Pemeriksaan Berkala di Laboratorium Pastikan Keamanan Air Minum
Masyarakat tidak hanya berhak akan sumber air minum yang layak, tetapi juga aman. Konsumsi air minum yang tidak akan aman berisiko menimbulkan penyakit.
Oleh
ZAID WAHYUDI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setiap orang berhak atas akses air minum yang aman. Untuk memastikan keamanannya, air minum perlu dicek berkala di laboratorium guna memastikan air tersebut bebas berbagai bakteri, memiliki kandungan kimiawi dan radioaktif, serta mempunyai parameter fisik dalam batas tertentu.
Hingga 2020, hanya 11,9 persen penduduk Indonesia yang mampu memiliki akses air minum yang aman. Karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama memenuhi kebutuhan dasar tersebut demi menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Selama ini, penilaian air minum masyarakat masih didasarkan atas kondisi fisik air, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Itu adalah kriteria air minum yang layak. Meski layak, air itu belum tentu aman.
”Air minum harus aman karena anak di daerah kumuh tanpa akses air minum aman 1,3 kali lebih rentan mengalami stunting atau tengkes (Kementerian Kesehatan, 2018). Selain itu, air minum dan sanitasi yang aman mengurangi indeks risiko penyakit sebesar 0,39 (WHO, 2020),” kata Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Josaphat Rizal Primana di Jakarta, Selasa (21/9/2021).
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kartini Rustandi menambahkan, air bersih dan air minum berpengaruh besar dalam menjaga kesehatan ibu dan anak. Kasus diare serta berbagai infeksi pada anak dan ibu hamil dapat ditekan hingga mengurangi risiko tengkes pada anak.
”Pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi intervensi sensitif yang dilakukan kementerian dan lembaga lain serta masyarakat,” katanya. Selain air bersih dan air minum, ketersediaan jalan, pangan, hingga pengentasan kemiskinan juga berpengaruh besar dalam capaian derajat kesehatan masyarakat.
Survei Sosial Ekonomi Nasional 2020 Badan Pusat Statistik menunjukkan 90,2 persen penduduk Indonesia sudah memiliki akses air minum layak. Dari jumlah tersebut, 20,7 persennya berupa air perpipaan dan 69,5 persennya bukan air perpipaan, baik berupa sumur dangkal, sungai, air tadah hujan, maupun air eceran yang dijual pedagang keliling.
Berbagai sumber air minum itu memiliki risiko pencemaran yang beragam. Pada sumur dangkal di permukiman padat penduduk, air minum rentan terkontaminasi bakteri Escherichia coli akibat jarak antara sumur dan septic tank yang tidak ideal. Bakteri ini bisa memicu diare, sakit perut, demam dan berbagai infeksi lain.
Meski akses terhadap air minum layak tinggi, nyatanya hanya 11,9 persen penduduk yang memiliki akses air minum aman. Air kemasan memang memiliki tingkat keamanan yang baik, tetapi tidak semua orang bisa menjangkaunya. Air isi ulang yang menjadi andalan sebagian masyarakat perkotaan, nyatanya dari berbagai studi, memiliki kandungan bakteri E coli yang lebih tinggi dari air perpipaan.
Air minum harus aman karena anak di daerah kumuh tanpa akses air minum aman 1,3 kali lebih rentan mengalami stunting atau tengkes
Di sisi lain, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Diana Kusumastuti mengatakan, terbatasnya akses air minum aman juga berdampak pada lingkungan, yaitu eksploitasi air tanah sebagai sumber air baku. Eksploitasi itu mengakibatkan turunnya permukaan air tanah, seperti yang terjadi di Jakarta yang mengalami penurunan tanah antara 10-12 sentimeter per tahun.
Namun upaya meningkatkan akses air minum masyarakat yang layak dan aman itu tidaklah mudah. Menurut Diana, untuk mencapai cakupan universal atau 100 persen air minum layak dan 15 persen cakupan air minum aman sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasioanl 2020-2024 cukup menantang.
Selain itu, Tujuan Keenam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 2030 mengingatkan pentingnya memastikan akses air bersih dan sanitasi layak untuk semua. Indonesia yang telah berkomitmen untuk mencapai berbagai target SDGs itu harus melakukan berbagai usaha demi menjamin tidak ada seorang pun yang tertinggal dalam pembangunan, termasuk dalam mengakses minum yang aman.
”Ini tantangannya besar mengingat tren peningkatan akses air minum selama lima tahun terakhir hanya 0,5 persen per tahun,” kata Diana. Penyediaan air minum perpipaan relatif tidak mengalami kenaikan.
Karena itu, untuk mencapai berbagai target penyediaan air minum layak dan aman, pemerintah meluncurkan peta jalan Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) 2021-2025, Selasa kemarin. RPAM merupakan penyelenggaraan pengamanan air minum berbasis risiko dari hulu ke hilir untuk menjamin keamanan air minum mulai dari sumber, proses produksi, hingga sampai ke masyarakat konsumen. Risiko yang ada di setiap rantai pasok diidentifikasi, diveriifkasi dan divalidasi secara berkala untuk menjamin keamanan air yang dikonsumsi masyarakat.
RPAM sebenarnya sudah diinisiasi sejak 2011 namun belum optimal pelaksanaannya. Salah satu upaya optimaliasai RPAM 2021-2025 itu, lanjut Josaphat, adalah dengan komitmen dan dukungan pendanaan program hingga upaya menjamin keterjangkauan, kontinuitas, kuantitas dan kualitas air minum aman benar-benar bisa diwujudkan.
Diana menambahkan keterbatasan anggaran dan pemfokusan kembali anggaran guna penanganan pandemi Covid-19 membuat pembiayaan penyediaan akses air minum layak dan aman tidak bisa bergantung pada anggaran negara. Selain pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan masyarakat perlu terlibat karena penyediaan sarana dan prasarana air minum aman juga jadi keharusan dan tanggung jawab pemerintah daerah.
Pemerintah daerah
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Hari Nur Cahya Murni berharap pemerintah daerah memastikan kegiatan yang terkait penyediaan air minum layak dan aman tercakup dalam perencanaan dan penganggaran di setiap daerah. Gubernur juga perlu mengawasi perencanaan dan penganggaran penyediaan air minum tersebut di setiap kabupaten dan kota di wilayahnya.
Direktur USAID Indonesia Ryan Washburn mengatakan, USAID akan terus mendukung pemerintah Indonesia dalam meningkatkan akses air bersih dan sanitasi yang aman serta memastikan berbagai upaya yang diambil tangguh terhadap dampak perubahan iklim. USAID akan bermitra dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memperluas pasar bagi sektor swasta dan dunia usaha guna mempercepat penyediaan layanan air dan sanitasi, khususnya bagi penduduk miskin dan rentan.
”Aksi nyata ini akan memastikan bahwa generasi yang akan datang memiliki kualitas hidup yang lebih baik,” katanya.