Meski fokus pada pandemi Covid-19, fasilitas dan tenaga kesehatan tidak boleh mengabaikan program layanan bagi orang dengan HIV positif terutama tes serta penyediaan dan distribusi obat antiretroviral.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah harus memastikan layanan kesehatan lain di luar Covid-19 termasuk layanan obat antiretroviral bagi orang dengan HIV tetap berjalan di tengah fokus fasilitas dan tenaga kesehatan menangani Covid-19. Dalam situasi ini diharapkan muncul terobosan kebijakan dan inovasi untuk mempermudah akses obat.
Pada akhir tahun 2020, persediaan obat antiretroviral atau ARV bahkan sempat menipis akibat negara pemasok ARV menerapkan karantina wilayah setelah dilanda gelombang Covid-19 yang memilukan. Kebijakan pembatasan sosial dan mobilitas penduduk yang diberlakukan di Tanah Air juga turut menjadi kendala akses.
Akhir pekan lalu, Koordinator Nasional Jaringan Gaya Warna Lentera Indonesia (GWL-Ina) Slamet Raharjo mengemukakan, hampir semua layanan kesehatan saat pandemi fokus pada penanganan Covid-19. Akibatnya, layanan bagi orang dengan HIV terganggu atau dikurangi.
”Dulu sebelum pandemi, orang dengan HIV bisa datang ke layanan kesehatan kapan pun mulai pagi hingga sore. Petugas layanan kesehatan juga sering datang ke kantor organisasi untuk tes bersama, tetapi sekarang ini sudah ditiadakan. Saat mau ambil obat pun harus membuat janji dengan petugas kesehatan terlebih dulu,” ujarnya, Sabtu (24/7/2021).
Konsumsi obat ARV penting bagi orang dengan HIV. Selain untuk meningkatkan kualitas hidup, konsumsi obat ini juga berfungsi sebagai bentuk pencegahan. Dengan konsumsi ARV teratur, virus HIV dalam tubuh seseorang bisa tersupresi atau tidak terdeteksi lagi.
Ketika impor ARV dari India terhenti akibat meroketnya kasus Covid-19 di sana, orang dengan HIV kebingungan.
Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition (IAC) Aditya Wardhana mengatakan, ketika berbagai cara ditempuh untuk memasukkan ARV ke Tanah Air termasuk mengusahakan pesawat terbang kepada seorang pejabat. Tapi, kemudian jalur laut yang bisa ditempuh meski ada kendala teknis di Singapura.
Dulu sebelum pandemi, orang dengan HIV bisa datang ke layanan kesehatan kapan pun mulai pagi hingga sore. Petugas layanan kesehatan juga sering datang ke kantor organisasi untuk tes bersama, tetapi sekarang ini sudah ditiadakan.
Kementerian Kesehatan sampai Maret 2021 mencatat, dari estimasi 543.100 orang dengan HIV di Indonesia, sebanyak 427.201 atau 78,7 persen sudah ditemukan. Dari jumlah itu, sebanyak 26,6 persen atau 144.632 pengidap HIV dalam pengobatan dan baru 7,7 persen orang dengan HIV yang virus di tubuhnya tak lagi terdeteksi atau dalam kondisi viral load tersupresi.
Capaian itu masih jauh dari target global, yakni 90-90-90, yakni 90 persen orang dengan HIV tahu statusnya, 90 persen dari yang tahu statusnya menjalani pengobatan, dan 90 persen yang berobat itu virus dalam tubuhnya sudah tidak terdeteksi lagi sehingga tidak bisa menularkan kepada orang lain.
Slamet mendorong agar pemerintah tetap memperhatikan nasib orang dengan HIV dan tidak mengurangi hak-hak kesehatan populasi kunci meski tengah fokus menangani Covid-19. Ia pun meminta pemerintah melakukan strategi lain dalam memberikan hak-hak bagi populasi kunci di tengah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Solidaritas
Di Jawa Barat, solidaritas sesama orang dengan HIV menjadi modal sosial yang kuat di tengah pandemi. Sebagian orang dengan HIV yang selama ini jadi korban perundungan menjadi kurir andalan untuk mengambil obat ARV dari layanan untuk diberikan kepada rekannya yang juga positif HIV sekaligus terpapar Covid-19.
”Setiap jadwal pengambilan obat, saya bisa mengantar sampai ke lima atau enam orang,” ujar DS, yang setiap Senin, Rabu, dan Sabtu harus mengambil obat ke layanan.
”Lebih baik teman-teman di rumah, minum obat. Biar saya yang bergerak,” katanya.
Sebenarnya, DS juga khawatir terjangkit virus SARS-CoV-2 yang penyebarannya kini semakin cepat dan luas. Apalagi, ia belum divaksin.
Akan tetapi, sebagai orang dengan HIV, ia paham betul bahwa orang dengan HIV membutuhkan dukungan yang kuat dari lingkungan sekitarnya. Bukan hanya untuk mengonsumsi obat ARV dan melewati infeksi Covid-19, tetapi yang paling berat adalah menghadapi stigma yang muncul.
DS tidak bakal berhenti mengantarkan obat untuk sesama rekannya yang positif HIV. ”Mungkin sampai Covid-19 berakhir. Saya juga berharap ARV tidak terlambat dan penyakit ini (Covid-19) ada obatnya,” katanya.
Sementara itu, Penanggung Jawab Program HIV/AIDS Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Yanda Ardanta menuturkan, sejumlah kendala penanganan HIV muncul selama pandemi Covid-19. Namun, itu masih terkendali.
Kendala yang dihadapi ialah peniadaan klinik lapangan atau kunjungan langsung, keterbatasan alat tes cepat, dan terbatasnya anggaran penanganan karena pengalihan anggaran ke penanganan Covid-19.
Sebelum pandemi, dinas kesehatan provinsi maupun kabupaten/kota membuat klinik lapangan yang khusus menangani HIV. Klinik itu termasuk kunjungan langsung ke orang dengan HIV. Akan tetapi, selama pandemi Covid-19, klinik itu tidak bisa diadakan untuk menekan penularan Covid-19.
Layanan berjalan
Sebelumnya, pada webinar Kompas Talks, Kamis (22/7/2021), Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu memastikan bahwa pemerintah tetap fokus menjaga layanan kesehatan dasar dan esensial termasuk HIV/AIDS di samping menghadapi pandemi Covid-19.
”Kolaborasi pusat dan daerah harus kuat terutama agar menjamin pelayanan kesehatan tetap berjalan. Orang dengan HIV/AIDS 100 persen harus mendapat antiretroviral. Inilah yang paling penting termasuk pelayanan rutin lainnya,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Balai Penanggulangan dan Pengendalian AIDS, TBC, dan Malaria Dinas Kesehatan Provinsi Papua Beeri I.S Wopari di Jayapura mengatakan, distribusi obat ARV dan fasilitas kesehatan lainnya untuk penanganan HIV/AIDS dari pusat ke Papua masih aman. Sebab, ada pengecualian akses transportasi ke Papua yang bersifat urgen seperti untuk membawa obat-obatan.
Balai Penanggulangan dan Pengendalian AIDS, TBC, dan Malaria Dinas Kesehatan Provinsi Papua juga telah menjalin kerja sama dengan pihak ekspedisi dan penyedia jasa transportasi untuk mendistribusikan ARV dan obat lainnya.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Jawa Barat M Yudi Koharudin menyampaikan, di tengah pandemi Covid-19, pihaknya tetap menyediakan ARV di 27 kabupaten/ kota. ”Waktu pelayanan di fasilitas kesehatan diatur di hari dan jam tertentu. Jadi, meskipun pandemi, tetap jalan,” ujarnya. (IKI/FLO/TAM/ NSA/TAN/NSA/ADH)