Kenaikan kasus Covid-19 tak hanya terjadi di Jawa dan Bali, tetapi mulai meluas di belasan provinsi lain. Pemerintah diharapkan bisa menekan laju penambahan kasus ini dengan pembatasan mobilitas warga yang ketat.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan karena tak hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi juga terjadi di semua provinsi. Lebih banyak kasus berarti lebih banyak pasien yang dirawat, beban bagi petugas kesehatan dan sistem kesehatan, serta meningkatkan risiko kematian.
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada Rabu (14/7/2021) menunjukkan, selama sepekan terakhir, secara rata-rata nasional telah terjadi peningkatan kasus 44 persen dan peningkatan kematian mencapai 69 persen. Sebanyak 15 provinsi mengalami peningkatan kasus 50 persen atau lebih.
Bahkan, peningkatan di lima provinsi lebih dari 100 persen, yaitu Nusa Tenggara Barat (200 persen), Gorontalo (194 persen), Maluku (169 persen), Sulawesi Utara (139 persen), dan Kalimantan Utara (107 persen).
Adapun data LaporCovid-19 menunjukkan, tren kematian pasien Covid-19 di luar rumah sakit juga terus meningkat, mencapai 621 orang. Mereka umumnya meninggal di perjalanan atau saat menjalani isolasi mandiri setelah ditolak rumah sakit (RS) yang penuh.
Komandan Posko Dukungan Operasi Satuan Tugas Penanganan Covid-19 DI Yogyakarta Pristawan mengatakan, kematian pasien isolasi mandiri di wilayahnya meningkat drastis sejak Juli 2020. ”Karena RS penuh, pasien isolasi mandiri semakin banyak. Puskesmas sebagai pintu pertama tidak mempunyai pilihan akhirnya semua pasien, apa pun kondisinya disuruh isoman,” katanya.
Dalam kondisi darurat seperti ini, RS tidak mempunyai pilihan untuk menyelamatkan pasien karena akibatnya bisa sangat fatal kalau sampai kehabisan oksigen, walaupun konsekuensinya dianggap menyalahi perjanjian dengan vendor langganan.
Intervensi pemerintah
Terkait krisis oksigen yang dialami sejumlah RS, pemerintah pusat diharapkan turun tangan menjamin pasokan oksigen untuk perawatan pasien Covid-19. Sebab, meski situasinya darurat, ada hambatan kontrak dalam pasokan oksigen dari vendor ke RS.
Di RS Bhina Bhakti Husada Rembang yang oksigen sentralnya telah habis, misalnya. Ketika RS meminta bantuan PT Samator, PT Samator hanya bisa membantu lima tabung oksigen kapasitas 6 meter kubik karena selama ini mereka bukan pemasok oksigen ke RS itu.
Kasus lain, tabung oksigen di RS PKU Muhammadiyah Kota Yogyakarta ditarik vendornya setelah RS mengisi oksigen ke vendor lain untuk menyelamatkan pasien dan karena vendor yang biasa melayani tak bisa memasok.
”Dalam kondisi darurat seperti ini, RS tidak punya pilihan untuk menyelamatkan pasien karena akibatnya bisa sangat fatal kalau sampai kehabisan oksigen, walaupun konsekuensinya dianggap menyalahi perjanjian dengan vendor langganan,” kata Wakil Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Centre Aldila S. Al Arfah.
Sementara itu, Pemerintah Daerah DI Yogyakarta menyiapkan sejumlah RS lapangan dengan total tempat tidur sekitar 800 untuk merawat pasien Covid-19. Ini dilakukan karena tempat tidur rumah sakit perawatan pasien Covid-19 di DIY sudah hampir penuh. ”Kondisi saat ini, angka keterisian tempat tidur Covid-19 sudah di atas 95 persen,” ujar Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie.
Sukarelawan tenaga kesehatan, yang sebagian di antaranya mahasiswa tingkat akhir institusi pendidikan kesehatan, akan direkrut untuk mengisi tenaga kesehatan di rumah sakit lapangan tersebut.
Penambahan kasus baru Covid-19 yang terus terjadi di Surabaya, Jawa Timur, juga membuat pemerintah daerah kembali mendirikan rumah sakit darurat di Gedung Olahraga Indoor Stadion Gelora Bung Tomo dan Lapangan Kalibokor.