Pandemi Covid-19 berdampak besar pada kondisi kesehatan jiwa masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Perlu intervensi menyeluruh menanganinya.
Oleh
TIM KOMPAS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Masalah ekonomi yang timbul akibat pandemi Covid-19 membuat sebagian masyarakat mengalami gangguan kesehatan mental. Kehilangan pekerjaan, pemotongan upah, kesulitan mendapat pekerjaan, dan ketidakpastian lainnya membebani psikologis warga.
“Cukup banyak rakyat Indonesia yang mengalami gangguan jiwa. Baik itu depresi, anxiety, bahkan yang lebih parah seperti skizofrenia. Umumnya, mereka kesulitan untuk memperoleh perawatan,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, lewat telekonferensi daring dalam perayaan Hari Kesehatan Jiwa se-Dunia yang tahun 2021 bertema “Mental Health in an Equal World” di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (10/10/2021).
Secara terpisah, Direktur Pusat Psikologi Terapan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Kristiana Haryanti, Sabtu (9/10/2021), mengatakan, meski tidak mengetahui data pastinya, jumlah warga yang konseling saat kasus Covid-19 melonjak pasca Lebaran 2021 lalu meningkat. Warga berkonsultasi seputar perasaan paranoid takut tertular Covid-19 saat keluar rumah, kehilangan anggota keluarga, hingga kehilangan pekerjaan karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Salah seorang yang mengalami gangguan kesehatan mental adalah Anty (23), desainer grafis. Ia merasakan emosi yang tidak stabil seperti murung seharian hingga tidak bersemangat.
Selama pandemi Covid-19, ia tiga kali pindah pekerjaan karena dirumahkan, pemutusan hubungan kerja, dan berhenti setelah kena pemotongan gaji 30 persen imbas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
"Pekerjaan tidak menentu sungguh melelahkan. Stres, jenuh di rumah saja, emosi jadi tidak stabil," kata Anty.
Menurut Kristiana, tingkatan awal dari gangguan kesehatan mental yakni rasa cemas. Apabila ada rasa cemas berlebihan, maka akan menjadi stres. Apabila stres berlebih, maka menjadi depresi. Saat depresi, maka perlu bantuan psikiater serta pemberian obat-obatan.
Psikiater yang juga President Federation of Asian Oceanian Neuroscience Societies (FAONS) Adhi Wibowo Nurhidayat mengatakan, tekanan yang dihadapi selama masa pandemi dapat memicu terjadinya gangguan kesehatan jiwa. Berbagai riset pun memprediksi akan ada lonjakan kasus gangguan jiwa dalam beberapa tahun ke depan. “Tsunami gangguan jiwa bisa terjadi dalam dua sampai tiga tahun ke depan. Dan saya meyakini itu,” ucap Adhi.
Hasil swaperiksa Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia pada lima bulan pandemi Covid-19 di Indonesia menunjukkan, dari 4.010 pengguna swaperiksa terdapat 64,8 persen pengguna yang mengalami masalah psikologis. Sebanyak 65 persen mengalami cemas, 62 persen mengalami depresi, dan 75 persen mengalami trauma.
Cukup banyak rakyat Indonesia yang mengalami gangguan jiwa. Baik itu depresi, anxiety, bahkan yang lebih parah seperti skizofrenia. Umumnya, mereka kesulitan untuk memperoleh perawatan
Masalah psikologis terbanyak ditemukan pada kelompok usia 17-29 tahun dan usia lebih dari 60 tahun. Satu dari lima orang memiliki pemikiran tentang lebih baik mati. Sebanyak 15 persen pengguna memikirkan lebih baik mati setiap hari dan 20 persen memikirkan hal tersebut beberapa hari dalam seminggu.
Kini, Adhi banyak menerima pasien dengan keluhan depresi akibat dampak ekonomi. Mereka tidak hanya dari kelompok ekonomi menengah ke bawah, tapi juga ekonomi menengah ke atas. Pandemi telah membuat masyarakat kehilangan sumber pendapatan. Ini belum lagi ditambah dengan kondisi yang tidak menentu. Sementara, tabungan atau simpanan yang dimiliki sudah mulai menipis. Padahal, beban biaya hidup tidak berkurang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi, depresi menjadi penyakit dengan jumlah yang paling banyak dialami masyarakat pada 2030. Depresi perlu menjadi perhatian serius karena beban yang diakibatkan bisa lebih besar dari penyakit lainnya, seperti penyakit paru kronis, gangguan jantung iskemik, diabetes, serta stroke. Dua kondisi kesehatan mental yang paling umum, yakni depresi dan kecemasan, menggerogoti ekonomi global sebesar 1 triliun dollar AS per tahun.
Budi mengatakan, akses sebagian masyarakat pada layanan kesehatan jiwa terbatas. Pihaknya mendorong agar akses layanan kejiwaan semakin dibuka seluas-luasnya sehingga aksesibilitas terhadap layanan kejiwaan semakin merata.(TAN/NCA/DIT/DAN/KOR/SKA)