Kementerian Kesehatan dan DPR berkomitmen akan memediasi kemelut yang terjadi antara Ikatan Dokter Indonesia dan dr Terawan Agus Putranto. Pertemuan ini penting untuk menciptakan kondisi yang lebih kondusif.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan dan DPR berkomitmen untuk memediasi kemelut yang terjadi antara Ikatan Dokter Indonesia dan dr Terawan Agus Putranto. Pertemuan ini penting untuk menciptakan kondisi lebih kondusif, terutama guna mencapai tujuan bersama, yakni membawa Indonesia keluar dari pandemi Covid-19.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam konferensi pers secara virtual, Senin (28/3/2022), mengatakan, dirinya mengamati dinamika Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan dr Terawan Agus Putranto. Dirinya pun siap untuk memulai dan memediasi keduanya untuk berdiskusi sehingga tercipta situasi yang lebih kondusif.
Budi sangat memahami bahwa masing-masing organisasi profesi memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta anggota. Dirinya juga memahami Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 yang telah memberikan amanah yang besar pada IDI sebagai salah satu organisasi profesi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap anggotanya. Namun, dia berharap agar kemelut ini dapat diselesaikan dengan diskusi dan komunikasi yang baik.
Dengan suasana yang kondusif, ujar Budi, semua pihak bisa kembali memfokuskan energi, waktu, dan tenaga untuk kegiatan-kegiatan yang memprioritaskan masyarakat untuk lebih sehat. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama-sama. ”Kita harus berpikir dan menguras energi agar masyarakat bisa jauh lebih sehat,” katanya.
Ini hanyalah kesalahpahaman yang sebenarnya bisa dicarikan jalan keluar bersama.
Permasalahan seperti menekan angka tengkes, kematian ibu dan bayi, prevalensi diabetes dan hipertensi, serta menekan dampak penyakit menular membutuhkan tenaga yang besar.
Budi mengingatkan, Indonesia yang memiliki penduduk 270 juta jiwa pernah dijajah ratusan tahun oleh Belanda yang berpenduduk hanya 17 juta jiwa. Secara militer itu sangat mustahil. Namun, mereka memanfaatkan kelemahan kita, yakni mudah diadu domba dan disulut emosinya. ”Sehingga kita lupa bahwa pada hakikatnya kita hidup sebagai saudara,” katanya.
Sebaliknya, jika kita bekerja sama sebagai satu bangsa segala tujuan pasti tercapai. Tujuan bersama kali ini adalah menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu menangani pandemi. ”Itu bisa terjadi kalau kita bisa bekerja sama,” kata Budi.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menyampaikan, kemelut yang terjadi antara Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK), IDI, dan Terawan seharusnya dapat diselesaikan dengan dialog. ”Ini hanyalah kesalahpahaman yang sebenarnya bisa dicarikan jalan keluar bersama,” ujarnya.
Menurut dia, kedua belah pihak harus menekan segala egonya dan terus berfokus pada kepentingan masyarakat banyak bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Emanuel akan mengundang kedua pihak untuk sama-sama mencari solusi dari permasalahan ini dengan tetap mengedepankan kehormatan dan keluhuran profesi. ”Dengan komunikasi, saya yakin masalah ini bisa terselesaikan,” ujarnya.
Muktamar Ikatan Dokter Indonesia XXXI di Banda Aceh, Aceh, Jumat (25/3/2022), merekomendasikan Pengurus Besar IDI untuk memecat dokter Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI karena telah melakukan pelanggaran etik berat.
Rekomendasi tersebut berdasarkan keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) tahun 2018. Ketika itu, MKEK menyatakan Terawan melanggar etik serius dan menetapkan sanksi berupa pemecatan sementara sebagai anggota IDI selama 12 bulan mulai 26 Februari 2018 sampai 25 Februari 2019. Majelis juga merekomendasikan pencabutan izin praktik.
Pihak terkait yang harus mengeksekusi putusan tersebut, antara lain, PB IDI, IDI wilayah, IDI cabang, Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia, dan dinas kesehatan setempat (Kompas 5 April 2018).
Ketua IDI Aceh Safrizal Rahman membenarkan adanya penyampaian rekomendasi MKEK dalam Muktamar IDI di Aceh. Menurut dia, rekomendasi yang disampaikan tersebut hampir sama seperti yang disampaikan pada Muktamar IDI XXX di Samarinda, Kalimantan Timur, pada 2018.
”Karena memang rekomendasi itu tidak dieksekusi, jadi pada muktamar di Aceh kembali diulangi lagi,” kata Safrizal.