Meskipun penelitian telah membuktikan merkuri berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan, masih banyak produk yang menggunakannya. Diperlukan dukungan aksi nyata secara global untuk menghentikan pemakaiannya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Upaya penghapusan produk bermerkuri dan penetapan ambang batas pemakaian merkuri masih menuai perdebatan di antara sejumlah negara dunia. Indonesia dapat menjadikan status tuan rumah Konferensi Para Pihak Konvensi Minamata Ke-4 atau COP 4 sebagai momentum memperkuat komitmen global dalam mengurangi penggunaan merkuri yang berdampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun, dan Berbahaya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan, COP 4 menjadi kesempatan Indonesia menunjukkan kepemimpinannya dalam menyelesaikan sejumlah persoalan untuk mengurangi dan menghapuskan penggunaan merkuri. COP 4 sesi kedua akan digelar di Bali pada 21-25 Maret 2022.
”Ada perbedaan pendapat antara negara maju dan negara berkembang. Indonesia punya kesempatan untuk menengahi sejumlah persoalan,” ujarnya dalam diskusi daring ”Menuju Mercury is History”, Jumat (18/3/2022).
Vivien menyebutkan, perbedaan pendapat itu mencakup sejumlah isu, seperti penghapusan produk-produk bermerkuri dan ambang batas kandungan merkuri. Dibutuhkan kesepakatan global untuk memperkuat upaya bersama mengurangi pemakaian merkuri.
”Akan dibahas threshold pencemaran merkuri. Berapa batas yang bisa ditoleransi dan tidak. Pertimbangannya berbasis kajian-kajian ilmiah. Diharapkan (kesepakatan) akan tercapai,” katanya.
COP 4 sesi pertama telah digelar secara daring pada 1-5 November 2021. Vivien mengatakan, dalam sesi itu, sejumlah pihak mendiskusikan beragam isu mengenai penggunaan merkuri, tetapi bukan pembahasan yang mencapai kesepakatan bersama.
Hingga saat ini, hampir 700 peserta dari 139 negara telah mendaftarkan diri menghadiri COP 4 sesi kedua di Bali. ”Dengan ini, Indonesia menunjukkan kepemimpinannya untuk menyelesaikan persoalan. Dengan presidensi Indonesia, kita dapat menunjukkan kepemimpinan internasional dalam hal penyelamatan lingkungan,” ucapnya.
Vivien menjelaskan, merkuri dikategorikan logam berbahaya dan beracun. Oleh sebab itu, perdagangan merkuri secara global mesti melibatkan keterlibatan semua negara.
Konvensi Minamata bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dari ancaman pencemaran merkuri. Indonesia telah meratifikasinya pada 16 Agustus 2017 dengan membentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury(Konvensi Minamata mengenai Merkuri).
”Global menyadari tidak bisa dikerjakan sendirian dalam mengurangi pemakaian merkuri dan pada akhirnya menghapuskannya. Kita harus bersama-sama. Industri yang menggunakan merkuri mesti menguranginya secara bertahap,” katanya.
Meskipun sejumlah penelitian telah membuktikan merkuri berbahaya bagi kesehatan, masih banyak produk yang menggunakannya. Kesadaran ini perlu dukungan aksi nyata untuk menghentikan pemakaiannya dengan beralih pada produk yang lebih sehat dan ramah lingkungan.
Terdapat empat sektor prioritas dalam mengatasi pencemaran merkuri, yaitu kesehatan, manufaktur, energi, dan pertambangan.
COP 4 diharapkan menggalang dukungan untuk melakukan aksi nyata itu. Selain ditargetkan mencapai sejumlah kesepakatan, kegiatan itu juga diharapkan melahirkan target-target yang akan dicapai pada Konvensi Minamata berikutnya.
”Merkuri dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Ada lampu mengandung merkuri, ada juga di skincare (produk perawatan kulit). Perlu dukungan semua pihak untuk membuat merkuri agar hanya menjadi sejarah,” ujarnya.
Sektor prioritas
Terdapat empat sektor prioritas dalam mengatasi pencemaran merkuri, yaitu kesehatan, manufaktur, energi, dan pertambangan. Selain dimandatkan dalam Konvensi Minamata, hal ini juga menjadi fokus pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
Vivien menyebutkan, Indonesia berkomitmen menghapus penggunaan merkuri pada alat kesehatan, seperti termometer, tensimeter, dan amalgam atau bahan penambal gigi. Larangan ini di Indonesia sudah diterapkan sejak akhir Desember 2020.
”Pada sektor manufaktur, industri-industri yang menggunakan merkuri sebagai bahan baku diminta mengurangi 30 persen sampai tahun 2030. Kenapa tidak 100 persen, karena industri harus cari bahan baku lain,” ujarnya.
Pengurangan penggunaan merkuri juga ditargetkan pada sektor energi, seperti industri lampu. Target ini juga melibatkan intervensi berupa dukungan kebijakan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
”Merkuri juga dilarang untuk penambangan emas. KLHK sudah membantu teknologi penambangan emas tanpa merkuri di sembilan lokasi di Indonesia,” katanya.
Kementerian ESDM sedang membantu pengurangan merkuri di industri lampu. Hariyanto menjelaskan, terdapat lampu yang tidak menggunakan merkuri, yaitu jenis LED (light emitting diode).
Sementara lampu jenis lain, seperti CFL (compact fluorescent lamp), HPS (high pressure sodium), MH (metal halide), dan beberapa jenis lainnya mengandung merkuri dengan kadar bervariasi. Jenis lampu tersebut masih diminati masyarakat karena relatif lebih murah.
Menurut dia, lampu LED lebih hemat listrik. Dengan demikian, selain mengurangi pencemaran merkuri, penggunaannya juga membantu upaya efisiensi energi secara nasional.
”Pada tahun 2035, diproyeksikan penggunaan lampu ini mengarah ke high efficient. Kita bisa berhemat 41 terawatt per jam. Ini cukup signifikan, setara dengan penurunan 36 juta ton CO2. Penurunan emisi gas rumah kaca,” ucapnya.
Hariyanto menuturkan, pihaknya telah menyusun rencana aksi untuk menurunkan permintaan lampu mengandung merkuri. Target tersebut akan dicapai secara bertahap dalam penggunaan pada penerangan jalan umum, gedung instansi pemerintah, dan bangunan-bangunan lainnya.
”Pengurangan lampu bermerkuri tersebut akan menurunkan jumlah merkuri pada lampu sebesar 125 kilogram selama 2022-2028,” katanya.
Sekretaris Asosiasi Gabungan Industri Manufaktur Lampu Terpadu Indonesia (Gamatrindo) Erri Krishnadi mengklaim industri lampu sudah mengurangi penggunaan merkuri secara signifikan. Pihaknya tunduk terhadap kebijakan pemerintah, termasuk dalam upaya mengurangi merkuri.
Menurut Erri, saat ini produsen lampu sudah tidak bisa mengakses merkuri. Ia mengakui, memproduksi lampu LED juga terbukti jauh lebih efisien dibandingkan dengan jenis lampu lain yang mengandung merkuri.