Perbaiki Distribusi Vaksin untuk Memangkas Kesenjangan Cakupan
Pemerintah perlu memperbaiki distribusi vaksin Covid-19 untuk memangkas kesenjangan cakupannya. Selain itu, mendekatkan tempat penyuntikan vaksin ke basis-basis masyarakat, terutama kelompok rentan seperti warga lansia.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia tidak merata. Selain itu, capaian vaksinasi terhadap kelompok rentan, seperti warga lanjut usia, juga belum maksimal. Pemerintah didorong mendekatkan distribusi vaksin ke basis-basis masyarakat sehingga tidak hanya bergantung pada penyelenggaraan vaksinasi yang dilakukan di pusat kota.
Peneliti Transparency International Indonesia, Agus Sarwono, mengatakan, terdapat konflik kepentingan dalam penyediaan vaksin untuk didistribusikan ke daerah. Dalam beberapa kasus, alokasi vaksin sudah diperuntukkan bagi kelompok tertentu.
”Distribusi vaksin tidak merata. Meski capaian secara nasional terlihat besar, cakupan vaksinasi kelompok lansia masih rendah. Apalagi di Indonesia bagian tengah dan timur, rata-rata masih kurang dari 50 persen,” ujarnya dalam konferensi pers yang diadakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan, Selasa (4/1/2022).
Agus mengakui, Kementerian Kesehatan telah memublikasikan informasi pemakaian dan stok vaksin di provinsi dan kabupaten/kota. Namun, menurut dia, informasi jenis vaksin dan masa kedaluwarsa juga perlu diperinci.
”Kami percaya Kementerian Kesehatan punya datanya. Namun, persoalannya, mengapa tidak mau menginformasikan,” katanya.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur menuturkan, banyaknya pelanggaran selama vaksinasi menunjukkan semakin karut-marutnya penanganan pandemi di Indonesia. Contohnya, masih terdapat warga kesulitan mendapatkan akses vaksinasi sehingga rentan menimbulkan diskriminasi.
”Ada yang mendapat vaksin, tetapi ada yang tidak dapat. Jelas itu melanggar prinsip pelarangan diskriminasi,” ujarnya.
LaporCovid-19 menerima 71 laporan penyelewengan vaksin selama 2021. Namun, saat penyelewengan terus terjadi, pengawasan dari kementerian dan lembaga terkait dinilai masih minim.
Isnur mengajak semua pihak mengawasi potensi pelanggaran dalam proses vaksinasi. Menurut dia, penyelewengan vaksin sangat mungkin terjadi jika perencanaannya tidak transparan.
”Kami juga membuka pokso paralegal di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) di sejumlah daerah untuk menerima pengaduan masyarakat. Masih ada warga belum mendapatkan vaksin. Ada juga yang tertipu iklan vaksinasi,” ujarnya.
Anggota LaporCovid-19, Amanda Tan, menyampaikan, pihaknya menerima 71 laporan penyelewengan vaksin selama 2021. Namun, saat penyelewengan terus terjadi, pengawasan dari kementerian dan lembaga terkait dinilai masih minim.
Laporan kebocoran vaksin booster sudah terjadi sebelum ancaman varian Omicorn. ”Respons pemerintah membawa kasus kepada auditor BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Namun, hasil audit tidak dipublikasikan kepada publik,” ujarnya.
Amanda menambahkan, pada Desember 2021, LaporCovid-19 menerima pengaduan jual beli vaksin di lokapasar seharga Rp 700.000. Saat menelusuri laporan itu, pihaknya mendapati transaksi jual beli vaksin tersebut.
”Kami merekomendasikan pemerintah menindak tegas kelompok pejabat atau petugas lainnya yang terbukti melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan program vaksinasi Covid-19,” ujarnya.