Infeksi Mematikan yang Perlu Diwaspadai
Sepsis mengancam jiwa dan belum ada terapi emas untuk mengatasi. Para ilmuwan berupaya mengidentifikasi mekanisme sepsis dan mengembangkan obatnya.
Sepsis atau keracunan darah adalah respons ekstrem tubuh terhadap infeksi dan kondisi darurat medis yang mengancam jiwa. Hal ini terjadi ketika infeksi memicu reaksi berantai sehingga terjadi inflamasi atau peradangan di seluruh tubuh.
Infeksi yang menyebabkan sepsis paling sering dimulai di paru-paru, saluran kemih, kulit, atau saluran pencernaan. Tanpa pengobatan tepat waktu, sepsis dapat dengan cepat menyebabkan kerusakan jaringan, kegagalan berbagai organ vital, dan kematian. Covid-19 dengan gejala parah ditengarai identik dengan sepsis.
Baca juga: Covid-19 Memicu Pembekuan Darah
Gejala sepsis antara lain demam, menggigil, atau merasa sangat kedinginan, denyut jantung tinggi atau tekanan darah rendah, serta sesak napas. Penderita merasa sakit atau ketidaknyamanan yang luar biasa, berkeringat dan mengalami kebingungan atau disorientasi.
Malaria, infeksi pernapasan dan pencernaan adalah penyebab paling umum di negara berkembang.
Asosiasi Dokter Kanada, Januari 2017, menyatakan, sepsis terkait dengan 25-30 persen kematian di rumah sakit dan meningkat menjadi 40-50 persen pada pasien dengan komplikasi serta mereka yang di negara berpenghasilan rendah. Malaria, infeksi pernapasan dan pencernaan adalah penyebab paling umum di negara berkembang.
Upaya pencegahan sepsis sangat penting, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah, di mana fasilitas perawatan kesehatan dan sumber daya kurang memadai. Cara mencegah, dengan meningkatkan kebersihan, nutrisi, vaksinasi, juga pengobatan tepat waktu untuk hasil dan kualitas hidup penderita sepsis yang lebih baik.
Para ilmuwan terus mengidentifikasi mekanisme dasar dari sepsis dan mencari obat untuk mencegah kematian akibat sepsis.
Target molekuler
Sebuah tim yang dipimpin Meera Nair dan Adam Godzik dari Fakultas Kedokteran Universitas California, Riverside (UCR), Amerika Serikat, mengidentifikasi biomarker (petanda) molekuler, jalur, dan dinamika sel kekebalan yang terkait sepsis yang dapat menjadi target pengobatan untuk mencegah kondisi yang mengarah pada kematian.
Biomarker itu—protein CD52 dalam limfosit dan protein S100A9 yang terlibat dalam proses inflamasi—terdapat di semua sel darah tetapi diekspresikan dalam jumlah sangat besar pada penderita sepsis.
”Petanda ini ditemukan berubah secara unik dalam enam jam pada darah pasien dengan sepsis dan memengaruhi jalur seluler dalam sel kekebalan tertentu,” kata Nair, Guru Besar Ilmu Biomedis, seperti dikutip Science Daily, 29 September 2021. ”Peningkatan ekspresi CD52 dikaitkan dengan hasil yang baik, yakni mempromosikan aktivasi sel kekebalan pelindung. Sebaliknya, S100A9 menyebabkan sepsis fatal.”
Covid-19 memicu jalur molekuler yang identik dengan sepsis. ”Analisis lebih lanjut dari jalur ini dapat membantu kami mendiagnosis dan mengobati sepsis dan Covid-19,” katanya.
Baca juga: Protokol Kesehatan Penanganan Covid-19 Disusun
Dalam laporan yang diterbitkan di Journal of Leukocyte Biology, 24 September 2021, disebutkan, pada orang dengan sepsis, trombosit darah, yakni sel yang terlibat dalam aliran darah normal dan koagulasi, kehilangan fungsinya. Serupa pada pasien Covid-19. Jika fungsi trombosit dapat dipulihkan dengan menargetkan regulator utama dari proses ini, kelangsungan hidup pasien meningkat.
Peneliti bekerja sama dengan dokter di Rumah Sakit Universitas Riverside (RUHS) untuk mendapat sampel darah lima pasien dengan sepsis. Tim menganalisis sampel darah pada waktu nol dan enam jam kemudian sehingga didapat gambaran dalam dua titik waktu yang menunjukkan evolusi biomarker.
Sampel darah diproses pada alat pengurutan sel tunggal di UCR agar para peneliti memahami perilaku setiap sel. ”Kami menemukan bahwa banyak jenis sel berperilaku berbeda pada sepsis,” kata Xinru Qiu, mahasiswa pascasarjana dan penulis pertama makalah penelitian.
”Kami sedang menganalisis molekuler dari efek jangka panjang Covid-19 pada keseimbangan kekebalan tubuh,” kata Nair. ”Kami ingin melihat apakah temuan penelitian sepsis kami dapat berlaku untuk Covid-19.”
Sementara itu, dalam Blood edisi Maret 2020 dan dipresentasikan pada pertemuan tahunan Perhimpunan Hematologi Amerika (ASH) ke-61, tim peneliti Rumah Sakit Anak Philadelphia (CHOP) mengembangkan pengobatan baru untuk sepsis dengan meningkatkan perangkap ekstraseluler neutrofil penangkap bakteri (NET) tubuh agar lebih efektif menangkap bakteri, mencegah degradasi sistem tubuh, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Mereka memodifikasi KKO, antibodi yang menginduksi pembekuan darah, dan mengubah bagian antibodi yang berinteraksi dengan reseptor sel sehingga tidak mengaktifkan respons imun dan menyebabkan pembekuan darah. Antibodi ini berikatan dengan kompleks NET dan faktor trombosit 4 (PF4), protein yang dilepaskan oleh trombosit teraktivasi, yang menyebabkan NET mencegah degradasi dan meningkatkan kemampuan untuk menangkap bakteri.
”Intervensi tersebut meningkatkan kemampuan NET untuk menangkap bakteri sambil mencegah mereka melepaskan senyawa antibakteri yang dapat menyebabkan kerusakan organ, secara dramatis meningkatkan pembersihan bakteri serta kelangsungan hidup pada model tikus sepsis,” kata Kandace Golomp, peneliti di Divisi Hematologi CHOP dan penulis pertama makalah kepada Science Daily, 5 Maret 2020.
Baca juga: Cara Baru Obati Sepsis Dipelajari Melalui Kekebalan Anak-anak
Sejauh ini, terapi sepsis adalah antibiotik dan perawatan suportif. Hingga saat ini, tingkat kematian akibat sepsis masih tinggi.
Berdasarkan catatan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, sedikitnya 1,7 juta orang dewasa di AS mengalami sepsis, hampir 270.000 orang di antaranya meninggal. Satu dari tiga pasien yang meninggal di rumah sakit mengalami sepsis. Infeksi yang menyebabkan sepsis, dimulai di luar rumah sakit pada hampir 87 persen kasus.
Pengobatan dengan menargetkan NET, jaringan ekstraseluler DNA yang dilepaskan selama infeksi sebagai bagian dari respons inflamasi tubuh, diharapkan bersinergi dengan antibiotik untuk hasil lebih baik.
Terapi baru
Dalam laporam di eLife, 30 Desember 2016, Yasuhiro Ogawa dan kolega dari the International Institute for Integrative Sleep Medicine Universitas Tsukuba, Jepang, mendapatkan, injeksi subkutan dari neuropeptida orexin secara signifikan meningkatkan kelangsungan hidup tikus model sepsis yang menderita syok septik.
Orexin, yang ditemukan Masashi Yanagisawa dan kolega dari Universitas Tsukuba pada 1998, berperan penting dalam mengendalikan siklus tidur dan bangun, juga mengubah detak jantung dan suhu tubuh. Obat ini dinilai berpotensi menjadi agen terapi untuk syok septik.
Disebutkan, suntikan orexin dapat masuk ke otak karena peningkatan permeabilitas sawar darah-otak (blood-brain barrier) yang disebabkan oleh syok septik. Hal itu membantu tikus untuk bertahan hidup dan pulih dari syok dengan memulihkan suhu tubuh dan meningkatkan detak jantung. Didapatkan, orexin mengatur respons imun melalui berbagai jalur pensinyalan di otak. Penelitian terus dilakukan, termasuk pada primata, untuk aplikasi klinis di masa depan.
Sementara itu, Paul E Marik dan kolega dari Departemen Penyakit Dalam, Sekolah Kedokteran Eastern Virginia, AS, menetapkan, kombinasi pemberian intravena vitamin C, steroid (hidrokortison), dan tiamin (salah satu jenis vitamin B) efektif mencegah kegagalan organ progresif, mengurangi jumlah kematian akibat sepsis berat dan syok septik. Temuan itu dipublikasikan di jurnal Chest, 1 Juni 2017.
Pasien yang dirawat dengan terapi tersebut kondisinya meningkat jauh lebih cepat daripada pasien di kelompok kontrol. Selain itu, lebih cepat bebas dari alat bantu napas. Tingkat kematian juga jauh lebih rendah. Pada kelompok kontrol 40 persen pasien meninggal di rumah sakit dibandingkan 9 persen pada kelompok terapi.
Vitamin C adalah antioksidan penting untuk menjaga fungsi endotel dan aliran mikrosirkulasi. Sementara tiamin mengatasi defisiensi vitamin B yang bisa meningkatkan kematian akibat sepsis. Adapun kortikosteroid berfungsi sebagai anti radang.
Sementara menunggu obat yang lebih ampuh, sebagaimana dikemukakan Marik kepada Science Daily, 26 Juni 2017, sepsis bisa diatasi dengan kombinasi tiga obat murah dan tersedia dengan catatan keamanan dalam penggunaan klinis sejak tahun 1949.
Namun, tim peneliti lain dari AS, Jonathan E Sevransky dari Fakultas Kedokteran Universitas Emory dan kolega, dalam laporan di JAMA, Februari 2021, menyatakan, pada pasien kritis akibat sepsis, pengobatan dengan vitamin C, tiamin, dan hidrokortison tidak signifikan meningkatkan hari bebas ventilator dan vasopresor. Penelitian dilakukan pada 501 pasien. Uji coba dihentikan lebih awal karena dinilai tidak cukup kuat menghasilkan perbedaan secara klinis antara pasien dengan terapi dibandingkan pasien dengan plasebo.
Baca juga: Reaksi Kekebalan Tubuh yang Mematikan