Covid-19 Melandai, Pintu Masuk Negara Tetap Diperketat
Kasus penularan Covid-19 di Indonesia mulai melandai dan tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit lebih terkendali. Meski demikian, antisipasi lonjakan kasus tetap disiapkan.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Tingkat penularan Covid-19 yang mulai melandai dapat dilihat dari jumlah penambahan kasus baru sebanyak 14,7 kasus per 100.000 penduduk per minggu, tingkat rawat inap rumah sakit 7,35 kasus per 100.00 penduduk per minggu, dan tingkat kematian 1,19 kasus per 100.000 penduduk per minggu. Selain itu, rasio kasus positif (positivity rate) saat ini mencapai 4,23 persen. Jumlah ini sudah di bawah ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni di bawah lima persen.
“Karena tekanan di rumah sakit sudah mulai menurun, strategi kita saat ini akan ditekankan pada sisi hulu. Kita perkuat untuk testing, tracing, dan isolasi. Upaya tracing juga harus diperkuat terutama di pintu-pintu masuk negara untuk mencegah masuknya varian baru dari Covid-19,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI di Jakarta, Senin (13/9/2021).
Penguatan di pintu masuk negara diperlukan untuk mengantisipasi lonjakan kasus akibat penularan varian baru Covid-19 dari luar negeri. Antisipasi tersebut utamanya pada varian virus yang masuk dalam kategori variant of interest dari WHO, yaitu varian Lambda dan Mu. Kedua varian virus ini dikhawatirkan memiliki kemampuan menghindari sistem imun tubuh sehingga efektivitas vaksin akan menurun.
Menurut Budi, jumlah pintu masuk negara yang dibuka akan dibatasi, baik jalur darat, laut, maupun udara. Selain memberlakukan kewajiban karantina minimal delapan hari, ketentuan entry test dan exit test juga ditetapkan.
Hal ini penting agar kejadian masuknya virus varian baru tidak terulang kembali. “Kemarin kita agak kebobolan menjaga di sisi laut sehingga banyak kapal pengangkut barang yang masuk dan awak kapalnya turun yang ternyata membawa virus varian Delta,” kata dia.
Antisipasi juga dilakukan dengan memastikan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, oksigen, serta infrastruktur kesehatan lainnya. Stok obat Covid-19 sekarang diperkirakan cukup hingga akhir September 2021.
Terkait vaksinasi, hingga saat ini jumlah penduduk yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis kedua atau dosis lengkap sebanyak 42,3 juta orang. Jumlah ini baru 20,3 persen dari target yang harus dicapai.
Pemerintah telah menyiapkan strategi penanganan Covid-19 pada 2022, yakni strategi dengan situasi endemi dan situasi lonjakan kasus. Untuk strategi skenario situasi endemi, testing akan ditargetkan mencapai 28 juta orang dan pada skenario lonjakan kasus mencapai 58 juta orang. Sedangkan, untuk perawatan dan isolasi, persentase perawatan yang harus tersedia sebesar 20 persen dari kasus penularan dan persentase isolasi sebesar 80 persen dari kasus penularan.
“Untuk pengadaan vaksinasi pada 2022 akan diperkuat dengan vaksin dalam negeri. Kita juga sudah berencana untuk melakukan suntikan ketiga. Namun, untuk pembiayaan yang ditanggung pemerintah hanya pada masyarakat yang masuk dalam golongan penerima bantuan iuran,” ujar Budi.
Vaksinasi Covid-19 di Jawa Barat yang menyasar 37,9 juta orang ditargetkan rampung akhir Desember 2021. Namun, kurang dari empat bulan waktu tersisa, capaiannya baru 31,95 persen untuk dosis pertama dan 16,49 persen untuk dosis kedua. ”Kalau perhitungannya hanya di 180.000 per hari, selesainya di Juli 2022,” ujar Ketua Divisi Percepatan Vaksinasi Satgas Penanganan Covid-19 Jabar Dedi Supandi.
Untuk mengejar target itu, Pemprov Jabar telah meminta suplai 15 juta dosis vaksin per bulan dari pemerintah pusat. Namun, permintaan itu belum terealisasi.
Hingga saat ini, daerah dengan cakupan vaksinasi dosis kedua tertinggi yaitu DKI Jakarta (68,8 persen), Bali (53,6 persen), dan Kepulauan Riau (32,0 persen). Sementara daerah dengan cakupan terendah, yaitu Lampung (7,8 persen), Nusa Tenggara Barat (9,1 persen), dan Sumatera Barat (9,4 persen).
Studi terbaru Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menunjukkan, orang yang tidak divaksinasi 4,5 kali lebih mungkin terinfeksi Covid-19, 10 kali lebih membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan 11 kali lebih mungkin meninggal dunia. Studi ini melacak lebih dari 600.000 kasus Covid-19 di 13 negara bagian dari bulan April hingga pertengahan Juli saat varian Delta mulai melonjak.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, dalam situasi pandemi yang sedang menurun, aparatur dan masyarakat tetap perlu waspada.”Jangan euforia dengan mengabaikan atau melanggar protokol sehingga meningkatkan risiko penularan kembali,” ujarnya.(TAN/AIK/TAM/RTG/BRO/WKM)