Deteksi Dini Kanker Hati untuk Tingkatkan Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup pasien kanker hati bisa ditingkatkan jika penyakit diobati sejak awal. Deteksi dini pun menjadi krusial.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Angka harapan hidup pasien kanker hati akan semakin baik apabila penyakit dapat dideteksi sejak dini. Kelompok berisiko, antara lain, yang memiliki kelainan fungsi hati dan menderita hepatitis, didorong untuk memeriksakan diri minimal enam bulan sekali.
Menurut data Global Cancer Conservatory (Globocan) 2018, saat ini ada 18,1 juta penderita kanker di Indonesia dengan 9,6 juta kematian. Data Globocan 2020 menunjukkan bahwa kanker hati termasuk lima besar jenis kanker terbanyak yang dialami orang Indonesia, baik lelaki maupun perempuan. Adapun kanker hati lebih banyak dialami laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan sekitar tiga banding satu.
Kanker hati dapat bermula dari berbagai penyakit hati kronis, seperti hepatitis B, hepatitis C, dan penyakit hati akibat konsumsi alkohol. Hati kemudian akan mengalami sirosis atau kerusakan kronis, kemudian berkembang menjadi kanker.
Menurut Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) Irsan Hasan, banyak pasien yang tidak sadar mengalami hepatitis maupun kanker hati. Pasien baru datang berobat setelah menderita kanker stadium lanjut. Ini karena penderita umumnya tidak merasakan gejala di stadium awal.
Sebagian besar dari mereka tidak sadar akan penyakitnya sehingga risiko terhadap kanker hati meningkat.
”Mayoritas pasien tidak sadar mengidap hepatitis. Ada pula pasien yang tahu, tapi tidak melakukan screening (penapisan) berkala,” kata Irsan pada diskusi daring, Selasa (28/9/2021).
Irsan mengatakan, kanker hati perlu menjadi perhatian bersama mengingat penderita hepatitis di Indonesia cenderung tinggi. Setidaknya satu dari sepuluh orang Indonesia menderita hepatitis. Namun, sebagian besar dari mereka tidak sadar akan penyakitnya sehingga risiko terhadap kanker hati meningkat.
Dokter spesialis patologi klinik RS Kanker Dharmais Agus Susanto Kosasih mengatakan, sebesar 80-90 persen kanker hati berkembang dari sirosis hati. Sekitar 15 persen kasus kanker hati berkembang tanpa sirosis sebelumnya.
Adapun keterlambatan menangani hepatitis hingga kanker hati akan berpengaruh terhadap pengobatan. Pasien yang berobat lebih awal punya peluang sembuh lebih baik. Selain itu, angka harapan hidup dan kualitas hidup pasien cenderung lebih tinggi pada pasien stadium awal dibandingkan stadium lanjut.
”Bagi pasien yang didiagnosis pada tahap akhir, kelangsungan hidup lima tahunnya kurang dari lima persen. Sementara itu, tingkat kelangsungan hidup lima tahun untuk pasien tahap awal 40-70 persen,” tutur Agus. ”Di negara-negara Asia hanya 20-30 persen yang didiagnosis pada tahap awal.”
Pasien kanker hati Evy Rachmad (68) mengatakan, ia didiagnosis hepatitis C dan kanker hati tipe 2B pada 2018. Sebelumnya, ia tidak merasakan gejala tertentu atau sakit pada tubuhnya.
Ia mendorong agar publik cermat memperhatikan kondisi tubuh, segera memeriksakan diri ke dokter apabila ada masalah kesehatan, dan hidup sehat. Ia juga berharap agar pemerintah menyediakan akses terhadap informasi dan pengobatan kanker hati bagi publik.
Pengobatan
Imunoterapi menjadi salah satu opsi pengobatan bagi pasien kanker hati yang menyediakan hasil lebih baik dibanding opsi pengobatan sebelumnya, seperti kemoterapi dan konsumsi obat sorafenib. Imunoterapi ialah terapi dengan meningkatkan daya tahan tubuh pasien. Cara ini telah terbukti efektif.
Ada pula terapi dengan kombinasi obat atezolizumab dan bevacizumab. Obat ini telah disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk mengobati pasien kanker hati pada Mei 2020. Eropa juga telah menyetujui penggunaan obat ini.
Sementara itu, kata Irsan, kedua obat ini sudah dimasukkan pada daftar lini pertama terapi kanker hati di Indonesia. Penggunaan obat pun sudah disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Agus menambahkan, untuk mencegah risiko kanker hati, orang yang berisiko perlu memeriksakan diri minimal enam bulan sekali. Pemeriksaan bisa dengan ultrasonografi (USG) hati, pengukuran AFP (Alfa Feto Protein), dan PIVKA II. Kombinasi antara PIVKA II dan AFP menghasilkan akurasi diagnosis yang tinggi, yakni 73 persen.
Kepala Subdirektorat RS Pendidikan Kementerian Kesehatan Else Mutiara Sihotang mengatakan, pemerintah memberikan perhatian terhadap pelayanan penyakit kanker. Kanker kini menjadi salah satu dari enam layanan unggulan Kemenkes. Artinya, penanganan kanker akan diprioritaskan selama lima tahun ke depan. Selain kanker, penanganan penyakit lain yang diprioritaskan adalah penyakit jantung, ginjal, ibu dan anak, serta stroke.
”Kami saat ini sedang memetakan pelayanan di fasilitas layanan kesehatan, baik rumah sakit pemerintah maupun swasta,” ucap Else.
Sementara itu, Presiden Direktur Roche Indonesia Ait-Allah Mejri mengatakan, kebijakan dari pemerintah Indonesia diperlukan agar layanan penanganan kanker bisa diakses semua orang. Kerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan juga penting agar penanganan kanker hati di Indonesia komprehensif dan optimal.