Mulai Juli 2022, Surabaya Berlakukan Aturan Kawasan Tanpa Rokok
Pemkot Surabaya segera menerapkan peraturan kawasan tanpa rokok untuk melindungi kesehatan masyarakat dari paparan asap rokok.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, mulai Juli 2022 akan memberlakukan peraturan kawasan tanpa rokok. Pelanggar aturan ini akan dikenai sanksi administratif berupa teguran, denda, kerja sosial, penutupan sementara, atau pencabutan izin usaha.
Demikian diutarakan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dinas Kesehatan Surabaya Sri Setyani saat jumpa pers daring mengenai sosialisasi peraturan kawasan tanpa rokok (KTR), Senin (21/2/2022). Aturan itu tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok dengan penetapan pada 22 April 2019 di masa kepemimpinan Wali Kota Tri Rismaharini (sekarang Menteri Sosial).
Regulasi turunan juga telah ada, yakni Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 110 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2019. Peraturan itu ditetapkan pada 11 November 2021 di era Wali Kota Eri Cahyadi.
”Sejak perwali (peraturan wali kota) terbit, kami melaksanakan sosialisasi dengan perkiraan selesai pada pertengahan tahun ini sehingga kemudian regulasi dapat diterapkan,” ujar Sri. Sosialisasi perda dan perwali terus ditempuh meski Surabaya sedang berjuang dalam penanganan, pengendalian, dan pencegahan penularan Covid-19.
Sri melanjutkan, sosialisasi penting agar masyarakat siap menerima segala konsekuensi dari penerapan KTR. Aturan akan diterapkan melalui Satuan Tugas Penegak KTR dari aparatur pemerintah dan individu yang ditunjuk. Pelanggaran dapat dikenai sanksi untuk seseorang atau usaha berupa teguran, denda, kerja sosial, atau penutupan hingga pencabutan izin usaha.
Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) Jatim Santi Martini menambahkan, sosialisasi peraturan KTR penting untuk ditempuh agar dapat diterapkan dengan efektif di masyarakat. ”Peraturan KTR saat ini lebih maju daripada sebelumnya,” katanya.
Regulasi sebelumnya yang dimaksud adalah Perda No 5/2008 tentang KTR dan Kawasan Terbatas Merokok. Dalam aturan terbaru, rokok disebut segala produk tembakau untuk dibakar, dihisap, dihirup asapnya, termasuk jenis kretek, putih, filter, cerutu, elektrik, vape, sisha, dan bentuk lainnya dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetis dengan asap bernikotin, tar, dan atau tanpa bahan tambahan.
Perwali menyebutkan, KTR ditetapkan di sarana kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya. Namun, di dalam KTR juga bisa diadakan tempat khusus merokok, yakni terbatas di tempat kerja, tempat umum, dan atau tempat lainnya. Sementara merokok dilarang total di sarana kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum.
Sri dan Santi menegaskan, tempat khusus merokok amat terbatas dan hanya di area itulah merokok diperkenankan. Tempat itu bisa berupa ruang terbuka atau yang berhubungan dengan udara luar sehingga udara bersirkulasi baik. Bisa juga ruang penutup yang terpisah dari area aktivitas, harus ada tempat pembuangan sisa rokok, dan dilengkapi penyaring udara untuk pembuangan asap rokok. ”Melalui peraturan ini, ruang lingkup perokok semakin dibatasi,” kata Santi.
Sri mengatakan, sosialisasi ini akan terus ditempuh setidaknya sampai Juni 2022 dengan harapan menjangkau dan dipahami secara luas oleh seluruh masyarakat. Setelah itu, peraturan bisa diterapkan dan ditegakkan melalui satgas. ”Kami berharap penegakan peraturan ini bisa semakin menekan perokok sehingga dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesehatan masyarakat Surabaya,” ujar Sri.
Santi mengakui, penegakan peraturan ini akan banyak diuji ketika berhadapan dengan perokok dari pejabat, aparatur, atau orang berpengaruh. Menjadi tugas yang tidak mudah untuk menerapkan peraturan, bahkan menjatuhkan sanksi bagi kalangan tersebut. ”Kami berharap nantinya aturan dapat ditegakkan secara konsisten,” kata Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ini.