Gejala Awal Covid-19 Berbeda di Antara Kelompok Umur
Studi terbaru menyebutkan, gejala awal Covid-19 berbeda di antara kelompok umur. Perbedaan gejala infeksi itu juga terjadi antara lelaki dan perempuan. Karena itu, beragam gejala awal infeksi perlu dikenali sejak dini.
Oleh
EVY RACHMAWATI
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 terus terjadi di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, dengan tingkat kematian tinggi. Untuk mencegah perburukan kondisi pasien, deteksi gejala awal penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru tersebut perlu dilakukan sejak dini.
Secara global, mengutip worldometers.info, per 1 Agustus 2021, jumlah kumulatif kasus positif Covid-19 telah mencapai 198,71 juta orang, dan angka kematian 4,23 juta korban jiwa.
Di Indonesia, menurut laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, pada Minggu (1/8/2021) jumlah kasus positif Covid-19 bertambah 30.738 orang sehingga total menjadi 3,4 juta orang. Adapun angka kematian bertambah 95.723 korban jiwa sehingga total 95.723 orang meninggal.
Menurut Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat, sejauh ini penderita Covid-19 dilaporkan mengalami berbagai gejala, mulai dari gejala ringan hingga parah. Gejala dapat muncul 2-14 hari setelah terpapar SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19.
Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, gejala Covid-19 paling umum ialah demam, batuk kering, dan rasa lelah. Gejala lain yang lebih jarang meliputi nyeri, hidung tersumbat, pusing, sakit tenggorokan, diare, serta kehilangan indera rasa atau penciuman.
Sebagian besar atau sekitar 80 persen dari jumlah total orang yang terinfeksi berhasil pulih tanpa perlu perawatan khusus. Sekitar satu dari lima orang yang terkena penyakit menular itu menderita sakit parah dan kesulitan bernapas. Orang lanjut usia dan memiliki penyakit penyerta, seperti diabetes dan hipertensi, berisiko tinggi mengalami kondisi kritis.
Hasil studi baru menunjukkan, gejala awal Covid-19 berbeda antara kelompok usia maupun antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan paling menonjol antara kelompok usia lebih muda (16-59 tahun), dibandingkan kelompok usia lebih tua (60-80 tahun atau lebih), serta laki-laki memiliki gejala berbeda dibandingkan perempuan di awal tahap infeksi Covid-19.
Hasil studi yang dipublikasikan di The Lancet Digital Health, dan dipimpin para peneliti dari King’s College London itu menganalisis data dari aplikasi ZOE COVID Symptom Study, 20 April hingga 15 Oktober 2020. Kontributor aplikasi diundang untuk segera dites setelah melaporkan mengalami gejala awal atas inisiatif bersama dengan Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial Pemerintah Inggris.
Para peneliti memodelkan tanda-tanda awal infeksi Covid-19 dan berhasil mendeteksi 80 persen kasus ketika menggunakan gejala yang dilaporkan sendiri selama tiga hari.
Tim peneliti membandingkan kemampuan untuk memprediksi gejala awal infeksi Covid-19 menggunakan kriteria diagnostik National Health Service dan jenis mesin pintar memakai model Hierarchical Gaussian Process.
Model mesin pintar ini mampu menggabungkan beberapa karakteristik mengenai orang yang terinfeksi, seperti usia, jenis kelamin, dan kondisi kesehatan, serta menunjukkan gejala awal infeksi Covid-19 berbeda di antara berbagai kelompok.
Deteksi dini
Sekitar 19 gejala diperiksa, yang punya relevansi berbeda untuk deteksi dini pada kelompok berbeda. Gejala paling penting untuk deteksi dini Covid-19 secara keseluruhan termasuk kehilangan penciuman, nyeri dada, batuk terus-menerus, sakit perut, lecet di kaki, nyeri mata, dan nyeri otot tak biasa.
Namun, kehilangan penciuman kurang relevan untuk orang berusia di atas 60 tahun dan subyek berusia di atas 80 tahun. Sejumlah gejala awal lain, seperti diare, jadi kunci pada kelompok usia lebih tua, 60-79 tahun dan lebih dari 80 tahun. Demam bukan merupakan gejala awal penyakit pada kelompok usia mana pun.
Pria lebih mungkin melaporkan sesak napas, kelelahan, kedinginan, dan menggigil. Sementara perempuan cenderung melaporkan kehilangan penciuman, nyeri dada, dan batuk terus-menerus.
Sementara model ini dibuat dalam aplikasi studi COVID Symptom, model direplikasi sepanjang waktu yang menunjukkan, itu juga akan berlaku untuk kontributor non-aplikasi. Meski model digunakan pada strain pertama virus dan varian Alpha, temuan utama menunjukkan gejala varian Delta dan varian berikutnya juga akan berbeda di semua kelompok populasi.
Penulis utama, Claire Steves, peneliti di King\'s College London, sebagaimana dikutip Sciencedaily, Jumat (30/8/2021), mengatakan, ”Orang-orang perlu mengetahui gejala awal yang cukup banyak dan mungkin terlihat berbeda untuk tiap anggota keluarga atau rumah tangga.”
Orang-orang perlu mengetahui gejala awal yang cukup banyak dan mungkin terlihat berbeda untuk tiap anggota keluarga atau rumah tangga.
Panduan pemeriksaan dapat diperbarui untuk mendeteksi kasus, terutama menghadapi varian baru yang amat mudah menular. Hal itu dapat mencakup penggunaan tes yang tersedia secara luas untuk orang-orang dengan gejala bukan utama ini.
Dr Liane dos Santos Canas, penulis pertama dari King\'s College London, menambahkan, ”Saat ini di Inggris hanya beberapa gejala yang digunakan untuk merekomendasikan isolasi diri dan pemeriksaan lebih lanjut.”
Pemakaian lebih banyak gejala hanya beberapa hari setelah sakit dengan kecerdasan buatan, bisa mendeteksi kasus Covid-19 lebih baik. ”Kami berharap, metode ini digunakan untuk mendorong lebih banyak orang untuk tes sedini mungkin demi meminimalkan risiko penyebaran,” tuturnya.
Dr Marc Modat, pengajar senior di King\'s College London, menjelaskan, sebagai bagian dari studi ini, kami telah dapat mengidentifikasi bahwa profil gejala terkait Covid-19 berbeda antarkelompok.
Hal itu menunjukkan, kriteria untuk mendorong orang menjalani tes Covid-19 harus dipersonalisasi memakai informasi individu seperti usia ataupun mempertimbangkan serangkaian gejala lebih besar. Jadi berbagai manifestasi penyakit pada kelompok berbeda turut diperhitungkan.