Mari Perbanyak Berdiri agar Insulin Tetap Sensitif
Memperbanyak waktu untuk berdiri membantu menjaga metabolisme tubuh, yaitu membuat hormon insulin tetap sensitif. Ini sangat penting membantu mencegah penyakit kronis.
Oleh
Ichwan Susanto
·3 menit baca
Permasalahan metabolisme tubuh terkait hormon insulin yang dihasilkan pankreas berhubungan dengan sejumlah penyakit, termasuk ”penyakit gula” atau diabetes tipe 2. Hasil penelitian terbaru menunjukkan hubungan antara kebiasaan berdiri dan sensitivitas insulin. Intinya, berdiri lebih sering dapat membantu mencegah penyakit kronis.
Insulin merupakan hormon kunci dalam metabolisme energi dan pengaturan gula darah. Fungsi insulin normal dalam tubuh dapat terganggu salah satunya karena kelebihan berat badan yang menyebabkan penurunan sensitivitas insulin dan peningkatan risiko diabetes tipe 2 serta penyakit kardiovaskular.
Dalam sebuah studi kolaboratif di Finlandia dari Turku Positron Emission Tomography (PET) Center di University of Turku serta lembaga Urho Kaleva Kekkonen (UKK), para peneliti memperhatikan bahwa berdiri dikaitkan dengan sensitivitas insulin yang lebih baik. Oleh karena itu, meningkatkan waktu berdiri harian dapat membantu mencegah penyakit kronis.
Diabetes tipe 2 merupakan salah satu penyakit gaya hidup yang paling umum di seluruh dunia dan onsetnya (awal kemunculan penyakit) biasanya didahului oleh gangguan sensitivitas insulin, yaitu resistensi insulin. Ini mengacu pada keadaan di mana tubuh tidak bereaksi terhadap insulin secara normal dan kadar glukosa darah meningkat.
Peningkatan persentase lemak tubuh merupakan faktor yang lebih penting dalam hal sensitivitas insulin daripada aktivitas fisik, kebugaran, atau jumlah waktu yang dihabiskan untuk duduk.
Gaya hidup memiliki dampak yang kuat pada resistensi insulin dan perkembangan diabetes tipe 2, serta aktivitas fisik secara teratur diketahui memiliki peran penting dalam pencegahan masalah ini. Namun, sejauh ini, sedikit yang diketahui tentang dampak dari perilaku menetap, istirahat dalam posisi duduk, dan berdiri terhadap resistensi insulin.
Dalam studi tersebut, para peneliti menyelidiki hubungan antara resistensi insulin dan perilaku menetap, terutama aktivitas fisik dan kebugaran pada orang dewasa usia kerja yang tidak aktif dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Dalam studi yang diterbitkan Journal of Science and Medicine in Sport, pada 14 Agustus 2021, para peneliti mengamati bahwa berdiri dikaitkan dengan sensitivitas insulin yang lebih baik, terlepas dari jumlah aktivitas fisik harian atau waktu duduk, tingkat kebugaran, atau kelebihan berat badan.
”Hubungan ini belum pernah ditunjukkan sebelumnya. Temuan ini lebih lanjut mendorong penggantian sebagian waktu duduk setiap hari dengan berdiri, terutama jika rekomendasi aktivitas fisik tidak terpenuhi,” kata Taru Garthwaite, kandidat doktor dari Universitas Turku, peneliti utama riset ini, pada siaran pers University of Turku, 10 September 2021.
Komposisi tubuh
Studi ini juga menekankan pentingnya komposisi tubuh yang sehat terhadap kesehatan metabolisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan persentase lemak tubuh merupakan faktor yang lebih penting dalam hal sensitivitas insulin daripada aktivitas fisik, kebugaran, atau jumlah waktu yang dihabiskan untuk duduk. Berdiri, di sisi lain, dikaitkan dengan sensitivitas insulin secara independen, terlepas dari komposisi tubuh.
”Olahraga secara teratur diketahui bermanfaat bagi kesehatan. Tampaknya aktivitas fisik, kebugaran, dan perilaku menetap juga terkait dengan metabolisme insulin, tetapi secara tidak langsung, melalui pengaruhnya terhadap komposisi tubuh,” kata Taru Garthwaite.
Efek kausal belum dapat diprediksi berdasarkan penelitian ini. Namun, menurut Garthwaite, hasilnya menunjukkan bahwa meningkatkan waktu berdiri setiap hari dapat membantu dalam pencegahan penyakit gaya hidup jika rekomendasi aktivitas fisik tidak terpenuhi.
Selanjutnya, para peneliti akan menyelidiki kaitan perubahan dalam aktivitas sehari-hari dan aktivitas menetap berdampak pada faktor risiko penyakit kardiovaskular dan metabolisme serta metabolisme. Ini dilakukan dengan membandingkan dua kelompok dalam studi intervensi dengan durasi yang lebih lama.
”Tujuan kami adalah untuk mempelajari apakah mengurangi waktu duduk setiap hari selama satu jam berdampak pada metabolisme energi dan akumulasi lemak di hati dan seluruh tubuh, misalnya, selain sensitivitas insulin dan regulasi gula darah,” kata Garthwaite.
Di Indonesia, angka prevalensi diabetes kini 10,9 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan angka prevalensi dunia pada 2019, yakni 9,3 persen. Adapun prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Riset Kesehatan Dasar oleh Kemenkes, prevalensi diabetes pada 2013 dan 2018 adalah 6,9 persen dan 8,5 persen.