Tuberkulosis mengancam ketahanan kesehatan global dan mematikan. Karena itu, strategi penanganan penyakit tersebut perlu diubah.
Oleh
EVY RACHMAWATI
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Eliminasi tuberkulosis mengalami kemunduran besar karena sumber daya kesehatan terserap untuk mengatasi pandemi. Hal itu ditandai dengan meningkatnya angka kasus kematian akibat penyakit infeksi tersebut. Untuk itu, strategi pengendalian tuberkulosis perlu diintegrasikan dengan Covid-19.
Para pembicara dalam G20 The First Health Working Group Side Event tentang Tuberkulosis, Rabu (30/3/2022), menyebutkan, untuk pertama kali dalam 20 tahun terakhir, angka kematian akibat tuberkulosis (TBC) meningkat. Di Indonesia, angka kasus kematian akibat TBC bertambah sekitar 1.000 jiwa.
”Tuberkulosis merupakan ancaman ketahanan kesehatan global mengingat tingginya angka penularan. Satu penderita bisa menularkan penyakit itu ke 15 orang. Angka kematian akibat TBC 15 persen, yakni dari 10 juta kasus per tahun, ada 1,5 juta penderita di antaranya yang meninggal,” kata Deputy Executive Director Stop TB Partnership Geneva Suvanand Sahu.
Angka kematian akibat TBC 15 persen. Dari 10 juta kasus per tahun, ada 1,5 juta penderita di antaranya meninggal.
Namun, selama pandemi lebih dari dua tahun terakhir ini, sumber daya dan infrastruktur penanganan TBC dialihkan untuk mengatasi Covid-19. Selain kemampuan pengujian cepat molekuler, penanganan pandemi membutuhkan pelacakan kontak, masker, ventilator, obat-obatan, dan vaksin.
Ketua Koalisi Organisasi Profesi untuk Tuberkulosis Indonesia (KOPI) Erlina Burhan mengutarakan, disrupsi layanan terapi dan diagnosis TBC terjadi selama pandemi. Banyak pasien TBC takut berobat ke fasilitas kesehatan dan putus berobat. ”Akses layanan TBC terhambat karena pembatasan kegiatan masyarakat,” ujarnya.
Kondisi itu mengakibatkan angka kasus resistensi obat meningkat sehingga angka kasus dan kematian akibat TBC meningkat. Hal itu diperparah oleh berkurangnya pendanaan program TBC dan deteksi kasus, rendahnya mutu layanan bagi pasien, dan terbatasnya aktivitas surveilans untuk menemukan kasus tuberkulosis.
Terkait hal itu, penanganan TBC perlu diintegrasikan dengan strategi kesiapsiagaan menghadapi pandemi berikut yang kemungkinan merupakan penyakit pernapasan seperti Covid-19. TBC ditularkan melalui percikan ludah di udara dan tersebar di tiap daerah seperti Covid-19.
Erlina menambahkan, sejumlah strategi penanganan Covid-19 bisa diterapkan untuk mengeliminasi TBC, meliputi pelacakan, diagnosis, dan pengobatan. Strategi lain adalah kolaborasi dengan semua pihak agar warga aman dari penularan, serta kemajuan teknologi untuk mempercepat produksi vaksin dan surveilans.
Pemeriksaan TBC perlu dilakukan untuk menemukan 30 persen kasus yang tidak terdiagnosis tiap tahun di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong perbaikan deteksi kasus melalui pelibatan komunitas dan penapisan sistematis terhadap kontak erat atau orang yang serumah dengan penderita.
Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, sumber daya yang menangani Covid-19 juga akan dikerahkan untuk surveilans tuberkulosis. ”Surveilans TBC perlu dibenahi dengan melacak terduga, kontak erat, dan populasi berisiko tinggi, serta pro aktif menemukan kasus, dengan mendekatkan alat diagnostik ke masyarakat, termasuk sinar-X dan teknologi molekuler,” katanya.
Peningkatan pendanaan
Peningkatan investasi untuk memperkuat infrastruktur dan kapasitas program TBC dinilai akan membantu mengembangkan kapasitas untuk melawan penyakit infeksi pernapasan baru yang berpotensi pandemi. ”Pemantauan kemajuan TBC akan menjadi penanda kesiapsiagaan mengatasi infeksi baru,” kata Budi.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, dalam konferensi pers, Rabu (30/3/2022) sore, menegaskan perlu komitmen bersama pendanaan senilai 20 miliar dollar AS per tahun untuk menanggulangi TBC. ”Negara-negara anggota G20 menyuarakan pentingnya peningkatan pendanaan TBC,” ujarnya.
Seiring melandainya kasus Covid-19, lanjut Dante, pemerintah berkomitmen meningkatkan anggaran penanganan TBC hingga 1,5 kali lipat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), donor internasional, dan pihak swasta.
Dalam kunjungan lapangan di lokasi penapisan TBC di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, Selasa (30/3/2022), Budi Gunadi menyatakan, pemerintah menargetkan penemuan aktif kasus TBC 95 persen dari tingkat temuan kasus saat ini 49 persen.
Untuk itu, pemerintah melakukan sejumlah modifikasi kebijakan, termasuk menyediakan mobil sinar-X di tujuh provinsi, yaitu Sumatera Utara dan seluruh wilayah di Pulau Jawa. Selain tujuh mobil sinar-X untuk penapisan TBC keliling, pemerintah akan melibatkan penyedia layanan penapisan.
Dante menambahkan, penapisan keliling itu menyasar populasi berisiko atau kontak langsung dengan penderita TBC, orang dengan HIV-AIDS, dan diabetes melitus. Penapisan itu memakai teknologi sinar-X dan kecerdasan buatan dengan melibatkan komunitas serta berjejaring dengan puskesmas sebagai rujukan.