Kementerian Kesehatan Pastikan Tidak Ada Kebocoran Data dalam Sistem eHAC
Kementerian Kesehatan masih menindaklanjuti kerentanan sistem kartu kewaspadaan kesehatan elektronik. Hal itu menyusul adanya laporan dugaan terjadi kebocoran data pengguna aplikasi tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan memastikan tidak ada kebocoran data dalam sistem kartu kewaspadaan kesehatan elektronik atau e-HAC. Data yang terekam dalam sistem tersebut juga telah dilindungi. Sementara ini, investigasi masih dilakukan untuk memastikan tidak ada kerentanan lain terkait data pada sistem tersebut.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Anas Ma’ruf di Jakarta, Rabu (1/9/2021), menuturkan, Kementerian Kesehatan telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri untuk menginvestigasi dan memastikan tidak ada kerentanan lain pada sistem e-HAC. Hal ini dilakukan sebagai bentuk mitigasi risiko keamanan siber atas data masyarakat.
”Kemenkes memastikan bahwa data masyarakat yang ada di dalam sistem e-HAC tidak bocor dan dalam perlindungan. Data masyarakat yang ada di dalam e-HAC juga tidak mengalir ke platform mitra,” katanya.
Dugaan kebocoran data dari sistem e-HAC bermula dari laporan yang disampaikan oleh VPN mentor. Situs yang fokus pada keamanan VPN (virtual private network) itu melaporkan dugaan kebocoran data 1,3 juta pengguna aplikasi e-HAC.
Anas menyampaikan, setelah informasi tersebut diverifikasi oleh BSSN dan dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan pada 23 Agustus 2021, penelusuran pun dilakukan. Dari proses tersebut ditemukan adanya kerentanan dari platform mitra e-HAC. Tindak lanjut dan perbaikan sistem langsung dilakukan.
Direktur Proteksi Ekonomi Digital BSSN sekaligus juru bicara BSSN Anton Setiyawan menuturkan, kerentanan yang ditemukan tidak terkait kebocoran data. Kerentanan yang terjadi lebih berkaitan dengan sensitive data exposure yang bisa disalahgunakan pihak yang tidak berwenang. Namun, setelah laporan dari VPN mentor diterima, sistem pada aplikasi langsung ditutup sehingga risiko dari kerentanan tersebut bisa dikendalikan.
”Jadi, data yang ada masih tersimpan dengan baik. Informasi yang disampaikan pemerintah saat ini sebagai bagian dari mitigasi risiko untuk melakukan langkah pencegahan. Pemerintah pasti akan bertanggung jawab atas data masyarakat,” tuturnya.
Anas menuturkan, masyarakat diminta untuk menggunakan aplikasi Peduli Lindungi. Aplikasi e-HAC yang baru sudah terintegrasi dengan aplikasi tersebut. Data yang ada akan tersimpan di pusat data nasional yang sudah melalui penilaian keamanan dari BSSN.
”Masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya diharapkan bisa memanfaatkan dan menjaga penggunaan sistem informasi yang terkait dengan pengendalian pandemi Covid-19,” ucapnya.
Kemenkes memastikan bahwa data masyarakat yang ada di dalam sistem e-HAC tidak bocor dan dalam perlindungan. Data masyarakat yang ada di dalam e-HAC juga tidak mengalir ke platform mitra. (Anas Ma\'ruf)
Percepatan vaksinasi
Secara terpisah, Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi mengatakan, vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 100 juta dosis suntikan. Jumlah ini masih perlu didorong agar target sasaran vaksinasi pada masyarakat bisa tercapai. Pemerintah telah menargetkan 208,2 juta orang bisa divaksinasi.
”Tentunya ini butuh dukungan, terutama dari pemerintah daerah untuk mempercepat vaksinasi, khususnya bagi orang lansia dan masyarakat rentan lainnya,” tuturnya.
Nadia menyampaikan, kewaspadaan akan lonjakan kasus tetap harus ditingkatkan. Upaya pemeriksaan dan pelacakan juga terus diperkuat dan disertai dengan kepatuhan protokol kesehatan oleh masyarakat.
Situasi pandemi yang mulai terkendali tidak boleh membuat upaya pengendalian menjadi lengah. Varian dan mutasi dari virus penyebab Covid-19 terus terjadi sehingga ancaman penularan masih ada.
Sejumlah negara, ujar Nadia, yang sudah memiliki tingkat cakupan vaksinasi yang tinggi seperti Inggris dan Israel kembali mengalami peningkatan kasus terkonfirmasi serta kasus kematian. Hal ini menandakan vaksinasi bukan menjadi satu-satunya cara untuk mengendalikan pandemi.
”Protokol kesehatan wajib untuk tetap dilaksanakan. Kementerian Kesehatan juga terus meningkatkan upaya deteksi, penguatan upaya terapeutik, dan mempercepat vaksinasi. Protokol kesehatan untuk adaptasi dan hidup berdampingan dengan Covid-19 juga telah disusun,” katanya.