Indonesia menargetkan bebas rabies pada 2030. Berkaca dari penanganan pandemi Covid-19, vaksinasi rabies harus digenjot agar target tersebut bisa tercapai.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tingkat vaksinasi antirabies menurun selama pandemi Covid-19. Padahal, bila 70 persen anjing atau hewan penular rabies di suatu wilayah berhasil divaksinasi, maka penyebaran penyakit bisa dicegah. Vaksinasi mesti digenjot agar Indonesia bebas rabies pada 2030.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, kasus gigitan hewan penular rabies turun beberapa tahun terakhir. Jumlah kasus gigitan pada 2019 mencapai 100.826 kasus, lalu turun menjadi 82.634 kasus pada 2020. Hingga Oktober 2021, ada 42.450 kasus gigitan hewan penular rabies.
Adapun cakupan vaksinasi antirabies ikut turun, yakni 67.625 vaksinasi (2019), 56.797 vaksinasi (2020), dan 30.776 vaksinasi (Oktober 2021). Jumlah kematian akibat rabies 105 kasus (2019), 40 kasus (2020), dan 40 kasus (Oktober 2021).
Sementara itu, Kemenkes mencatat ada 100-156 kematian per tahun akibat rabies. Pada 2017 hingga Oktober 2021, ada 381.281 kasus gigitan dan 407 kematian akibat rabies.
“Kami harap pemerintah Indonesia serius menanggapi situasi rabies,” ucap Guru Besar Bidang Ilmu Virologi dan Imunologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Suwarno pada diskusi daring yang digelar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Sabtu (20/11/2021). “Jika tidak ditangani serius, kematian pada manusia akan berjalan sepanjang waktu,” tambahnya.
Rabies adalah penyakit zoonosis—penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia—yang bisa diatasi dengan vaksinasi. Untuk mencapai kekebalan komunitas, cakupan vaksinasi ke hewan di suatu wilayah harus mencapai 70 persen. Namun, kata Suwarno, rata-rata cakupan vaksinasi di Indonesia masih sekitar 40 persen.
Salah satu kendala vaksinasi adalah anjing sulit ditangkap. Anjing menjadi target vaksinasi karena 98 persen kasus di Indonesia ditularkan oleh anjing, sementara dua persen lainnya oleh kera dan kucing.
Kendala lainnya adalah populasi anjing yang dinamis, lalu lintas hewan antarprovinsi atau antarnegara masih tinggi, serta konsumsi daging anjing. Selain itu, vaksinasi terkendala ketiadaan data pasti populasi anjing maupun hewan penular rabies.
Keberadaan anjing yang dilepasliarkan juga menyulitkan vaksinasi. Kondisi itu juga menghambat pengawasan lalu lintas hewan hingga pengendalian populasi.
Vaksinasi berperan penting untuk penanggulangan, pengendalian, dan pencegahan rabies. Vaksinasi rabies pada hewan bisa menghentikan penyebaran virus rabies. Sementara itu, vaksinasi pada manusia bisa menyelamatkan jiwa dari infeksi virus.
“Vaksinasi berperan penting untuk penanggulangan, pengendalian, dan pencegahan rabies. Vaksinasi rabies pada hewan bisa menghentikan penyebaran virus rabies. Sementara itu, vaksinasi pada manusia bisa menyelamatkan jiwa dari infeksi virus,” ucap Suwarno.
Ketua Umum PDHI Muhammad Munawaroh mengatakan, pemerintah belum serius menangani rabies. Padahal, Indonesia menargetkan bebas rabies pada 2030. Berkaca dari penanganan pandemi Covid-19, ia mendorong agar vaksinasi rabies juga digenjot.
“Rabies perlu ditangani secara serius. Jika tidak, ini hanya akan menjadi slogan,” katanya.
Pencegahan
Sekretaris Komite Rabies Flores Lembata Asep Purnama khawatir bahwa turunnya tingkat vaksinasi bakal berpengaruh ke lonjakan kasus rabies di masa depan. Selain vaksinasi ke hewan, orang-orang yang berisiko tinggi terinfeksi rabies perlu segera divaksinasi.
Orang-orang berisiko tinggi seperti dokter hewan, peneliti virus rabies, pekerjaan yang berkaitan dengan satwa, hingga orang yang hendak bepergian ke daerah endemik rabies. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Samsuridjal Dzauji mengingatkan bahwa vaksinasi harus dilakukan secara teliti.
Hingga kini, di Indonesia baru ada delapan provinsi yang bebas rabies. Mereka adalah Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Papua, dan Papua Barat.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Didik Budijanto, pemerintah mengembangkan e-Zoonosis, yaitu sistem unutk memantau dan mengevaluasi penyakit zoonosis. Ada tujuh penyakit yang dicatat sistem ini, salah satunya rabies.