Perkuat Fungsi Keluarga untuk Cegah Kekerasan Anak
Keluarga bisa menjadi benteng utama yang bisa melindungi anak dari risiko kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Penguatan fungsi keluarga pun menjadi sangat penting.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
KOMPAS/YOLA SASTRA
Anggota Jaringan Peduli Perempuan Sumatera Barat mengikuti aksi damai antikekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Jalan Jenderal Sudirman depan Kantor Gubernur Sumatera, Padang, Sumatera Barat, Kamis (25/11/2021). Aksi ini menyikapi maraknya kasus kekerasan seksual, terutama terhadap anak, di Sumbar sekaligus memperingati Hari Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Internasional.
JAKARTA, KOMPAS — Keluarga memiliki peran penting untuk mencegah kekerasan pada anak, termasuk kekerasan seksual. Karena itu, fungsi keluarga perlu diperkuat, terutama terkait dengan fungsi perlindungan, komunikasi, dan sosial.
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Eni Gustina mengutarakan, pendidikan kesehatan reproduksi bisa menjadi cara untuk mencegah kekerasan seksual pada anak. Kesehatan reproduksi ini dilakukan melalui pendekatan seumur hidup sejak anak usia dini sampai anak beranjak dewasa.
”Dalam buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) sudah dijelaskan secara khusus mengenai perlindungan anak, dari kekerasan fisik, psikis, hingga seksual. Ini bisa menjadi bahan ajar bagi orangtua, termasuk mengajarkan pada anak untuk berani mengatakan tidak jika ada orang yang menyentuh bagian pribadinya. Sayangnya tidak banyak yang membacanya,” tuturnya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (10/12/2021).
Dalam buku KIA cetakan 2020 pada halaman 56 disampaikan agar orangtua perlu waspada terhadap banyaknya kekerasan fisik dan kejahatan seksual yang dilakukan oleh orang yang justru dikenal oleh anak. Anak pun perlu diajarkan untuk berani mengatakan tidak kepada orang yang menyentuh bagian pribadinya, seperti kelamin, paha, dada, pantat, dan kaki.
Eni menambahkan, untuk mencegah dan mengenali adanya kekerasan yang dialami oleh anak, komunikasi menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Ketidakterbukaan anak kepada orangtua menjadi kendala untuk mengidentifikasi adanya tindak kekerasan.
TOTO S
Ilustrasi, Toto Sihono, ilustrasi-kekerasan-seksual
Anak masih ragu dan khawatir untuk menceritakan apa yang dialami dan diterima dari orang lain. Di lain sisi, tidak sedikit orangtua yang menganggap pendidikan kesehatan reproduksi sebagai hal yang tabu.
”Hal inilah yang menjadi dasar bagi BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) untuk memperkuat fungsi keluarga. Penguatan fungsi keluarga ini amat penting, termasuk penguatan fungsi agama, perlindungan, komunikasi, dan sosial. Orangtua pun perlu lebih peduli kepada anaknya,” ujarnya.
Selain itu, penguatan pendidikan reproduksi di sekolah, termasuk di pendidikan anak usia dini (PAUD), diperlukan. Panduan pada buku KIA bisa disampaikan kepada tenaga pendidik di sekolah. Dengan mengajarkan mengenai pendidikan reproduksi sejak dini, berbagai kekerasan diharapkan bisa dicegah sejak dini.
Penguatan fungsi keluarga amat penting, termasuk penguatan fungsi agama, fungsi perlindungan, fungsi komunikasi, dan fungsi sosial. Orangtua pun perlu lebih peduli kepada anaknya.
Menurut Eni, keyakinan bagi sejumlah warga yang masih menganggap relasi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan menjadi tantangan untuk mengatasi persoalan kekerasan pada anak. Selain itu, banyak pula warga yang menganggap bahwa guru selalu benar sehingga apa pun yang dilakukan oleh guru tidak boleh dilawan, termasuk ketika melakukan kekerasan seksual.
Perhatian lebih juga diperlukan pada pendidikan di lingkungan asrama. Pengawasan sepenuhnya dilakukan oleh pihak asrama sehingga edukasi dan penyuluhan harus diperkuat untuk mencegah adanya tindak kekerasan di lingkungan asrama.
Evaluasi proses pembelajaran
Secara terpisah, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan, kasus pemerkosaan yang dialami belasan santriwati di sebuah pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat, menjadi momentum bagi pemerintah daerah mengevaluasi seluruh pondok pesantren dalam proses pembelajaran. Evaluasi tersebut terkait pula tata tertib untuk mencegah tindak kekerasan pada anak.
Kompas
Ilustrasi: Kekerasan seksual pada anak.
”Khusus untuk kasus di Bandung, Komnas Perlindungan Anak mendukung pihak kejari (kejaksaan negeri) menerapkan tuntutan maksimal sesuai dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2016 (perlindungan anak) yang dapat diancam hukuman seumur hidup. Ini merupakan perbuatan amat tidak terpuji. Kami harap ketua pengadilan berkeadilan dan berperspektif pada korban,” tuturnya.