Perusahaan Perlu Lebih Toleran kepada Pekerja yang Menderita Migrain
Perusahaan atau tempat kerja harus mengakomodasi atau lebih meringankan pekerjaan pekerja yang menderita migrain atau sakit kepala tegang. Sebab, produktivitas orang yang menderita migrain akan menurun tajam.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa orang yang menderita migrain atau sakit kepala tegang kerap mengalami penurunan kemampuan dan kualitas di tempat kerja. Kepekaan dan toleransi perusahaan ataupun tempat kerja sangat diperlukan untuk mengakomodasi atau lebih meringankan pekerjaan mereka yang menderita migrain.
Mayoritas orang akan merasa sangat tersiksa ketika mengalami migrain dan sakit kepala tegang (tension headache). Apabila tidak segera diobati atau mendapat penanganan, serangan migrain dapat berlangsung selama 4-72 jam dan sakit kepala tegang berpotensi berlangsung selama seminggu.
Namun, terkadang penderita migrain dan sakit kepala tegang sering menahan rasa sakitnya ketika sedang berada di tempat kerja. Padahal, hasil studi baru dari peneliti di University of Copenhagen, Denmark, yang terbit diInternational Journal of Industrial Ergonomics, Januari 2022, menunjukkan, migrain dan sakit kepala tegang kerap memengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.
Kesimpulan tersebut didapat setelah para peneliti telah menganalisis informasi yang dilaporkan langsung oleh lebih dari 5.000 orang Denmark yang telah aktif bekerja. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda mulai dari orang-orang dengan pendidikan akademis hingga pekerja lepas.
Gangguan sakit kepala seperti migrain adalah epidemi yang diabaikan.
Para peserta juga menjawab pertanyaan tentang kesehatan mereka, gejala depresi dan nyeri pada otot dan persendian. Para peneliti kemudian menemukan bahwa gejala depresi dan nyeri pada otot dan persendian berperan penting dalam konteks meningkatkan gangguan sakit kepala dan mengurangi kualitas dalam bekerja.
Hasil studi sebelumnya juga mendukung temuan ini bahwa sakit kepala, nyeri otot dan sendi berkaitan dengan gejala depresi. Seseorang kini melihat perubahan suasana hatidan nyeri leher kemungkinan merupakan tanda peringatan serangan migrain.
”Seseorang yang menderita migrain akan mengalami penurunan kemampuan untuk mengingat dan membuat keputusan dengan cepat. Melakukan pekerjaan fisik yang berat akan sangat menyulitkan bagi orang-orang dengan gangguan sakit kepala ini,” ujarKirsten Nabe-Nielsen, manajer proyek dan salah satu penulis studi laporan ini dikutip dari situs resmi University of Copenhagen, Selasa (22/2/2022).
Kirsten menjelaskan, migrain adalah penyebab utama gangguan fungsional bagi orang-orang berusia di bawah 50 tahun. Dari statistik pekerja di Denmark, sebanyak 24 persen wanita dan 10 persen tercatat menderita migrain atau sakit kepala tegang. Bagi perusahaan dan tempat kerja, sakit kepala ini sangat berefek negatif pada produktivitas pekerja.
Meski demikian, tidak semua orang dapat langsung beristirahat dan berobat ketika mengalami migrain saat sedang berada di tempat kerja. Menurut Kirsten, para pekerja di bidang akademis sering mendapat toleransi untuk pulang lebih awal dan mengerjakan sisa pekerjaannya di rumah ketika mengalami migrain.
Sebaliknya, para pekerja di bidang pelayanan jasa, seperti staf kebersihan dan perawat di panti jompo, tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menyesuaikan jam kerja atau menunda tugas yang harus diselesaikan. Bahkan, terkadang mereka benar-benar harus mendapatkan surat keterangan sakit untuk izin bekerja.
Rekomendasi
Agar produktivitas pekerjaan tidak terganggu, Kirsten berpendapat agar karyawan dan pihak perusahaan dapat saling berkomunikasi untuk menemukan solusi saat pekerja mengalami migrain ataupun sakit kepala tegang.
”Semua upaya ini bertujuan agar mendapat solusi terbaik dalam menyelesaikan tugas dan mengatur hari kerja. Misalnya, mungkin ada tugas yang dapat dilakukan pekerja di kemudian hariatau yang dapat diselesaikan dengan santai di tempat yang tenang sampai rasa sakit akibat migrain tersebut hilang,” tuturnya.
Berdasarkan kajian yang dilakukan, para peneliti kemudian membuat tiga rekomendasi. Pertama, pekerja yang mengalami sakit kepala harus segera menemui dokter untuk mendapatkan anjuran dan kemungkinan perawatan medis.
Kedua, manajer perusahaan dan karyawan harus mendiskusikan kemungkinan untuk mengadaptasi pekerjaan selama serangan migrain. Hal ini termasuk meringankan beban pekerja dengan tidak menuntut pekerjaan yang berat secara fisik maupun psikis. Terakhir, semua orang perlu memikirkan penanganan gangguan nyeri lainnya khususnya di leher atau bahu dan kesehatan mental untuk meningkatkan kualitas hidup.
Diabaikan
Kirsten percaya bahwa gangguan sakit kepala seperti migrain adalah epidemi yang diabaikan.Hal ini karena sebagian orang di Denmark terjebak dengan anjuran untuk berbaring setiap mengalami stres atau tertekan dengan pekerjaan.
Dua jenis sakit kepala yang paling umum dialami oleh orang-orang adalah migrain dan sakit kepala tegang.Migrain ditandai dengan serangan sakit kepala berdenyut sedang atau berat disertai dengan mual, muntah, dan kepekaan terhadap cahaya dan suara. Sementara sakit kepala tegang ditandai dengan nyeri ringan hingga berat di kedua sisi kepala, tetapi tidak diiringi dengan mual dan muntah.
”Kebanyakan orang pernah mengalami sakit kepala. Oleh karena itu, mungkin sulit untuk memahami bagaimana migrain terjadi pada rekan kerja, teman, atau anggota keluarga. Orang-orang masih berpendapat bahwa menelan pil saja sudah cukup untuk mengatasi migrain. Padahal, sakit kepala kerap berdampak sosial-ekonomi yang besar,” ucapnya.
Dalam hasil studi lainnya yang juga dilakukan University of Copenhagen, migrain tidak hanya bisa diatasi dengan pil, tetapi juga perlu terapi genetik erenumab. Terapi inibertujuan untuk membunuh CGRP (calcitonin gene-related peptide/situs penyambungan protein), sebuah molekul yang berperan dalam timbulnya migrain.
”Temuan analisis sekunder ini mendukung keamanan dan kemanjuran erenumab pada pasien migrain dengan atau tanpa riwayat,” kata Messoud Ashina, profesor neurologi di University of Copenhagen.