Penularan Covid-19 masih tinggi di Surabaya, Jawa Timur, sehingga masih perlu peningkatan kinerja dalam penanganan, pengendalian, dan pencegahan terhadap pandemi.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kasus kumulatif Covid-19 (Coronavirus disease 2019) di Surabaya, Jawa Timur, sejak 17 Maret 2020 sampai 24 Februari 2022 mencapai 100.025 kasus. Situasi ini mencerminkan penularan masih tinggi. Penanganan, pengendalian, dan pencegahan penularan Covid-19 masih perlu menjadi perhatian utama.
Situasi Covid-19 di Surabaya sempat membaik dengan status level 1 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Namun, kondisi berubah memburuk sejak awal 2022.
Pada awal tahun, secara kumulatif ada 67.704 kasus terkonfirmasi, 64.514 kasus kesembuhan, dan 2.557 kasus kematian. Kasus aktif atau jumlah pasien ditangani 3 orang. Situasi terkini atau Kamis (24/2/2022), ada 100.025 kasus konfirmasi, 92.439 kasus kesembuhan, dan 2.653 kasus kematian. Kasus aktif 4.933 orang.
Dari data itu, ada penambahan 32.321 kasus konfirmasi atau rerata harian 588 kasus. Ada penambahan 27.925 kasus kesembuhan atau rerata harian 508 kasus. Selain itu, ada penambahan 96 kasus kematian atau rerata harian 2 kasus. Untuk kasus aktif terjadi peningkatan 1.645 kali lipat atau rerata harian 30 kali lipat.
Situasi Covid-19 masih cukup baik sampai pertengahan Januari 2022. Sebabnya, penambahan kasus konfirmasi di bawah 10 kasus, sedangkan kasus aktif di bawah 100 pasien. Namun, situasi selanjutnya memburuk.
Kurun waktu 8-15 Februari, penambahan harian 1.173-1.970 kasus konfirmasi. Kurun waktu 16-19 Februari, penambahan harian 2.127-2.430 kasus konfirmasi. Lima hari terakhir, penambahan harian 910-1.638 kasus konfirmasi.
Dari data itu terlihat bahwa penularan Covid-19 masih tinggi. Akan tetapi, tampaknya Surabaya sudah melewati masa puncak gelombang ketiga. Puncak itu terwujud dalam rekor penambahan kasus harian yang 2.430 kasus konfirmasi pada Kamis (17/2/2022).
”Penularan masih tinggi sehingga situasi bisa disebut membaik jika kembali setidaknya seperti saat berstatus level 1,” kata epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo.
Mayoritas pasien Covid-19 yang meninggal itu dari warga lanjut usia, terutama yang ada komorbid. (Nanik Sukristina)
Perjalanan Surabaya untuk membalik keadaan Covid-19 masih akan panjang. Berdasarkan asesmen situasi Covid-19 terkini dari Kementerian Kesehatan, nilai Surabaya berada di tingkat 4. Sebabnya, kasus konfirmasi di tingkat 4 atau di atas 150 per 100.000 penduduk per minggu. Rawat inap juga tingkat 4 atau di atas 30 per 100.000 penduduk per minggu.
Perlu menjadi perhatian, kematian berada di tingkat 2 atau mendekati 2 per 100.000 penduduk per minggu. Padahal, sepekan terakhir tercatat 44 kasus kematian atau rerata harian 6-7 jiwa meninggal berstatus pasien Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Nanik Sukristina mengatakan, perubahan tingkat kematian menjadi perhatian. Covid-19 berdampak fatal, terutama terhadap kelompok rentan, yakni warga lanjut usia, pasien berpenyakit bawaan (komorbid), dan atau belum vaksin. Untuk anak usia di bawah 6 tahun yang belum bisa menerima vaksinasi, kasus Covid-19 belum sampai pada tahap mematikan.
”Mayoritas pasien Covid-19 yang meninggal itu dari warga lanjut usia, terutama yang ada komorbid,” kata Nanik. Belum ada catatan persentase kematian pada pasien yang telah menerima vaksinasi dosis 1, dosis 2, dan atau dosis 3 (penguat).
Menurut Nanik, perlindungan bagi kelompok rentan hanya bisa dicapai dengan pencegahan. Harus dipastikan bahwa kelompok rentan jangan sampai terpapar. Di sinilah pentingnya penerapan protokol kesehatan secara disiplin, yakni bermasker, menjaga kebersihan diri, dan menjaga jarak. Keluarga menjadi lingkungan paling penting untuk menjamin anggota keluarga yang termasuk kelompok rentan tidak terpapar.
”Penanganan cepat dan tepat terhadap pasien menjadi faktor penting yang dapat menyelamatkan kehidupannya,” kata Nanik. Terkait dengan itu, pemerintah mendorong warga terjangkit terutama kelompok rentan tanpa gejala atau dengan gejala ringan untuk menjalani isolasi terpusat di fasilitas yang telah disediakan, misalnya Hotel Asrama Haji di Sukolilo dan Rumah Sakit Lapangan Tembak di Kedung Cowek.
Kelompok rentan sebaiknya tidak menjalani isolasi mandiri agar pengawasan dan penanganan lebih terjamin sehingga memastikan keselamatan pasien. Untuk pasien dengan gejala sedang dan berat harus ditangani di rumah sakit rujukan.
Windhu mengatakan, penegakan protokol kesehatan dan vaksinasi bisa menjadi strategi yang masih harus diterapkan. Pengetatan aktivitas masyarakat, misalnya penguncian atau blokade wilayah, belum perlu ditempuh kembali karena situasi sudah berbeda.
Saat ini, capaian vaksinasi warga sudah tinggi, yakni 2,513 juta jiwa yang mendapat dosis 1 dan dosis 2. ”Perlu kembali digencarkan sosialisasi bahwa protokol kesehatan tetap penting untuk diterapkan secara disiplin meski masyarakat sudah vaksinasi untuk menekan risiko penularan,” katanya.