Optimisme dalam Ketidakpastian
Tahun 2022 sudah di depan mata. Kasus Covid-19 yang turun dan cakupan vaksinasi yang terus meningkat tidak boleh membuat kita lengah karena pandemi belum berakhir. Semua orang wajib patuh akan protokol kesehatan.
Pandemi Covid-19 belum berakhir, hanya saja laju penyebarannya melambat. Banyak ahli yang memprediksi pandemi akan bergeser menjadi endemik pada tahun 2022. Lonjakan-lonjakan kasus masih mungkin sesekali terjadi, terutama pada populasi yang belum divaksin dan bersifat sporadis. Kehidupan pun akan kembali normal, bukan normal seperti sebelum pandemi tapi kenormalan baru dengan norma-norma baru.
Di akhir 2021, dua tahun setelah SARS-CoV-2 teridentifikasi, dunia telah berhasil mengembangkan sejumlah vaksin dan beberapa obat untuk melawan virus tersebut. Our World in Data mencatat, sedikitnya 51 persen populasi dunia telah menerima suntikan pertama vaksin Covid-19. Sebanyak 7,45 miliar dosis vaksin sudah disuntikkan di dunia dan setiap hari rata-rata 31,1 juta dosis diberikan. Airfinity, perusahaan informasi dan analitik sains, memperkirakan bahwa pada Juni 2022, produksi vaksin Covid-19 dunia akan mencapai 25 miliar dosis.
Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan per 16 November 2021 menunjukkan, jumlah penduduk yang sudah mendapatkan vaksin dosis lengkap mencapai 85,3 juta orang atau 40,9 persen dari sasaran vaksinasi. Angka ini sedikit melampaui anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan setiap negara setidaknya bisa memvaksinasi 40 persen populasi penduduknya pada akhir 2021.
Jika memperhitungkan warga dengan vaksinasi yang belum lengkap, baru satu dosis, maka jumlahnya ada 132 juta jiwa atau 63,38 persen sasaran.
Dengan capaian itu, pemerintah optimistis tahun depan pandemi di Indonesia akan relatif terkendali. ”Optimisme tahun depan jelas lebih besar daripada tahun lalu,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Sabtu (13/11/2021).
Optimisme tahun depan jelas lebih besar daripada tahun ini
Budi mengakui bahwa di awal-awal pandemi terjadi, butuh waktu 27 minggu untuk menyuntikkan 50 juta dosis pertama vaksin Covid-19. Selain karena belum banyak pilihan vaksin tersedia, langkah negara-negara maju untuk mengijon calon vaksin dan kebijakan penutupan wilayah di banyak negara membuat ketersediaan vaksin global terbatas.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bercerita, ketika itu mesin diplomasi Indonesia bergerak cepat menggunakan semua saluran baik bilateral maupun multilateral untuk mengamankan kebutuhan vaksin dalam negeri. Bahkan, tidak hanya itu, Indonesia juga berada di depan memperjuangkan kesetaraan vaksin global.
Baca juga: Indonesia Amankan Pasokan Vaksin dari Negara Sahabat
Ketika produksi dan distribusi vaksin mulai lancar, hanya butuh waktu seminggu untuk menyuntikkan 50 juta dosis vaksin kedua. Dengan laju vaksinasi yang terus meningkat, Budi optimis bahwa pada Maret 2022 nanti seluruh sasaran vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah bisa divaksin.
Seiring dengan pasokan vaksin yang mulai banyak masuk, obat antivirus yang mulai masuk Desember mendatang, vaksinasi untuk anak usia 6-11 tahun, dan opsi vaksinasi dosis ketiga (booster) untuk masyarakat umum, situasi tahun depan diyakini menjanjikan perbaikan.
Hal lain yang mengembuskan angin optimisme kepada pemerintah adalah pengalaman pandemi masa lalu. Menurut Budi, berkaca pada sejarah, umumnya pandemi akan melandai setelah melewati 2-3 kali gelombang puncak dan mulai mereda setidaknya dua tahun setelah terjadi. ”Pandemi akan landai sesudah puncak yang sangat tinggi. Ini sudah terjadi dengan varian Delta. Ini yang bikin kita optimis,” ujarnya.
Meski menyongsong tahun 2022 dengan penuh optimisme, kita juga patut mengingat bahwa sampainya Indonesia pada situasi pandemi yang terkendali saat ini diantar oleh tragedi yang penuh air mata dan kehilangan ribuan nyawa. Juni-Agustus 2021 adalah periode kelam bangsa Indonesia dalam pandemi Covid-19 sejauh ini. Rumah sakit dan tempat isolasi tak sanggup lagi menerima pasien Covid-19 sementara ambulans hilir mudik membawa pasien maupun jenazah korban Covid-19. Kabar duka dari pengeras suara masjid-masjid terdengar nyaris setiap hari.
Ketidakpastian
Kita boleh optimistis. Walau begitu, Budi menggarisbawahi bahwa optimisme yang ada jangan pula berlebihan. Masih banyak informasi soal Covid-19 yang tidak kita ketahui. Misalnya, kita tidak pernah tahu apakah nanti ada varian baru SARS-CoV-2 yang lebih ganas dari varian Delta atau tidak.
Kepercayaan diri berlebihan pada vaksinasi juga dapat menimbulkan euforia yang membuat kita lengah. Apa yang terjadi di Eropa saat ini menjadi pelajaran berharga, bahwa cakupan vaksinasi yang tinggi saja tidak menjadi jaminan pandemi bisa terkendali.
Selain itu, setelah berakselerasi beberapa waktu lalu, kecepatan vaksinasi juga mulai menurun. Tantangan mengejar warga yang belum divaksin saat ini lebih berat. Belum lagi vaksinasi kelompok rentan seperti lansia belum maksimal.
Baca juga: Euforia Vaksin Dalam Negeri
Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi, Selasa (16/11/2021), mengatakan, tantangan untuk mencapai 60 persen penduduk yang belum mendapatkan vaksin kian besar. Sebagian besar sasaran yang belum divaksin berada di daerah terpencil. Selain itu, masih ada penolakan dari masyarakat yang perlu segera diatasi.
”Tantangan saat ini berbeda dengan awal vaksinasi dilakukan yang lebih banyak menyasar daerah urban dan perkotaan. Sasaran kali ini banyak yang berada di daerah rural di perdesaan yang aksesnya lebih sulit,” katanya.
Belum lagi libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 sudah di depan mata. Berdasarkan pengalaman, lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia terjadi setelah libur panjang hari besar agama di mana mobilitas warga meningkat. Gelombang pertama pandemi, misalnya, terjadi pada November 2020 hingga mencapai puncaknya pada Februari 2021. Lalu gelombang kedua yang dipicu oleh varian Delta terjadi sejak awal Juni (sekitar dua minggu setelah Idul Fitri hingga pertengahan Juli 2021.
Baca juga: Cakupan Vaksinasi Lengkap Capai 40 Persen, Tantangan Perluasan Kian Besar
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menuturkan, capaian pengendalian pandemi Indonesia terkesan membaik. Namun, jika dilihat di tingkat kabupaten/kota ada sejumlah daerah yang menunjukkan tren kenaikan kasus. Respons daerah terhadap pandemi yang beragam juga bisa menentukan arah pandemi secara nasional.
Mutasi virus, euforia vaksinasi, lambatnya pencapaian target cakupan vaksinasi, kepatuhan akan protokol kesehatan yang mengendur, dan sistem kesehatan yang tidak berjalan akan menghadirkan ketidakpastian situasi pandemi tahun 2022.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, menambahkan, dinamika sosial politik di daerah juga bisa menyumbang ketidakpastian pandemi tahun depan. ”Banyak kepala daerah yang ingat rakyat saat pemilihan saja,” ujarnya.
Banyak vaksin yang tidak terdistribusi dari provinsi ke kabupaten/kota atau tidak dipakai hingga sebagian kedaluarsa. Sebelumnya, tidak sedikit juga daerah yang menyunat angka tes dan kematian warga akibat Covid-19 agar daerahnya tidak terlihat jelek. Belum lagi ada daerah yang menetapkan sendiri definisi kasus positif Covid-19 yang berbeda dengan sudah ditetapkan oleh WHO.
Gas dan rem
Pandu mengingatkan, meski optimistis, pemerintah ataupun masyarakat tidak boleh lengah. Semua pihak harus mampu beradaptasi dengan situasi yang sekejap bisa berubah. Ketika kasus kembali melonjak, kita harus mampu menyesuaikan diri dengan pemberlakuan pembatasan yang ketat kembali.
”Virus beradaptasi dengan mutasi. Sementara manusia cenderung sulit beradaptasi. Inginnya ada di zona nyaman walau tidak aman. Lepas masker karena kasus sudah menurun adalah contoh kecil sulitnya orang beradaptasi,” kata Pandu.
Baca juga: Dibayangi Ketidakpastian, Pelaku Usaha Waspadai Lonjakan Kasus
Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa KPC-PEN telah menyiapkan skenario ”gas dan rem” dalam merespons pandemi. Skenario ini berupaya menyeimbangkan antara kehidupan (aspek kesehatan) dan penghidupan (aspek pemulihan ekonomi).
Sebelum memasuki fase endemik tahun 2022, pemerintah bertekad untuk mengejar cakupan vaksinasi termasuk pada kelompok rentan, mengamankan kebutuhan vaksin dan obat, dan memperkuat fasilitas dan tenaga kesehatan.
Setelah semua kebutuhan itu terpenuhi maka aktivitas dan mobilitas dapat dibuka kembali dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Kasus Covid-19 mungkin masih fluktuatif tapi sifatnya sporadis, terjadi pada orang yang belum divaksin, dan relatif terkendali. Apabila terjadi lonjakan kasus maka strategi pembatasan (rem) kembali dijalankan.
Budi mengatakan, krisis yang dihadapi dunia saat ini adalah krisis kesehatan yang berdampak luas termasuk pada sektor ekonomi. Ini berbeda dengan dua krisis dunia sebelumnya di tahun 1998 dan 2008 yang berawal dari sektor ekonomi. Oleh karena itu, respons kebijakan yang mesti ditempuh sekarang adalah mengedepankan penanganan kesehatan terlebih dulu sebelum ekonomi. “Cari akar masalahnya dulu baru selesaikan,” ujarnya.
Menurut Budi, sekarang kesadaran akan pentingnya kesehatan sudah terbentuk. Sejauh apapun sektor ekonomi digenjot, tanpa penanganan masalah kesehatan (pandemi) yang memadai, ekonomi tetap sulit bangkit maksimal.
Itu sebabnya, Kemenkes menyiapkan protokol kesehatan dalam sektor perdagangan, transportasi, pariwisata, kantor/ pabrik, keagamaan, dan pendidikan. Protokol ini akan menjadi panduan masyarakat dalam beraktivitas dengan aman di tengah pandemi.
Momentum penguatan
Pandemi telah berdampak luas pada sendi-sendi kehidupan manusia. Tidak hanya sektor kesehatan, semua aspek kehidupan terpengaruh.
Dicky menyebutkan, di saat penyebaran Covid-19 mereda seperti sekarang adalah momentum yang tepat untuk memperkuat sistem pelayanan kesehatan Indonesia dan melakukan tes dan lacak yang lebih baik. Surveilans genomic juga penting dikerjakan untuk mendeteksi adanya hasil mutasi virus yang berbahaya.
Pandu menambahkan, respons pandemi yang sudah ada saat ini perlu dilembagakan agar bangsa ini mampu menghadapi kemungkinan pandemi di masa depan. Ini pula yang dilakukan negara-negara di dunia.
Di saat penularan Covid-19 menurun bukan cuma ekonomi yang perlu didorong, melainkan investasi bidang kesehatan pun harus menjadi fokus. Salah satunya, penguatan fungsi kesehatan publik di puskesmas dengan paradigma pencegahan dan proteksi.