Women-20 akan membahas empat isu yang menghambat pemberdayaan perempuan. Pembahasan bakal direkomendasikan ke forum G-20.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Women-20, kelompok masyarakat yang dilibatkan dalam presidensi G-20, akan fokus membahas empat isu untuk mendukung pemberdayaan perempuan dan kesetaraan jender. Hasil pembahasan akan disusun menjadi rekomendasi dan diajukan ke forum G-20.
Isu pertama yang dibahas selama presidensi G-20 adalah diskriminasi dan kesetaraan. Women-20 (W-20) menilai ketimpangan dan diskriminasi menghambat perempuan untuk berpartisipasi dalam perekonomian. Padahal, partisipasi perempuan penting bagi pemulihan ekonomi, khususnya setelah pandemi Covid-19.
”Isu ini sebenarnya sudah didiskusikan di presidensi sebelumnya, tetapi masih muncul meski sudah diperjuangkan bertahun-tahun. Kami akan mempromosikan kesejahteraan, keamanan, dan kesetaraan dengan menghapus diskriminasi serta ketimpangan,” kata Co-Chair W-20 Indonesia Dian Siswarini pada konferensi pers daring, Kamis (10/2/2022).
Isu kedua yang dibahas W-20 adalah inklusi ekonomi. Lalu, isu ketiga tentang kondisi perempuan marjinal, yakni perempuan penyandang disabilitas difabel dan perempuan yang menetap di wilayah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T), serta isu keempat terkait kesehatan.
Dini menambahkan, ketimpangan juga berdampak ke terbatasnya akses informasi, pendidikan, dan pembiayaan. Padahal, kemudahan akses mendukung pemberdayaan perempuan.
Adapun ketimpangan akan berdampak lebih negatif ke perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Sebagian perempuan di wilayah perdesaan, menurut Dini, diberi upah lebih rendah daripada laki-laki. Ada pula perempuan yang bekerja tanpa dibayar dan memiliki pekerjaan yang sifatnya musiman.
Berdasarkan laporan ”Profil Perempuan Indonesia 2020” oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, perempuan dibayar lebih rendah daripada laki-laki. Upah perempuan hanya 77,39 persen dibandingkan dengan rasio upah lelaki.
Sebelumnya, menurut Head of Programme UN Women Dwi Yuliawati Faiz Dwi, pandemi mengurangi 82 persen pendapatan perempuan dan 80 persen pendapatan laki-laki. Penurunan ini berpartisipasi terhadap kemunduran kesetaraan jender.
Sebagian perempuan di wilayah perdesaan diberi upah lebih rendah daripada laki-laki. Ada pula perempuan yang bekerja tanpa dibayar dan memiliki pekerjaan yang sifatnya musiman.
Di sisi lain, partisipasi perempuan penting untuk perekonomian nasional. McKinsey Global Institute memperkirakan produk domestik bruto (PDB) nasional dapat naik 135 miliar dollar AS pada 2025 jika tiga kondisi terpenuhi. Ketiganya adalah apabila partisipasi perempuan dalam angkatan kerja meningkat, lebih banyak perempuan bekerja penuh waktu, dan lebih banyak perempuan bekerja di sektor dengan produktivitas tinggi.
Isu-isu yang dibahas W-20 akan disusun menjadi rekomendasi, kemudian disampaikan pada forum G-20. Rekomendasi tersebut diharapkan menjadi dasar dibentuknya kebijakan yang berperspektif jender. Kesetaraan jender dan pemberdayaan ekonomi perempuan diharapkan tercapai dengan ini.
Chair W-20 Indonesia Hadriani Uli Silalahi menambahkan, W-20 fokus ke isu kesetaraan jender dan peran aktif perempuan di bidang ekonomi. W-20 juga berharap dapat mempromosikan pembangunan yang inklusif. ”Kemajuan perempuan Indonesia akan berdampak pula ke kemajuan Indonesia,” ujarnya.
Pendiri Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka), Nani Zulminarni, mengatakan, perempuan adalah pelaku kegiatan ekonomi di segala rantai pasok, sektor, dan skala industri. Akan tetapi, budaya patriarki membuat peran perempuan kerap tidak terlihat di sistem ekonomi sehingga menghambat kemajuan perempuan.
”Perempuan juga pendukung utama perkembangan ekonomi dari pekerjaan tanpa upah, yaitu sebagai pekerja keluarga. Ini berkontribusi pada ekonomi secara tidak langsung walau tidak diperhitungkan,” kata Nani (Kompas.id, 11/8/2021).