Dapur Sehat Atasi Tengkes dan Penuhi Gizi Ibu Hamil
Program Dapur Sehat Atasi Stunting menyediakan makanan yang memenuhi gizi seimbang bagi ibu hamil juga menyusui sekaligus menjadi salah satu upaya pencegahan tengkes atau stunting.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional membuat Dapur Sehat Atasi Stunting di setiap kampung keluarga berencana. Program ini akan menyediakan makanan yang memenuhi gizi seimbang bagi ibu hamil maupun menyusui sekaligus menjadi salah satu upaya pencegahan tengkes atau stunting.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengemukakan, BKKBN berkomitmen untuk mengubah kampung keluarga berencana menjadi kampung keluarga berkualitas (KB). Agar tidak sekadar jargon, di setiap kampung KB dibuat aksi nyata khususnya untuk pencegahan tengkes, salah satunya Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat).
”Salah satu penyebab masalah stunting adalah kondisi kesehatan dan gizi yang tidak optimal. Dengan menghadirkan kampung KB yang memiliki Dashat diharapkan semua ibu hamil atau ibu menyusui bisa mendapatkan nutrisi dan produk olahan yang sehat,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Ragam Menu Dapur Sehat Atasi Stunting di Kampung Keluarga Berkualitas”, Jumat (13/8/2021).
Dashat dilaksanakan di 10 provinsi pertama, yakni Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Dashat akan menyediakan dan menjadi referensi dalam pemenuhan gizi seimbang bagi ibu hamil, ibu menyusui, hingga anak berusia lebih dari enam bulan.
Menurut Hasto, selama ini masyarakat memandang bahwa mengonsumsi makanan sehat membutuhkan biaya yang mahal. Padahal, makanan sehat juga dapat dihidangkan dari berbagai macam bahan murah, tetapi tetap berkualitas. Oleh karena itu, referensi makanan dari Dashat diharapkan dapat menghadirkan kemandirian pangan secara ideologis.
”Semoga Dapur Sehat Atasi Stunting berbasis produk lokal bisa menjawab kebutuhan gizi seimbang, menjawab tantangan menurunkan angka stunting, dan mencerdaskan kehidupan keluarga. Pada akhirnya, keluarga dan kampung tersebut bisa berkualitas,” ucapnya.
Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia Hardinsyah menyatakan, menu dalam Dashat harus mengandung pangan sumber protein dan buah yang cukup untuk meningkatkan tumbung kembang janin serta mencegah berat lahir pendek. Di sisi lain, sasaran ibu hamil pada program Dashat juga perlu disepakati karena turut menjadi pertimbangan dalam menetapkan kebutuhan gizi.
”Terdapat makanan yang perlu menjadi perhatian. Mengingat daging sapi mahal, maka dapat diganti dengan menyediakan hati ayam dua kali seminggu bagi ibu hamil,” kata Herdinsyah yang juga merupakan guru besar ilmu gizi IPB University.
Selain memenuhi kebutuhan gizinya, perlu diperhatikan juga makanan yang dihindari untuk ibu hamil, seperti membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak. Perlu juga menghindari makanan tinggi natrium atau makanan yang diawetkan, seperti ikan dan daging kalengan serta minuman bersoda atau berkafein.
”Memantau makanan bagi calon ibu hamil juga lebih bagus. Penelitian terbaru di India dan Pakistan menyebutkan bahwa jika tiga bulan sebelum ibu hamil diberikan makanan gizi seimbang, itu jauh lebih bagus untuk mencegah anak lahir stunting,” tuturnya.
Kurang tercukupi
Pengajar Departemen Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM), Siti Helmyati, mengatakan, data dari Unicef pada 2018 menunjukkan bahwa 59 persen anak berusia di bawah dua tahun di seluruh dunia kurang tercukupi nutrisi yang bersumber dari hewan. Selain itu, 44 persen anak juga tidak cukup mengonsumsi sayur dan buah.
Menurut Siti, pola konsumsi bayi berusia di bawah dua tahun pada negara dengan pendapatan menengah ke bawah cenderung tinggi sumber karbohidrat, rendah protein, sayur, dan buah. Sementara anak usia 6-11 bulan cenderung diberikan makanan yang kurang bervariasi dibandingkan usia 12-23 bulan.
Pemerintah saat ini sudah memberikan panduan pemberian makanan untuk balita melalui program Isi Piringku sesuai kelompok umut. Bagi anak usia 6-23 bulan, komposisi makanan yang diberikan adalah 35 persen karbohidrat, 30 persen protein hewani, 25 persen sayur atau buah, dan 10 persen kacang-kacangan. Sementara untuk anak usia 2-5 tahun adalah 35 persen karbohidrat, 35 persen protein hewani dan nabati, serta 30 persen sayur dan buah.
”Aktivitas mengonsumsi makanan tidak hanya untuk mempertahankan fungsi tubuh, tetapi juga kesehatan, budaya, dan identitas bangsa. Pemberian makan yang baik akan membantu anak mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal dengan risiko malnutrisi atau penyakit yang lebih rendah,” katanya.