Universitas Airlangga Bantu TNI Cukupi Dokter Spesialis
Universitas Airlangga akan membantu Tentara Nasional Indonesia memenuhi kebutuhan dokter spesialis di rumah sakit militer melalui program profesi dokter spesialis secara hibrida atau campuran.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Universitas Airlangga dan Tentara Nasional Indonesia menandatangani nota kesepahaman program pendidikan dokter spesialis di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (4/2/2022). Kerja sama untuk mengatasi kekurangan jumlah dokter spesialis di rumah sakit TNI.
Penandatanganan dilakukan Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof Mohammad Nasih dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Kampus C Mulyorejo, Surabaya. Dari penandatanganan itu, Unair akan membantu menutupi kebutuhan dokter spesialis di RS TNI dengan penerimaan mahasiswa baru dari kalangan dokter umum militer mulai tahun ajaran 2022.
Nasih mengatakan, di Indonesia terdapat 41.000 dokter spesialis dan 145.000 dokter umum. Dibandingkan dengan jumlah populasi yang mendekati 270 juta jiwa, artinya rata-rata seorang dokter harus melayani lebih dari 6.000 orang. Dilihat dari perbandingan itu, beban kerja dokter amat luar biasa.
Di sisi lain, cuma 14-15 dari 34 provinsi di Indonesia yang berkecukupan dokter spesialis. Padahal, di suatu provinsi yang cukup, misalnya di Jatim, disparitas dokter spesialis antara kabupaten dan kota belum ideal. Misalnya, dokter spesialis sudah tentu banyak terdapat di Surabaya sebagai ibu kota Jatim. Namun, di daerah terjauh, yakni Pacitan, jumlah dokter spesialis belum memadai. ”Situasi ini harus dipecahkan bersama,” ujar Nasih, guru besar ekonomi dan bisnis itu.
Nasih melanjutkan, kampus juga melihat bahwa TNI memiliki fasilitas dan potensi besar untuk kerja sama dalam memenuhi kebutuhan dokter spesialis di wilayah yang amat membutuhkan. Nantinya, kerja sama dengan TNI akan diwujudkan dalam kolaborasi yakni berbasis kampus sebagai sarana pendidikan formal dan berbasis RS atau pemanfaatan fasilitas kesehatan milik TNI sebagai laboratorium. RS TNI bisa ditempatkan sebagai lokasi pendidikan bagi mahasiswa PPDS.
Menurut Nasih, ada 9 program studi fakultas kedokteran yang akan dikerjasamakan dengan TNI dalam pemenuhan kebutuhan dokter spesialis. Kerja sama juga akan mencakup program studi spesialis fakutas kedokteran gigi. Di FKG akan ada 5 program studi untuk kerja sama dengan TNI.
”Untuk kesuksesan kerja sama ini juga dijalin kesepahaman dengan RSUD Dr Soetomo dan RSUA (Rumah Sakit Universitas Airlangga), serta lembaga profesi,” katanya.
Selain PPDS, Unair dan TNI juga sepakat kerja sama dalam pengembangan vaksin merah putih untuk penanganan Covid-19 dan penanganan malaria.
Andika mengatakan, TNI memiliki 116 RS yang dikelola Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Namun, jumlah dokter spesialis di seluruh RS itu masih amat kurang atau belum memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
Mengacu pada regulasi itu, lanjut Andika, TNI memerlukan setidaknya 939 dokter spesialis. Namun, yang ada berjumlah 422 dokter spesialis atau 46 persen. ”Masih sangat kurang sehingga kami harapkan Unair dapat turut membantu,” katanya.
Untuk menambah dokter spesialis menjadi dua kali lipat dari saat ini, secara normal dibutuhkan waktu 12 tahun. Andika mengatakan, TNI menjalin kerja sama dengan Unair agar dapat lebih cepat menutupi kekurangan dengan sistem hibrida. Dengan sistem ini diharapkan nantinya PPDS juga dapat sekaligus melayani pasien RS TNI yang berasal dari anggota, keluarga, dan masyarakat umum.
Situasi ini harus dipecahkan bersama. (Nasih)
Andika mencontohkan, RSAD di Merauke dengan klasifikasi tingkat IV atau kelas D memiliki 12 dokter spesialis dan 1 dokter umum. Jumlah itu kurang memadai untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat Merauke, Papua, dan sekitarnya.
TNI telah menambah tenaga medis hingga mencapai 24 dokter di sana mengingat layanan bagi personel, keluarga, dan masyarakat umum. Untuk itu, dokter-dokter umum di RS TNI terutama di daerah yang terpencil atau tertinggal diharapkan dapat segera dikirim untuk belajar spesialisasi di Unair.
”Untuk kerja sama vaksin merah putih, personel dan keluarga akan dikerahkan untuk menjadi sukarelawan uji klinis tahap 3,” ujar Andika.