BPOM Menerbitkan Izin Penggunaan Darurat Lima Produk Vaksin Penguat
Lima produk vaksin Covid-19 mengantongi izin penggunaan darurat sebagai vaksin penguat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Vaksin penguat diperlukan seiring penurunan imunitas beberapa bulan setelah vaksinasi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Obat dan Makanan menerbitkan izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) terhadap lima produk vaksin Covid-19 sebagai booster atau vaksin penguat untuk warga berusia di atas 18 tahun. Berdasarkan hasil uji klinis, vaksinasi dosis ketiga itu meningkatkan titer antibodi hingga puluhan kali. Namun, belum diketahui berapa lama efikasinya akan bertahan.
Kelima produk vaksin itu adalah Coronavac Covid-19 Bio Farma, Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Zifivax. Selain Moderna yang menggunakan setengah dosis, keempat produk lainnya memakai satu dosis untuk dosis penguat.
”Masih diteliti lebih jauh sampai kapan booster ini bertahan, untuk melihat berapa lama lagi jika harus mendapatkan booster kedua,” kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito, dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (10/1/2022).
Setiap produk vaksin menunjukkan tingkat imunogenisitas berbeda setelah 28 hari. Hal itu terpantau dari peningkatan titer antibodi, Coronavac Covid-19 Bio Farma sebesar 21-35 kali, Pfizer (3,3 kali), AstraZeneca (3,5 kali), Moderna (13 kali), dan Zifivax (30 kali).
Vaksin penguat Coronavac Covid-19 Bio Farma, Pfizer, dan AstraZeneca diberikan dengan skema homolog atau sama dengan jenis vaksin primer dosis satu dan dua. Sementara dosis penguat Moderna digunakan secara homolog dan heterolog atau berbeda dengan jenis vaksin primer dosis satu dan dua.
”Dalam skema heterolog, booster Moderna dipakai untuk vaksin primer produk AstraZeneca, Pfizer, dan Janssen (Covid-19),” ujarnya. Sementara dosis penguat Zifivax digunakan secara heterolog dengan vaksin primer Sinovac dan Sinopharm.
Dari hasil uji klinis, pemberian vaksin penguat disertai beberapa gejala ringan. Untuk Coronavac Covid-19 buatan Bio Farma, misalnya, dilaporkan terasa nyeri di titik bekas penyuntikan. Sementara sendi dan demam ringan terjadi pada penerima vaksin buatan Pfizer.
”Kami bersama Kementerian Kesehatan dan Komnas KIPI (Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) akan terus memantau keamanan vaksin yang digunakan di Indonesia dan menindaklanjuti setiap ada KIPI,” jelasnya.
Jenis vaksin penguat berpotensi bertambah karena sejumlah produk masih diuji klinik untuk mendapatkan izin penggunaan darurat. Untuk skema heterolog, Penny mengatakan, pihaknya masih mencari kombinasi terhadap vaksin primer produk Sinovac dan Pfizer yang banyak digunakan masyarakat.
”Penemuan kombinasi ini akan menambah keberagaman untuk vaksin booster yang menurut rencana dimulai pada 12 Januari 2022,” ucapnya.
BPOM juga akan mengawasi distribusi dan rantai dingin vaksin penguat seperti yang dilakukan pada vaksin dosis satu dan dua. Salah satu fokus utamanya adalah memastikan penggunaan vaksin tidak melewati tanggal kedaluwarsa untuk menjamin mutunya.
Penny mengingatkan, meski sudah divaksin lengkap dan nantinya mendapatkan vaksin penguat, warga diimbau tetap menjalankan protokol kesehatan. Sebab, disiplin memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, dan menjaga jarak akan mengurangi risiko penularan Covid-19.
Penurunan imunitas
Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro menuturkan, vaksin penguat diperlukan karena studi menunjukkan adanya penurunan imunitas atau kekebalan setelah enam bulan vaksinasi kedua. Apalagi, saat ini Covid-19 sudah mengalami mutasi sehingga membutuhkan peningkatan antibodi untuk mengatasinya.
”Penularan (Covid-19) harus segera dihentikan. Sebelum booster, harus diingat bahwa 70 persen rakyat kita harus sudah mengikuti vaksinasi komplit (dua dosis), terutama kelompok rentan seperti warga lansia,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga Senin pukul 18.00, cakupan vaksinasi di Indonesia mencapai 81,97 persen untuk dosis pertama dan 56,24 persen dosis kedua. Khusus untuk warga lansia, vaksinasi dosis satu 68,31 persen dan dosis kedua 43,65 persen.