Covid-19 Berevolusi Menjadi Lebih Mudah Menular di Udara
Virus penyebab Covid-19 dari varian Alfa, strain dominan yang beredar pada saat penelitian dilakukan, menyebabkan 43-100 kali lebih banyak virus ke udara daripada orang yang terinfeksi dengan jenis virus awal dari Wuhan.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Virus korona baru penyebab Covid-19 menunjukkan telah berevolusi menjadi lebih menular di udara. Orang yang terinfeksi virus penyebab Covid-19 mengembuskan virus menular dalam napas mereka dan penggunaan masker kain dan masker medis bisa mengurangi jumlah virus di udara hingga separuhnya.
Studi oleh para peneliti dari University of Maryland School of Public Health (UMD SPH) ini dipublikasikan di Clinical Infectious Diseases pada Selasa (14/9/2021). Dalam kajian ini ditemukan, mereka yang terinfeksi varian Alfa, strain dominan yang beredar pada saat penelitian dilakukan, menyebabkan 43-100 kali lebih banyak virus ke udara daripada orang yang terinfeksi dengan jenis virus awal dari Wuhan.
”Studi terbaru kami memberikan bukti lebih lanjut tentang pentingnya penularan melalui udara,” kata D Don Milton, profesor kesehatan lingkungan di UMD SPH.
Milton mengatakan, varian Delta yang beredar sekarang bahkan lebih menular daripada varian Alfa. ”Penelitian kami menunjukkan bahwa variannya terus menjadi lebih baik dalam perjalanan melalui udara, jadi kita harus menyediakan ventilasi yang lebih baik dan memakai masker yang ketat, selain vaksinasi, untuk membantu menghentikan penyebaran virus,” katanya.
Virus korona dapat berada di napas yang Anda embuskan dan menggunakan masker mengurangi kemungkinan Anda menulari orang lain.
Kajian ini menemukan, jumlah virus di udara yang berasal dari infeksi varian Alfa sebanyak 18 kali lebih banyak daripada yang yang ditemukan dalam usap hidung dan air liur. Salah satu penulis utama, mahasiswa doktoral di UMD SPH, Jianyu Lai, menjelaskan, ”Kita sudah tahu bahwa virus dalam air liur dan usap hidung meningkat pada infeksi varian Alfa. Virus dari hidung dan mulut dapat ditularkan melalui semprotan tetesan besar di dekat orang yang terinfeksi. Namun, penelitian kami menunjukkan bahwa virus dalam aerosol yang diembuskan semakin meningkat.”
Temuan tentang peningkatan besar jumlah virus di udara dari infeksi Alfa ini terjadi sebelum varian Delta tiba dan menunjukkan bahwa virus berkembang menjadi lebih baik dalam perjalanan melalui udara.
Untuk menguji apakah masker bekerja dalam memblokir virus agar tidak menular di antara orang-orang, penelitian ini mengukur seberapa banyak SARS-CoV-2 yang dihirup ke udara. Penelitian juga menguji seberapa sedikit virus yang diembuskan oleh orang yang sakit Covid-19 ke udara setelah memakai masker kain atau masker bedah.
Hasilnya, masker secara signifikan mengurangi partikel yang mengandung virus di udara di sekitar orang dengan Covid-19 hingga sekitar 50 persen. Namun, masker kain yang longgar dan masker bedah tidak menghentikan virus menular masuk ke udara.
Salah satu penulis Jennifer German mengatakan, ”Pesan yang dapat diambil dari makalah ini adalah bahwa virus korona dapat berada di napas yang Anda embuskan dan menggunakan masker mengurangi kemungkinan Anda menulari orang lain.”
Ini berarti bahwa pendekatan berlapis dibutuhkan dalam pengendalian Covid-19 , meliputi perbaikan ventilasi, peningkatan filtrasi, masker yang pas, selain vaksinasi.
Prioritas vaksin
Riset terpisah dari para peneliti Center for Business Intelligence & Data Analytics di University of Technology Sydney (UTS) di jurnal Vaccine menemukan, persetujuan pemerintah terhadap vaksin yang aman dan efektif melawan Covid-19 merupakan pendorong terbesar penggunaan vaksin. Faktor kedua dalam daftar motivasi yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah persepsi efektivitas vaksin untuk melindungi orang lain di masyarakat.
Sebaliknya, dua faktor utama yang membuat orang enggan melakukan vaksinasi adalah kepercayaan bahwa mereka dapat memperoleh manfaat dari orang lain yang telah mendapat vaksin tanpa harus diimunisasi sendiri dan adanya keyakinan konspirasi tentang vaksinasi.
Studi ini mengambil sampel lebih dari 4.300 responden di Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris, dan menemukan 11 faktor adalah pemungkin/pendukung (enabler) dan hambatan untuk vaksinasi Covid-19. ”Studi ini menawarkan wawasan yang kuat untuk meningkatkan cakupan vaksinasi,” kata Wakil Direktur Center for Business Intelligence & Data Analytics UTS Paul Burke, yang memimpin kajian.
Faktor lain yang mendorong penerimaan vaksin adalah minimnya efek samping yang dirasakan dari vaksin Covid-19. Selain itu, persepsi efektivitas vaksinasi Covid-19 untuk individu dan ketersediaan vaksin. Persepsi keparahan penyakit untuk orang lain juga bisa meningkatkan penerimaan.