Sarapan bergizi seimbang penting untuk kesehatan dan mendukung konsentrasi belajar. Namun, hampir separuh anak-anak Indonesia justru belum terbiasa sarapan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR
Siswa SMP Negeri 1 Labuapi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat menikmati bekal sarapan mereka di hari Kamis (10/10/2019). Setiap hari mereka wajib membawa bekal yang bergizi, boleh dimasak sendiri dan boleh juga dibeli, minimal untuk sarapan.
JAKARTA, KOMPAS — Sarapan masih belum menjadi kebiasaan di Indonesia, terutama bagi anak-anak. Hampir separuh anak-anak di Indonesia belum menjadikan sarapan sebagai suatu kebiasaan serta tidak memenuhi kebutuhan kalori akibat asupan gizi yang tidak seimbang.
Data Survei Diet Total (SDT) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan tahun 2020 menunjukkan, dari 25.000 anak usia 6-12 tahun di 34 provinsi, terdapat 47,7 persen anak belum memenuhi kebutuhan energi minimal saat sarapan. Bahkan, 66,8 persen anak sarapan dengan kualitas gizi rendah atau belum terpenuhi kebutuhan gizinya, terutama asupan vitamin dan mineral.
”Hampir separuh anak-anak di Indonesia belum menjadikan sarapan sebagai suatu kebiasaan dengan berbagai alasan, seperti keburu berangkat sekolah atau tidak sempat menyiapkan sarapan karena ibunya keburu berangkat kerja,” kata ahli gizi Universitas Gadjah Mada, Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih, dalam rangka Pekan Sarapan Nasional (Pesan) yang diperingati setiap 14-21 Februari, Senin (21/2/2022).
Mirza menjelaskan, anak usia sekolah membutuhkan 1.550 kalori per hari mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serta mineral. Sementara itu, kebutuhan kalori saat sarapan tidaklah besar, sekitar 300 kalori. Namun, sebagian besar anak Indonesia gagal memenuhi kebutuhan itu karena asupan gizi yang tidak seimbang.
Hampir separuh anak-anak di Indonesia belum menjadikan sarapan sebagai suatu kebiasaan dengan berbagai alasan, seperti keburu berangkat sekolah atau tidak sempat menyiapkan sarapan karena ibunya keburu berangkat kerja.
Kebutuhan kalori saat sarapan yang tidak terpenuhi, kata Mirza, akan berdampak pada fungsi otak dalam memori pelajaran di sekolah. Anak yang tidak memiliki kebiasaan sarapan akan kurang bisa berkonsentrasi saat belajar karena otaknya tidak mendapatkan cukup energi. Selain itu, akan memengaruhi pertumbuhan dan status gizi anak.
Edukasi keluarga
Mirza menekankan pentingnya edukasi sarapan kepada masyarakat, terutama keluarga. Penyediaan sarapan bagi anak dilakukan dengan menerapkan prinsip gizi seimbang. Contoh menu sederhana, seperti nasi atau roti ditambah telur, buah dan susu, sudah cukup memenuhi kebutuhan kalori.
”Pilih yang mudah disiapkan, tetapi tetap memenuhi prinsip gizi seimbang,” kata Mirza.
KOMPAS/LASTI KURNIA
Sarapan roti bersama.
Memperingati Pekan Sarapan Nasional pada 14-21 Februari 2022, Nestlé menggelar rangkaian kegiatan untuk mengedukasi keluarga Indonesia tentang pentingnya memenuhi sarapan gizi seimbang. Hal ini juga sejalan dengan program global Nestlé Dukung Anak Lebih Sehat (Nestlé for Healthier Kids) untuk membantu 50 juta anak hidup lebih sehat pada 2030.
”Melalui berbagai kegiatan yang telah diinisiasi oleh Nestlé, kami berharap dapat membantu keluarga-keluarga Indonesia memenuhi sarapan sehat dan seimban, guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sehat,” ujar Corporate Affairs Director Nestlé Indonesia Sufintri Rahayu.
Kompas
Penting atau Tidakkah Sarapan? Infografik (Bagian 1)
Menurut Pedoman Gizi Seimbang dalam Permenkes Nomor 41 Tahun 2014, sarapan dilakukan dari bangun pagi sampai pukul 09.00 untuk memenuhi 15-30 persen kebutuhan gizi dalam rangka mewujudkan hidup sehat, aktif, dan produktif.
Masyarakat Indonesia masih banyak yang belum membiasakan sarapan. Padahal, dengan tidak sarapan akan berdampak buruk terhadap proses belajar di sekolah bagi anak, menurunkan aktivitas fisik, menyebabkan kegemukan pada remaja, orang dewasa, dan meningkatkan risiko konsumsi makanan yang tidak sehat.
Dikutip dari laman resmi Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, ada 2beberapa kebiasaan baik dalam pola makan yang bisa diterapkan. Antara lain, perbanyak konsumsi sayur dan buah, membatasi konsumsi penyedap rasa, dan cukupi kebutuhan air putih lebih kurang dua liter sehari.
Sufintri mengatakan, sarapan yang seimbang dan bergizi dapat dilakukan dengan mengatur porsiuntuk memastikan jumlah asupan makanan cukup (tidak berlebih dan tidak kurang) dan mengonsumsi beragam jenis makanan.
Corporate Nutritionist Nestlé Indonesia Eka Herdianamenjelaskan, pengetahuan tentang aturan porsi makan sangat diperlukan agar kebutuhan gizi masyarakat terpenuhi dengan baik.