Puluhan Ribu Anak Kehilangan Orangtua
Puluhan ribu anak di Indonesia kehilangan orangtua yang meninggal akibat Covid-19 selama masa pandemi. Fenomena ini mengancam kualitas dan masa depan generasi penerus bangsa.

Fiona Husen (13), James (11) dan Charles (4), tiga bersaudara mereka kehilangan kedua orangtuanya. Pada 29 Juni 2021 ibunya meninggal di rumah kontrakan, setelah terpapar Covid-19. Kurang dua pekan kemudian ayah mereka juga meninggal karena Covid-19. Tampak dalam gambar saat berbincang dengan Kompas lewat telepon, Sabtu (21/8/2021), didampingi teman ayah mereka, Sersan Satu Eduardus Marung, anggota TNI dan istrinya Maya, yang kini merawat mereka.
JAKARTA, KOMPAS – Pandemi Covid-19 tidak hanya menjadi ancaman serius saat ini, namun bisa berdampak terhadap masa depan, menyusul banyaknya anak Indonesia yang mendadak kehilangan orang tuanya. Besarnya kluster penularan di lingkungan pekerjaan dan keluarga menyebabkan tingginya tingkat kematian orang di usia produktif dengan meninggalkan anak-anak kecil.
Kehilangan ayah dan ibu secara mendadak membuat anak-anak, terutama yang masih di bawah umur, mengalami tekanan besar, terutama secara psikis. Mereka tak siap berpisah dari orangtua yang mengasuh selama ini serta mendadak mengurus diri sendiri dan adik jika anak sulung.
Azhar Al Ghifari Putra Setiawan (8), bocah dari Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, yang kini diasuh bibinya, Eni Sulistyowati (44), misalnya, sejak orangtuanya meninggal kerap menangis, menyendiri, dan melamun. ”Azhar kerap menyendiri,” kata Eni.
Orangtua Azhar, Haryati (37) dan Deni Budi Setyawan (43), meninggal setelah berjuang melawan Covid-19. Haryati lebih dulu berpulang pada 21 Juli 2021 dan Deni menyusul dua hari setelahnya.
Kekhawatiran akan masa depan mereka menghantui pikiran sejumlah anak yang kini menjadi yatim piatu karena orangtua meninggal akibat Covid-19. Fiona Husen (13), anak pasangan keluarga asal Nusa Tenggara Timur yang merantau di Bekasi, dan Godelva (17), remaja Papua, misalnya, berharap bisa meraih mimpi meski diasuh kerabat orangtuanya.

Usia produktif
Seiring dengan laju kematian karena Covid-19 di Indonesia yang terus bertambah, jumlah anak yang kehilangan orang tua juga terus membesar. Namun hingga kini, berapa persisnya jumlah anak-anak yang menjadi yatim, piatu atau yatim piatu karena Covid-19 tidak ada angka yang pasti dan akurat.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, kelompok usia yang paling banyak tertular Covid-19 di Indonesia adalah usia 31-45 tahun, mencapai 28,8 persen dari total kasus positif di Indonesia. Berikutnya, kelompok umur 19-30 tahun sebesar 24,9 persen, dan kelompok usia 46-59 tahun 21,7 persen.
Sementara korban jiwa terutama terjadi pada kelompok usia di atas 60 tahun sebanyak 46,5 persen, disusul usia 46-59 tahun sebanyak 36,8 persen, dan usia 31-45 tahun 12,9 persen. Kelompok usia 0-5 tahun dan 6 - 18 tahun yang menjadi korban jiwa masing-masing 0,5 persen dan kelompok usia 19 - 30 tahun 2,8 persen.
"Lebih dari separuh kematian Covid-19 di Indonesia terjadi pada usia produktif sehingga implikasi sosial dan ekonominya ke depan akan sangat besar. Belum lagi, mereka yang sembuh juga berisiko terkena long Covid (kondisi tak normal setelah sembuh dari Covid-19) yang bisa menurunkan produktivitas. Dampak jangka panjang pandemi ini sebelumnya tak banyak diperhitungkan," kata epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, Sabtu (21/8)/2021.
Baca juga Perlu Data Akurat Anak yang Kehilangan Orangtua akibat Covid-19
Warga usia produktif yang tetap bekerja selama pandemi menyebabkan tingginya penularan dan kematian pada kelompok usia yang kemungkinan juga memiliki anak-anak kecil. Akibatnya, beban lebih besar akan dialami oleh anak-anak dari keluarga miskin yang ditinggalkan orang tua. Situasi ini akan mempengaruhi tingkat nutrisi, pendidikan, hingga kehidupan sosial anak.

Para pelajar Sekolah Alam Prasasti, Kampung Piket Indah, Desa Sukatenang, Sukawangi, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, bermain bersama di taman sekolah mereka pada, Selasa (24/11/2020) siang. Anak-anak itu merupakan anak yang sempat putus sekolah, anak yatim piatu, atau anak dari keluarga miskin.
Ketua Umum Forum Zakat Bambang Suherman mengatakan, sebagian anak yang kehilangan orangtua selama pandemi berasal dari keluarga kurang mampu. ”Dengan membesarnya angka anak yatim, ada potensi generasi stunting akibat kurang gizi,” katanya.
Dengan membesarnya angka anak yatim, ada potensi generasi stunting akibat kurang gizi.
Dicky memperkirakan tingkat kematian orangtua di Indonesia bisa lebih tinggi daripada negara lain. Namun, pendataan yang di bawah kondisi sesungguhnya (underreporting) membuat situasi sulit dianalisis.
Problem pendataan
Secara global, Susan D Hills, epidemiolog dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular (CDC) Amerika Serikat, dan tim dalam artikelnya di jurnal The Lancet, 20 Juli 2021, menyebutkan, dari 1 Maret 2020 sampai 30 April 2021, diperkirakan 1,13 juta anak kehilangan pengasuh utama, termasuk satu orangtua atau kakek-nenek. Ada 1,56 juta anak kehilangan satu pengasuh primer atau sekunder.
Di Indonesia, menurut Satgas Penanganan Covid-19 per 20 Juli 2021, ada 11.045 anak menjadi yatim piatu, yatim, atau piatu karena orangtua meninggal akibat Covid-19. Adapun data Laman Imperial College London yang dirangkum Litbang Kompas memprediksi jumlah anak kehilangan orangtua di Indonesia 38.127 orang.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri mengatakan, jumlah anak yang kehilangan orangtua akibat Covid-19 saat ini masih dalam pendataan. Meski begitu, intervensi untuk mendampingi anak-anak tersebut sudah berjalan dengan menyasar data sementara yang sudah dilaporkan.
“Sejauh ini data akurat by name by address dari anak yatim atau yatim piatu akibat Covid-19 masih dalam proses pengumpulan data di lapangan. Mengumpulkan data ini tidak mudah, namun kita akan upayakan dengan mengambil data dukcapil (kependudukan dan catatan sipil),” ujar Femmy akhir pekan lalu.
Dari data dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 20 Juli 2021, jumlah anak yang menjadi yatim piatu, yatim, ataupun piatu sebanyak 11.045 anak. Namun data tersebut masih belum rinci, karena yang baru dilaporkan dari Surabaya (166 anak) dan Yogyakarta (142 anak).
Oleh karena itu, Kemenko PMK mendorong percepatan pengumpulan data anak korban pandemi Covid-19. Setiap kementerian atau lembaga pun diminta segera turun ke lapangan untuk memberi pendampingan secara komprehensif mulai dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Setiap usia anak, dari usia 0-18 tahun membutuhkan dukungan yang berbeda-beda.

Anak-anak pedagang asongan, Supriyadi (kanan) dan Enggar menjajakan asinan buah di lokasi acara peringatan Hari Anak Nasional 2019 yang digelar di Lapangan Karebosi, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (23/7/2019). Supriyadi merupakan anak yatim piatu yang saat ini hidup bersama neneknya di kawasan Pongtiku, Makasar. Setiap hari, usai jam sekolah di SD Negeri Bawakaraeng, ia menjajakan asinan buah. Dari hasil pekerjaannya, ia membawa pulang uang sekitar Rp 30.000.
“Pekan depan kami menargetkan setiap kementerian/ lembaga sudah memiliki persepsi yang sama terkait sistem pendataan anak yang kehilangan orangtua akibat Covid-19,” tuturnya.
Menteri Sosial Tri Rismaharini, beberapa waktu lalu, menjelaskan Kementerian Sosial (Kemensos) melalui Balai/Loka Rehabilitasi Sosial dan Pendamping Rehabilitasi Sosial telah mendapat laporan mengenai anak-anak kehilangan orangtua yang meninggal karena terpapar Covid-19. “Data akurat terkait anak yatim, piatu dan yatim piatu yang orangtuanya meninggal karena terpapar Covid-19 masih dalam pengumpulan oleh tim kami di lapangan,” tuturnya.
Deputi Perlindungan Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar mengakui soal pendataan masih berlangsung. Data yang diperoleh hingga Jumat pekan lalu, ada 3. 730 anak yatim/piatu/yatim piatu dari 16 provinsi. Paling banyak dari Jawa Timur ( 876 anak), Jateng (3.000), dan DIY (277), Kalimantan Selatan (43). Sisanya dari sejumlah provinsi.
“Berdasarkan data yang masuk, mereka terbanyak diasuh ibu 1.903 anak, ayah sebanyak 1.077 anak, kakek/nenek 180 dan keluarga lainnya sebanyak 459 anak, dan yang belum terdata pengasuhnya 111 anak. Tapi ada juga anak yang tidak mempunyai pengasuh sebanyak 9 anak di Jateng, Jatim, dan Papua,” kata Nahar.
Menurut data dari Satgas Penanganan Covid-19 per 20 Juli 2021, ada 11.045 anak menjadi yatim piatu, yatim atau piatu. Pada sisi lain jumlah anak yang terpapar Covid-19 sebanyak 350.000 anak dan 777 anak meninggal dunia.
Baca juga Pemerintah Pastikan Penuhi Hak Anak Yatim Piatu Karena Covid-19
Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menegaskan kendati data spesifik berapa jumlah anak yatim, piatu dan yatim piatu belum terpotret secara utuh pada data pengaduan yang diterima KPAI, dampak pandemi terlihat secara nyata anak-anak yang kehilangan orangtua.
“ Belakangan dengan semakin besarnya data kematian yang mencapai sekitar 112.000 korban jiwa, hal itu kian memperbesar angka anak anak yang ditinggalkan orang tua. Maka semakin penting menguatkannya dengan data dan sistem pendataan,” papar Jasra.

Melia Tionar Marpaung (34) paling kiri, menyaksikan anaknya Matthew Alpen Simanjuntak (3) yang bermain, menekan tuts-tuts piano, saat dia berbincang dengan Ilma Sovriyanti, Farid, dan Woro Wahyuningtyas, dari Gerakan Bantu Keluarga, yang membantu Melia untuk mengakses bantuan pemerintah, setelah suaminya meninggal karena Covid-19 awal Juli 2021.
Peran daerah
Di DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi (Pemproiv) DKI Jakarta melakukan pendataan anak-anak terdampak Covid-19. "Sekarang dalam proses pendataan dari Dinas Kesehatan yang kita padankan dengan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil," jelas Suharti Sutar, Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Pengendalian Kependudukan dan Permukiman, Jumat (20/08/2021).
Di Provinsi Jawa Tengah, saat ini pemerintah daerah setempat mempersiapkan pendampingan bagi ribuan anak yang kehilangan orangtua. Hingga pertengahan Agustus 2021, dilaporkan ada 5.400 anak kehilangan orangtua selama pandemi Covid-19 dan 333 anak di antaranya menjadi yatim piatu.
“Tentu, untuk mencari data tersebut tidaklah mudah. Yang jelas, data ini terus dinamis dan kami terus verifikasi data-data ini," ujar Kepala PPPA, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Jateng, Retno Sudewi, Kamis (19/8/2021).
Di Jawa Timur, Kepala Dinas Sosial Pemprov Jatim Alwi memperkirakan terdapat lebih dari 5.082 anak yang ditinggal orangtuanya akibat terpapar Covid-19. Data yang diterima hingga awal Agustus lalu, sebanyak 2.077 anak yang tercatat kehilangan orangtua.
Kondisi anak-anak tersebut sangat beragam, ada yang kehilangan salah satu orangtua sehingga menjadi yatim atau piatu. Namun, ada juga yang menjadi yatim piatu atau kehilangan kedua orangtuanya. Meski demikian, belum ada data yang lebih rinci.
Di Lampung, pendataan anak-anak yang terdampak Covid-19 dilakukan bekerjasama dengan instansi lain. Selain mengacu pada data Satgas Covid-19, petugas juga diminta berkoordinasi dengan dinas pendidikan, dinas kependudukan dan catatan sipil, serta perangkat desa. (SONYA HELLEN SINOMBOR/AHMAD ARIF/DEONISIA ARLINTA/RUNIK SRI ASTUTI/SEKAR GANDHAWANGI/VINA OKTAVIA/ADITYA PUTRA PERDANA/DEFRI WERDIONO/HELEN FRANSISCA/NINO CITRA)