Pemenuhan Hak-hak Tenaga Kesehatan Masih Bermasalah
Di tengah situasi pandemi Covid-19, pemenuhan hak-hak tenaga kesehatan sebagai garda terdepan penanganan penyakit tersebut masih bermasalah. Selain tersendatnya penyaluran insentif, mereka juga mengalami diskriminasi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hak-hak tenaga kesehatan, mulai dari insentif hingga dukungan jaminan dan fasilitas kesehatan, sampai saat ini masih bermasalah. Karena itu, pemerintah diminta menjamin hak atas kondisi kerja yang adil dan mendukung bagi tenaga kesehatan karena mereka menjadi tulang punggung penanganan pandemi.
Direktur Center for Indonesia’s Strategic Development Initiativess (CISDI) Egi Abdul Wahid mengemukakan, berdasarkan observasi yang dilakukan CISDI, sampai saat ini masih ditemukan beberapa masalah yang dihadapi tenaga kesehatan (nakes). Masalah utama yang dihadapi terkait dengan insentif dan akses terhadap tes atau layanan Covid-19.
”Kami melihat tenaga kesehatan juga masih kesulitan mengurus insentif. Permasalahan ini harus menjadi perhatian karena nakes tidak memiliki ruang waktu yang banyak untuk mengurus hal-hal terkait administrasi,” ujarnya dalam diskusi daring, di Jakarta, Minggu (29/8/2021).
Menurut Egi, sampai kini juga ditemukan kesenjangan pembayaran, terutama nakes dari rumah sakit (RS) swasta dan daerah, meski pemerintah sudah mencairkan insentif. Nakes dari RS swasta ataupun daerah belum mendapat haknya karena proses pengajuan, perizinan, dan pencairan yang cukup sulit bagi mereka. Hal ini berbanding terbalik dengan nakes yang bekerja di RS besar atau milik pemerintah pusat.
Kami melihat tenaga kesehatan juga kesulitan mengurus insentif. Masalah ini harus jadi perhatian karena nakes tidak memiliki ruang waktu yang banyak untuk mengurus hal-hal terkait administrasi.
Perencanaan anggaran yang buruk dari pemerintah daerah (pemda) dinilai Egi menjadi salah satu penyebab nakes dari RS daerah belum mendapatkan insentif sejak 2020. Bahkan, terdapat wacana beberapa hak insentif nakes tahun 2020 akan hangus karena ketidakmampuan pemda mengelola pertanggungjawaban keuangan.
Sementara nakes yang bekerja di puskemas, terutama yang direkrut oleh dinas kesehatan setempat, juga kerap mendapat jumlah insentif yang tidak sesuai dengan aturan. Insentif yang diterima nakes sering dipotong tanpa alasan yang jelas. Setelah ada pencairan, terkadang insentif tersebut juga dibagi rata ke nakes lainnya oleh kepala puskemas.
Selain dari sisi anggaran atau insentif, CISDI menemukan masih banyak nakes kesulitan mendapat dukungan tes ketika mereka memiliki gejala terpapar Covid-19. Di sisi lain, fasilitas kesehatan bagi nakes yang menjalani isolasi atau karantina karena terpapar Covid-19 saat mengurus pasien juga belum optimal dan terbatas.
”Nakes tidak mendapatkan akses tes Covid-19 yang merata. Ada beberapa nakes yang harus mengeluarkan uang sendiri untuk tes dan hasilnya juga lama. Adapun saat nakes yang bertugas sebagai tracer (pelacak) tertular, mereka tidak mendapatkan dukungan obat, vitamin, dan fasilitas dari pihak pemberi kerja atau pemerintah daerah,” tuturnya.
Egi menegaskan, selama dua tahun terakhir, peran nakes sangat vital dalam penanganan pandemi. Sebab, nakes yang bertugas di rumah sakit, puskesmas, laboratorium, dan fasilitas lain yang menunjang penanganan Covid-19 memiliki risiko keterpaparan yang tinggi. Oleh karena itu, penting agar nakes mendapatkan hak-haknya agar dapat berfungsi dan menjalankan tugasnya dengan optimal.
Manajer Media dan Kampanye Amnesty International Indonesia Nurina Savitri menyampaikan, selama Juni 2020-Juli 2021, Amnesty International mencatat terdapat 26.717 nakes dari 21 provinsi dan 36 kabupaten/kota yang pernah mengalami pemotongan atau penundaan pembayaran insentif.
Lima besar kabupaten/kota dengan jumlah pemotongan atau penundaan pembayaran insentif terbanyak adalah Bogor dengan total 4.258 nakes, disusul Palembang (3.987 nakes), Bekasi (3.502 nakes), Tanjung Pinang (2.900 nakes), dan Banyuwangi (1.938 nakes). Meski belum dilunasi sepenuhnya, berdasarkan perkembangan terbaru, beberapa daerah sudah membayarkan separuh dari insentif tersebut untuk periode waktu tertentu.
”Ada catatan lainnya juga, yaitu sebanyak 200 tenaga kesehatan kontrak di RSUD Kaimana Papua yang diberhentikan, tetapi haknya belum dibayarkan. Kemudian, insentif nakes di Kabupaten Seluma, Bengkulu, untuk periode Januari-Juni 2021 belum dibayarkan,” ucapnya.
Menurut Nurina, sejumlah alasan penundaan insentif ini adalah adanya inkosistensi data atau ketidaksesuaian data pribadi nakes. Alasan penundaan lainnya juga terkait hambatan birokratis karena adanya perbaikan data di Kementerian Kesehatan dan pemotongan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Mengalami diskriminasi
Selain itu, sejak tahun lalu hingga saat ini, Amnesty International mencatat banyak nakes yang mengalami diskriminasi dan kekerasan saat menangani pandemi atau pasien Covid-19. Tindakan yang diterima nakes tersebut di antaranya penolakan di tempat tinggal, penolakan pemakaman jenazah, kekerasan fisik, pemutusan hubungan kerja (PHK), kriminalisasi, initimidasi, perundungan, dan stigma negatif.
Nurina menegaskan, pembiaran negara terkait kondisi yang dialami nakes itu menunjukkan adanya sejumlah pelanggaran terhadap Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR). Ia pun mendorong pemerintah untuk menjamin hak-hak nakes dan memastikan pembayaran insentif yang dijanjikan tepat waktu.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan telah membayar tunggakan insentif nakes sebesar 99,3 persen atau total Rp 1,469 triliun sejak 6 April hingga 25 Juni 2021. Adapun total tunggakan insentif tahun 2020 mencapai Rp 1,480 triliun sehingga sisa tunggakan yang belum dibayar sebesar 0,7 persen atau Rp 9 miliar.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes Kirana Pritasari mengatakan, sisa tunggakan tersebut berasal dari fasilitas kesehatan yang mengalami keterlambatan saat diminta dokumen pertanggungjawaban.
Ia menambahkan, anggaran untuk pembayaran tunggakan insentif nakes pada 2020 sudah dialokasikan di anggaran tahun 2021. Sementara untuk pembayaran insentif nakes tahun 2021 sudah tersalurkan dengan teratur dan tepat waktu. Hal ini tidak terlepas dari peraturan menteri kesehatan yang mengatur tentang pengajuan insentif dari fasilitas layanan kesehatan dengan batas akhir tanggal 15 setiap bulan.