Surabaya Perlu Taat Protokol Saat Status Endemi Berlaku
Situasi pandemi Covid-19 yang menurun di Surabaya dan kemungkinan status pandemi berubah menjadi endemi tetap berkonsekuensi bagi masyarakat untuk disiplin protokol kesehatan guna mencegah penularan meluas.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Situasi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) di Surabaya, Jawa Timur, menurun terlihat dari penambahan harian di bawah 1.000 kasus hampir sepekan terakhir. Penurunan juga terwujud dari perubahan status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat dari level 3 ke level 2. Bahkan, ada rencana perubahan status pandemi menjadi endemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pantauan pada laman resmi infocovid19.jatimprov.go.id dan lawancovid-19.surabaya.go.id, penambahan kurun lima hari terakhir sudah di bawah 1.000 kasus. Sampai dengan Selasa (8/3/2022), kasus konfirmasi harian bertambah 598 kasus, 1.200 kasus, 649 kasus, 393 kasus, dan 611 kasus. Untuk kesembuhan, kurun waktu yang sama tercatat 801 kasus, 1.238 kasus, 700 kasus, 417 kasus, dan 611 kasus.
Jumlah kesembuhan sepekan ini selalu berada di atas kasus konfirmasi. Secara statistik terlihat bahwa daya penularan Covid-19 melemah. Kasus aktif atau jumlah pasien dirawat di rumah sakit, isolasi terpusat, atau isolasi mandiri tersisa 3.357 orang.
Jika situasi ini terus bertahan secara konsisten setidaknya sebulan ke depan, jumlah kasus aktif bisa kembali di bawah 10 seperti dua pekan pertama Januari 2022 saat Surabaya berstatus level 1 PPKM.
Yang masih perlu menjadi perhatian ialah kematian pasien Covid-19. Pada awal bulan, akumulasi jumlah warga yang meninggal berstatus pasien Covid-19 di Surabaya sebanyak 2.690 jiwa. Delapan hari kemudian atau sampai Selasa ini, jumlahnya menjadi 2.745 jiwa.
Artinya ada kenaikan kematian 55 jiwa atau rerata harian 6-7 jiwa. Tingkat kematian 2,4 persen atau naik dari sepekan sebelumnya di 2,3 persen. Tingkat kesembuhan tetap tinggi dengan kondisi hari ini 94,5 persen.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi berharap di masa depan tidak terjadi ledakan kasus. Sejak serangan pandemi pada Maret 2020, Indonesia termasuk Surabaya mengalami tiga gelombang perburukan situasi. Yang terkini terjadi kurun pertengahan Januari sampai akhir Februari.
Terkendali
Eri melanjutkan, situasi pandemi yang semakin menurun dan diharapkan terkendali akan mengembalikan status PPKM ke level 1. Dengan itu, aktivitas sosial di Surabaya lebih bisa ditingkatkan lagi dari saat ini yang masih terpaksa ada pengetatan, misalnya dalam kegiatan persekolahan dan peribadatan.
”Surabaya juga harus bersiap ketika status pandemi resmi diubah menjadi endemi dengan segala konsekuensinya,” kata Eri. Ketika sudah berstatus endemi, Covid-19 dianggap sebagai penyakit infeksi biasa dan terkendali. Situasinya mirip dengan flu yang kurun 1918-1920 menjadi pandemi dan sudah menjadi penyakit infeksi umum saat ini.
Eri mengatakan, pemahaman dan kemauan untuk tetap disiplin protokol kesehatan akan membantu masyarakat secara umum hidup berdampingan dengan Covid-19 ketika sudah menjadi endemi dan seterusnya.
Selain itu, pengawasan dan penegakan protokol sebaiknya tetap dilaksanakan. (Laura Navika)
Namun, harus diakui, penerapan protokol yang disiplin secara menyeluruh tidak mudah. Jika di masa mendatang warga mengabaikan protokol, bisa terjadi penularan yang meluas.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Nanik Sukristina menambahkan, tren suatu penyakit juga terkait dengan pola hidup masyarakat. Misalnya, terjadi peningkatan kasus demam berdarah dengue di wilayah-wilayah di mana masyarakat kurang menerapkan pemberantasan sarang nyamuk yang notabene adalah protokol untuk kasus DBD.
Dalam situasi pandemi, protokol, yakni berpelindung, terutama masker, menjaga kebersihan dengan rutin cuci tangan, dan menjaga jarak bertujuan menekan risiko penularan Covid-19.
Cara-cara ini mirip dengan perilaku sebaiknya ketika terjadi tren flu. Biasanya, penderita flu yang tidak sampai dirawat sepatutnya mengisolasi sampai membaik. Cukup mirip dengan penanganan pasien Covid-19 tanpa gejala sehingga boleh isolasi mandiri.
Endemi
Secara terpisah, epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya, Laura Navika Yamani, mengatakan, sejumlah indikator harus terpenuhi jika status pandemi diubah menjadi endemi, antara lain, sebaran kasus infeksi, tingkat keparahan gejala klinis yang ditimbulkan, dan mortalitas.
”Perubahan status suatu wabah yang berhak mengumumkan adalah WHO (Organisasi Kesehatan Dunia),” katanya.
Laura mengatakan sedang terjadi pelandaian kasus pekan-pekan terakhir ini. Gejala dan mortalitas atau dampak fatal dari varian Omicron saat ini lebih ringan daripada situasi atau gelombang sebelumnya. Secara umum, situasi yang melandai, bahkan di seluruh dunia, memungkinkan WHO mengubah status pandemi menjadi endemi.
Ketika status wabah sudah berubah, lanjut Laura, Covid-19 tetap merupakan penyakit yang mengancam kehidupan manusia. Seperti flu, juga bisa berdampak fatal atau terkait kematian.
Untuk itu, umat manusia tidak boleh abai dengan protokol pencegahan. Di masa depan, ketika terjadi peningkatan kasus Covid-19 bahkan ledakan dan tidak diambil kebijakan intervensi, dampaknya bisa mengancam serius populasi.
”Selain itu, pengawasan dan penegakan protokol sebaiknya tetap dilaksanakan,” kata Laura. Satuan tugas terpadu nantinya tetap perlu menempuh pengetesan, penelusuran, dan penanganan (3T) meski tidak seketat dan dituntut tinggi seperti saat ini.
Masyarakat juga harus berperan setidaknya menjadikan protokol sebagai ikhtiar hidup untuk menekan risiko penularan atau peningkatan yang signifikan.