Gelombang Ketiga Covid-19 Diprediksi Terjadi Awal Tahun 2022
Dari pola tahun lalu, peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia diprediksi bisa terjadi pada bulan Januari atau Februari 2022. Cakupan vaksinasi perlu ditingkatkan untuk mengurangi kematian akibat lonjakan kasus ini.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gelombang ketiga Covid-19 diprediksi masih bisa terjadi di Indonesia pada awal tahun 2022 menyusul pelonggaran status dan penerapan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat serta cakupan vaksinasi nasional yang masih rendah. Pemerintah perlu terus meningkatkan cakupan vaksinasi untuk mengurangi kematian akibat lonjakan kasus pada gelombang ketiga.
Ahli virologi dari Universitas Udayana, I Gusti Ngurah Kade Mahardika, mengemukakan, peningkatan kasus Covid-19 di setiap negara, termasuk Indonesia, pasti akan terjadi. Namun, dampak kematian dari gelombang ketiga bisa diminimalkan dengan cakupan vaksinasi yang tinggi. Vaksinasi ini dapat menekan kematian akibat Covid-19, tetapi tidak mencegah transmisi atau penularan dalam suatu komunitas.
”Dari pola tahun lalu, peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia diprediksi bisa terjadi pada bulan Januari atau Februari 2022. Namun, karena sudah ada daerah yang cakupan vaksinasinya mencapai di atas 70 persen, seharusnya tekanan pada rumah sakit tidak akan sebesar tahun ini,” ujarnya dalam diskusi secara daring, Kamis (30/9/2021).
Menurut Mahardika, virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 mudah berubah dan bermutasi karena mempunyai sistem untuk menduplikat gen bernama RNA polymerase. Virus ini juga cenderung lebih stabil dibandingkan dengan virus RNA lain seperti HIV dan influenza.
Kementerian Kesehatan pernah mengatakan ada potensi terjadi gelombang ketiga karena PPKM dilonggarkan dan cakupan vaksinasi kita masih rendah.
”Virus ini kemudian bermutasi menjadi beberapa varian, mulai dari Alpha, Beta, Delta, Gamma, hingga Mu di Amerika Selatan. Namun, saat ini varian Delta yang masih sangat dominan sekitar 98 persen, sedangkan Mu di bawah 1 persen dari virus yang bersirkulasi di dunia. Padahal, varian Mu lebih dulu muncul dibandingkan dengan Delta,” tuturnya.
Mahardika menjelaskan, hasil kajian dari berbagai pihak memang terdapat indikasi bahwa varian Mu dapat mengubah daya tular dan antibodi. Akan tetapi, seluruh vaksin yang telah dibuat masih memiliki kecenderungan untuk melawan semua varian tersebut.
Mahardika menilai semua protokol kesehatan yang ditetapkan, mulai dari memakai masker, menjaga jarak, hingga mencuci tangan, sudah sangat efektif untuk mencegah penularan Covid-19. Oleh karena itu, kedisiplinan masyarakat dan ketegasan pemerintah dalam menerapkan kebijakan memegang peranan penting untuk mengatasi pandemi.
Ketua Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan menegaskan, potensi lonjakan kasus kembali akan selalu ada. Berkaca dari gelombang kedua dan analisis dari para ahli, sudah sepatutnya semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, dapat mengantisipasi potensi lonjakan kasus ini.
”Angka kasus harian kita memang sudah ada penurunan, tetapi hal ini jangan membuat kita terlena dan lengah. Sebab, situasi pandemi belum sepenuhnya teratasi. Bahkan, Kementerian Kesehatan pernah mengatakan ada potensi terjadi gelombang ketiga karena PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) dilonggarkan dan cakupan vaksinasi kita masih rendah,” ujarnya.
Selain lonjakan kasus, Erlina juga memandang bahwa potensi virus untuk melakukan mutasi akan selalu ada ketika telah menemukan inangnya. Namun, semua varian baru dapat dicegah dengan menerapkan protokol kesehatan. Seluruh intervensi tersebut juga harus diimbangi dengan cakupan vaksinasi yang sangat luas.
Penerapan protokol kesehatan tidak hanya ditujukan bagi masyarakat yang belum pernah terpapar Covid-19, tetapi juga para penyintas. Secara teori, para penyintas memang akan memiliki antibodi yang memberikan kekebalan terhadap Covid-19. Akan tetapi, antibodi yang terbentuk ini seiring berjalannya waktu akan menurun.
”Dalam kondisi tersebut, para penyintas akan berpotensi terpapar Covid-19 kembali jika tidak menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Pertahanan tubuh manusia pada akhirnya juga akan tembus apabila virusnya terlalu banyak,” tuturnya.
Menurut Erlina, kondisi pandemi Covid-19 saat ini masih sangat dinamis karena jenis penyakit ini masih baru dan keterbatasan pengetahuan. Hal ini membuat protokol kesehatan, terutama penggunaan masker, diprediksi masih akan terus diterapkan ke depan.