Cukai Rokok Diusulkan Jadi Sumber Pembiayaan Kanker
Pendapatan negara dari pajak atau cukai rokok dapat dijadikan sebagai sumber pembiayaan kesehatan dalam sistem JKN, termasuk pengobatan kanker. Selama ini keterbatasan sumber pembiayaan kerap menjadi kendala.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterbatasan sumber pembiayaan menjadi salah satu penyebab sistem Jaminan Kesehatan Nasional tidak bisa menjamin beberapa fasilitas dan pengobatan kanker. Salah satu solusi yang bisa diambil untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menjadikan pendapatan negara dari pajak atau cukai rokok sebagai sumber pembiayaan kesehatan.
Kepala Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK-UGM) Diah Ayu Puspandari dalam diskusi media secara daring, Sabtu (5/3/2022), mengemukakan, kendala sumber pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diharapkan dapat diatasi dengan pendapatan negara dari cukai rokok.
Menurut Diah, pada 2020, pemerintah sudah mengalokasikan 50 persen cukai rokok dan tembakau yang diterima pemerintah daerah untuk sektor kesehatan. Namun, alokasi dana ini turun menjadi 25 persen pada Desember 2020.
”Kami berharap pemerintah pusat dapat merelokasi kembali dana dari cukai rokok untuk sektor kesehatan menjadi 50 persen. Upaya lainnya dapat dilakukan dengan memberikan fleksibilitas penggunaan dana pajak rokok dan cukai tembakau untuk pengembangan sektor kesehatan di tingkat daerah,” ujarnya.
Apabila peningkatan alokasi cukai rokok untuk sektor kesehatan sudah kembali dinaikkan, kata Diah, pemerintah pusat dan daerah perlu menyusun panduan teknis. Panduan teknis ini dapat disusun untuk mengoptimalkan pembelanjaan obat dan alat kesehatan, termasuk pengobatan inovatif kanker dengan teknologi terbaru.
Anggota Komisi IX DPR, Putih Sari, memastikan akan mengawal usulan terkait sumber pembiayaan kesehatan dari cukai rokok saat pembahasan dengan pemerintah. Ia pun mendorong pemerintah dan seluruh pihak terkait agar dapat menerapkan sejumlah inovasi untuk mengatasi berbagai permasalahan pembiayaan kesehatan khususnya untuk penyakit kanker.
Putih menilai, salah satu inovasi pembiayaan yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan beberapa skema harga dalam program JKN. Skema ini sebelumnya juga pernah diterapkan untuk pengobatan kanker melalui sistem berbagi risiko (risk sharing) atau mekanisme inovatif lainnya.
Ketua Ikatan Ekonomi Kesehatan Indonesia (IEKI) Hasbullah Thabrany mengatakan, masyarakat Indonesia umumnya masih memandang orang yang terkena kanker memiliki kehidupan yang singkat karena belum adanya obat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Padahal, penderita kanker yang dirawat dan ditangani lebih awal memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi.
Penderita kanker yang dirawat dan ditangani lebih awal memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi.
”Kemajuan teknologi farmasi kedokteran telah menghasilkan pengobatan yang disebut terapi target. Sekarang teknologi juga mampu mendeteksi sel kanker lebih awal dengan pemeriksaan biomarker. Namun, mengingat teknologi baru, harga yang dipatok juga mahal,” ujarnya.
Harga pengobatan kanker yang relatif mahal ini juga tidak semua bisa dijamin oleh sistem JKN. Hasbullah mengakui, di satu sisi, kebijakan ini memang dapat menghemat dana JKN. Akan tetapi. di sisi lain, para penderita kanker tidak bisa mendapat pengobatan yang lengkap dan sesuai dengan pilihannya.
Menurut Hasbullah, Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin agar setiap warga negara mendapatkan layanan kesehatan yang memadai. Namun, hal ini belum dapat dijalankan sepenuhnya karena beragam faktor, mulai dari pendanaan, fasilitas, hingga sumber daya manusia. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera mencari ide-ide inovatif untuk meningkatkan alokasi pembiayaan ini.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019 sudah menyatakan bahwa semua pasien perlu mendapatkan pelayanan dan jaminan keselamatan. Sementara pada 2006, American Society of Clinical Oncology (ASCO) dan European Society for Medical Oncology (ESMO) telah membuat konsensus terkait pelayanan kanker yang berkualitas.
Beberapa pelayanan yang perlu didapat oleh penderita kanker, di antaranya akses terhadap informasi tentang penyakit yang mereka derita, jaminan privasi, rekam medis, tindakan pencegahan, dan tidak diskriminatif. Konsensus lainnya yang tidak kalah penting adalah partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan terkait pengobatan dan perawatan.