Sejumlah Hasil Riset Ini Bermanfaat untuk Tekan Perkembangbiakan Nyamuk
Pencegahan demam berdarah dengue atau DBD hingga malaria akan efektif jika dibarengi dengan eliminasi telur dan jentik nyamuk. B2P2VRP Salatiga melakukan sejumlah inovasi untuk itu.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
SALATIGA, KOMPAS — Riset dan inovasi untuk menekan perkembangbiakan nyamuk, seperti Aedesaegypti dan Anopheles, terus dilakukan. Ini sebagai upaya untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk, antara lain demam berdarah dengue atau DBD, malaria, chikungunya, dan zika.
Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga Bagus Febrianto mengatakan, pihaknya mengembangkan aplikasi Penjaga (Pemantau Jentik Warga). Aplikasi ini untuk memantau keberadaan telur dan jentik nyamuk di suatu wilayah. Masyarakat dapat berpartisipasi dengan mengunggah laporan di aplikasi secara mandiri. Mereka juga bisa mengetahui laporan serupa dari wilayah lain di aplikasi ini.
”Setiap orang jadi bisa memantau (jentik dan telur nyamuk). Aplikasi ini sudah diadopsi oleh Dinas Kesehatan Magelang. Suatu saat kami akan sosialisasikan aplikasi ini ke daerah lain,” kata Bagus di Salatiga, Jawa Tengah, pada Sabtu (11/12/2021).
Aplikasi Penjaga juga dapat digunakan untuk memetakan sebaran telur dan jentik nyamuk. Pencegahan penyakit akibat nyamuk pun bisa diantisipasi lebih awal. Adapun aplikasi ini mulai digunakan sejak 2020.
Bagus mengatakan, riset dan inovasi untuk menekan perkembangbiakan nyamuk akan terus dilakukan. B2P2VRP Salatiga melakukan tujuh penelitian sepanjang 2021. Semua penelitian ditargetkan selesai pada Desember 2021.
Salah satu cara paling ampuh menekan penyebaran nyamuk adalah eliminasi telur nyamuk. Pengasapan (fogging) dinilai tidak efektif karena hanya mampu membunuh nyamuk dewasa. Setelah nyamuk mati, telur dan jentik masih bisa tumbuh menjadi nyamuk dewasa.
Selain itu, pengasapan mesti dilakukan berkala setidaknya dua minggu sekali. Ini sesuai dengan siklus hidup nyamuk dari telur menjadi nyamuk dewasa, yaitu 14 hari. Namun, pengasapan berisiko membuat nyamuk kebal insektisida.
Publik disarankan membuat perangkap telur nyamuk di rumah. Perangkap itu terbuat dari wadah berisi air yang dicampur larvasida. Kain putih dipasang di sekeliling dinding dalam wadah. Perangkap akan menangkap nyamuk betina untuk bertelur. Kain putih berfungsi menangkap telur nyamuk berwarna hitam.
Peneliti B2P2VRP Salatiga, Aryani Pujiyanti, mengatakan, implementasi program 3M plus tidak boleh ditinggalkan. Program itu mencakup menguras dan menutup penampungan air, mengubur sampah, serta menyikat dinding penampungan air agar tidak ada telur nyamuk yang menempel.
”Membunuh nyamuk Aedes sama dengan menghilangkan setidaknya tiga penyakit, yaitu DBD, chikungunya, dan zika. Ketiganya umum terjadi di Indonesia,” kata Aryani.
Inovasi untuk mengeliminasi telur dan jentik nyamuk pun dilakukan. B2P2VRP Salatiga mengembangkan Larvinano, yaitu larvasida nabati pembunuh jentik. Ada pula Biolaras yang dibuat dari bakteri Bacillus thuringinesis.
Mereka juga mengembangkan kertas insektisida (insecticide impregnated paper). Kertas itu digunakan untuk memeriksa apakah nyamuk di suatu wilayah resisten terhadap insektisida atau tidak. Selama ini, kata Bagus, Indonesia kerap mengimpor kertas ini dari Malaysia.
”Kertas ini untuk mengecek resistensi nyamuk dewasa (terhadap insektisida). Jika kematian nyamuk yang dites di bawah 80 persen, artinya mereka resisten insektisida,” kata peneliti B2P2VRP Salatiga, Sri Wahyuni Handayani.
Pengendalian populasi nyamuk diperlukan agar tidak terjadi lonjakan penyakit, terlebih kejadian luar biasa (KLB). Menurut data Kementerian Kesehatan, ada 20.290 kasus demam berdarah dengan 171 kematian hingga minggu ke-27 tahun 2021. Pada periode sama 2020, ada 71.633 kasus dengan 459 kematian.
Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Didik Budijanto mengimbau masyarakat agar waspada terhadap demam berdarah. Pendampingan di daerah dengan tingkat endemi tinggi akan terus dilakukan.
”Kami selalu mengingatkan masyarakat dan pemerintah daerah agar selalu waspada akan DBD. Meski dalam kondisi pandemi, demam berdarah tetap menjadi ancaman,” katanya (Kompas.id, 2/8/2021).