Pendataan Penyandang Disabilitas Dorong Pembangunan Inklusif
Sebagian penyandang disabilitas kehilangan pekerjaan hingga pendapatan selama Pandemi Covid-19. Kondisi ini membuat mereka semakin rentan terdampak krisis.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pandemi Covid-19 membuat kondisi para penyandang disabilitas semakin rentan. Karena itu, pendataan masyarakat disabilitas dibutuhkan untuk menjamin perlindungan sosial dan memastikan pembangunan nasional pasca Covid-19 inklusif bagi mereka.
Fenomena ini tampak dari survei yang dilakukan Jaringan Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) Respons Covid-19 Inklusif, Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2), serta Menuju Masyarakat Indonesia yang Kokoh dan Sejahtera (Mahkota). Survei dilakukan terhadap 1.597 responden di 34 provinsi pada 2021.
Salah satu hasil survei menunjukkan, 21 persen responden mengalami perubahan pekerjaan sejak pandemi terdeteksi di Indonesia, Maret 2020. Sebanyak 15 persen di antaranya terdampak langsung pandemi, seperti terkena pemutusan hubungan kerja, perusahaan tempat kerja bangkrut, usaha sendiri bangkrut, dirumahkan, hingga keluar dari pekerjaan karena upah berubah.
Jumlah pekerja penyandang disabilitas penuh waktu pun turun signifikan. Persentasenya mencapai 92 persen sebelum pandemi, kemudian turun jadi 61 persen pada Maret-Juni 2020. Sebanyak 13 persen responden bahkan kehilangan pekerjaan.
Pendapatan penyandang disabilitas ikut berubah. Sebanyak 37,7 persen responden mengalami penurunan pendapatan yang signifikan. Hal ini lebih banyak dirasakan pekerja sektor informal (40 persen) daripada pekerja formal (19 persen). Sebelum pandemi, kebanyakan dari mereka berpenghasilan Rp 1-2 juta, kemudian turun jadi kurang dari Rp 1 juta setelah pandemi.
“Perubahan ini masih berlanjut hingga Maret 2021. Hanya 16,4 persen responden yang kondisinya sudah pulih total, sementara 6,4 persen pulih sebagian,” kata Spesialis Perlindungan Sosial Mahkota Sinta Satriana, Kamis (23/12/2021).
Pandemi juga menyebabkan 86 persen responden kesulitan memenuhi kebutuhan pokok. Akibatnya, mereka terpaksa mengambil tabungan, mengurangi konsumsi, hingga bergantung ke bantuan keluarga dan pemerintah.
Menurut Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Maliki, pandemi membuat penyandang disabilitas rentan jatuh miskin. Data Survei Ekonomi Sosial (Susenas) 2020 menyatakan, tingkat kemiskinan penyandang disabilitas kategori sedang-berat mencapai 14,5 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding tingkat kemiskinan nasional, yakni 10,14 persen.
“Tidak hanya menjadi miskin, tapi berbagai gap layanan dasar yang bisa dinikmati (penyandang disabilitas) akan terjadi, baik dari sisi pendidikan hingga kesehatan. Karena berbagai keterbatasan itu, mereka tidak hanya miskin secara ekonomi, tapi juga miskin dari segi peningkatan kualitas SDM,” kata Maliki.
Ini prioritas utama dalam 1-2 tahun ke depan. Target kami adalah pendataan yang lebih komprehensif untuk penyandang disabilitas
Pendataan
Di sisi lain, dibutuhkan pendataan disabilitas yang komprehensif untuk membantu mereka, terlebih di masa krisis. Dari survei tadi, hanya 86 responden berusia di atas 18 tahun yang memiliki KTP.
Sementara itu, penyandang disabilitas yang memiliki akta lahir hanya 53 persen. Padahal, data kependudukan penting untuk menjamin bantuan bagi penyandang disabilitas.
Ketua Yayasan Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK) Ishak Salim merekomendasikan agar pendataan disabilitas diperkuat. Ketiadaan data disabilitas yang akurat menjadi akar masalah peliknya penanganan Covid-19, distribusi bantuan sosial serta pemulihan pasca Covid-19.
“Ini momentum pemulihan pasca-pandemi. Kemensos, Kemendagri, Kemendes, hingga BPS perlu bersama-sama membangun sistem dan peta jalan pendataan difabel,” kata Ishak.
Menurut Maliki, pemenuhan hak para penyandang disabilitas untuk memperoleh identitas legal akan dikerjakan dalam waktu dekat. Identitas itu mencakup antara lain KTP, akta kelahiran, dan akta pernikahan.
“Ini prioritas utama dalam 1-2 tahun ke depan. Target kami adalah pendataan yang lebih komprehensif untuk penyandang disabilitas,” katanya.
Menurut inisiator Jaringan DPO Respon Covid Inklusif Joni Yulianto, survei ini dapat menjadi acuan menyusun kebijakan yang tepat untuk penyandang disabilitas. Kerja sama semua pihak dibutuhkan agar difabel terlibat dan terwakili dalam penyusunan kebijakan.
Adapun Penasihat Menteri Bagian Tata Kelola Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Kedutaan Besar Australia di Indonesia Kirsten Bishop berharap agar temuan survei menjadi referensi menangani pandemi. “Saya harap penelitian ini memberi rekomendasi dalam formulasi kebijakan oleh pemerintah dan mitra pembangunan,” ujarnya.