapat diselesaikan dengan diskusi dan komunikasi yang baik.
Dengan suasana kondusif, semua pihak bisa kembali memfokuskan energi, waktu, dan tenaga untuk kegiatan-kegiatan yang memprioritaskan masyarakat yang lebih sehat. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama-sama. ”Kita harus berpikir dan menguras energi agar masyarakat bisa jauh lebih sehat,” katanya.