Mewaspadai Lonjakan Jumlah Penduduk Lanjut Usia
Indonesia diprediksi masuk dalam kelompok negara dengan populasi menua. Salah satu upaya untuk menjaga kesehatan lansia agar hidup berkualitas yakni dengan pembiasaan pola makan sehat sejak masih muda.
Mulai tahun ini, Indonesia diprediksi akan masuk dalam kelompok negara dengan populasi menua atau ageing society. Jumlah penduduk lanjut usia yang besar itu harus disikapi secara bijak untuk memastikan kesejahteraan dan kebahagiaan mereka.
Sensus Penduduk Indonesia 2020 menyebut jumlah penduduk lanjut usia atau lansia di Indonesia mencapai 9,78 persen dari total penduduk, naik signifikan dibandingkan jumlah lansia pada satu dekade sebelumnya yang hanya mencapai 7,59 persen. Sebuah negara dianggap masuk kelompok populasi menua apabila jumlah penduduk lansia berumur lebih dari 60 tahun mencapai lebih dari 10 persen dari total populasi.
Jumlah lansia pada 2020 telah mencapai 26,84 juta jiwa atau hampir menyamai jumlah penduduk Malaysia saat ini. Provinsi dengan persentase penduduk lansia terbanyak pada 2019 adalah DI Yogyakarta sebanyak 14,50 persen, Jawa Tengah (13,36), Jawa Timur (12,96), Bali (11,30), dan Sulawesi Utara (11.15).
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam webinar ”Lansia Bahagia Bersama Keluarga” yang diselenggarakan dari Jakarta, Rabu (9/6/2021), mengatakan, lonjakan jumlah penduduk lansia itu terjadi seiring dengan terus turunnya jumlah penduduk muda usia 0-14 tahun. Jika pada 2010 jumlah penduduk muda masih mencapai 28,87 persen, maka pada 2020 sudah tinggal 23,3 persen.
”Situasi itu membuat titik terendah rasio ketergantungan penduduk (jumlah penduduk usia tidak produktif dibanding penduduk usia produktif) akan berlangsung cepat,” katanya. Lonjakan penduduk lansia akan membuat rasio ketergantungan naik cepat dan Indonesia segera memasuki fase masyarakat yang menua.
Baca juga: Bersiap Memasuki Era Penuaan Penduduk
Kondisi itu perlu diantisipasi karena penduduk yang menua identik dengan penurunan fungsi tubuh. Potensi munculnya berbagai penyakit itu, terutama gangguan metabolik ataupun penyakit kardiovaskuler, bisa dihindari dengan pembudayaan pola hidup sehat jauh sejak sebelum mereka memasuki usia lansia.
Lonjakan penduduk lansia akan membuat rasio ketergantungan naik cepat dan Indonesia segera memasuki fase masyarakat yang menua.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan lansia adalah dengan pembiasaan pola makan sehat sejak masih muda. Ahli gizi komunitas dari Dr Tan & Remanlay Institute, Tan Shot Yen, mengingatkan, seiring bertambahnya usia, maka metabolisme tubuh pun ikut menurun. Artinya, satu piring nasi goreng yang dikonsumsi saat berumur 25 tahun akan memberi dampak berbeda saat dimakan pada usia lebih dari 50 tahun.
”Salah besar jika pola konsumsi di usia lanjut hanya berpatokan pada kuantitas atau jumlah kalori. Jenis dan kualitas pangannya juga harus diperhitungkan,” ungkapnya.
Buruknya pola makan sejak muda itu juga bisa memicu penuaan dini. Ciri penuaan dini itu tidak hanya ditandai dengan munculnya kerut di wajah, tapi juga terjadinya kelebihan lingkar pinggang, rambut atau bulu rontok, kulit kering, haid tidak teratur, luka yang lama sembuh, tidur tidak berkualitas, hingga mudah merasa lelah.
Penyebab paling sering dari penuaan dini itu meliputi antara lain makan berdasarkan apa yang diinginkan bukan yang dibutuhkan tubuh. Banyak orang tanpa sadar mengonsumsi gula tersembunyi dalam makanan olahan atau makan makanan yang dimasak dengan digoreng. Makanan ultraproses buatan pabrik yang sudah mendapat banyak imbuhan juga makin banyak dikonsumsi.
Padahal, ”Makanan yang sehat adalah makanan yang bentuknya makin dekat dengan bentuk aslinya di alam,” tambahnya. Selain itu, setiap makan juga harus seimbang, dalam arti memiliki kandungan nutrisi yang lengkap mulai dari karbohidrat, lemak, protein, dan berbagai zat gizi lainnya.
Baca juga: Memuliakan Orang Lansia, Memuliakan Kita
Selain pola makan, penuaan dini juga bisa dipicu oleh rokok, paparan polusi, gaya hidup sedentari atau kurang bergerak, serta stres. Penuaan dini itu tidak berdiri sendiri, tetapi muncul bersamaan dengan munculnya berbagai penyakit dan gangguan dalam tubuh, seperti gangguan metabolisme, obesitas, risiko penyakit kardiovaskuler dan penyakit autoimun, serta kemunduran ingatan dan depresi.
Namun buruknya pola konsumsi itu berlangsung di tengah buruknya literasi warga senior mengenai berbagai isu yang terkait dengan kesehatan, baik soal makanan maupun zat-zat yang dianggap berkhasiat obat. Informasi tidak benar yang banyak beredar di media sosial itu sering kali dipercaya mentah-mentah oleh warga senior. Karena itu, anak, menantu, atau cucu perlu bijak mendampingi warga senior dalam menggunakan media sosial atau memilih informasi yang ada di media sosial.
Mengasuh cucu
Persoalan yang dihadapi penduduk lansia bukan hanya soal penurunan fungsi tubuh, melainkan juga berubahnya peran mereka dalam keluarga. Saat ini, seiring makin banyaknya perempuan masuk ke dunia kerja dan kesibukan suami-istri bekerja, banyak keluarga yang menitipkan pengasuhan anaknya pada kakek dan nenek mereka.
Pola pengasuhan anak melalui kakek dan nenek itu banyak ditemukan di perkotaan Indonesia. Kakek dan nenek dianggap lebih bisa dipercaya dalam pengasuhan anak dibandingkan jika hal itu dilakukan oleh pengasuh anak atau asisten rumah tangga. Cara ini juga dianggap lebih baik dalam pemberdayaan lansia hingga mereka bisa tetap aktif di masa tuanya. Selain itu, bagi sebagian lansia, mengasuh cucu adalah hal yang menyenangkan.
Psikolog yang juga dosen di Universitas Azzahra Jakarta, Deasy Ori Indriawati, mengatakan, dalam pengasuhan cucu, lansia bisa berperan dalam pengajaran atau pewarisan nilai-nilai keluarga, mengajarkan agama, nilai sosial dan moral yang baik, hingga perilaku yang benar.
”Keterlibatan lansia dalam pengasuhan cucu bisa memberikan kebermaknaan hidup bagi lansia hingga bisa melewati masa tuanya dengan lebih bahagia,” ujarnya.
Baca juga: Tantangan Menjadikan Lansia Berkualitas Besar
Namun, pengasuhan cucu itu tak jarang justru menimbulkan stres bagi lansia. SItuasi ini umumnya dialami oleh lansia yang belum siap untuk menjadi orang tua atau pendidik kembali. Selain itu, pengasuhan cucu itu bisa memunculkan kekhawatiran pada lansia apakah pola pengasuhan yang digunakan tepat atau tidak. Kekhawatiran itu akan mudah muncul jika lansia mengalami trauma dalam pengasuhan anak.
”Lelah fisik dalam pengasuhan cucu juga bisa memicu kekesalan dan stres,” tambahnya. Karena itu, lansia memerlukan waktu istirahat dalam mengasuh cucu serta butuh pendampingan dan dukungan dari orangtua sang anak.
Sementara itu, Duta Generasi Berencana DKI Jakarta 2018 Fellya Zumarnis menjelaskan, anak muda bisa hidup berdampingan dengan lansia secara harmonis. Dari studi yang dilakukan Elderly Right, Advocacy and Treatments (ERAT) Indonesia pada 2021, anak muda menganggap lansia tetap penting untuk beraktivitas. Kondisi itu membuat peran lansia tetap dibutuhkan dalam bermasyarakat.
Selain itu, separuh pemuda dalam studi tersebut juga menilai lansia tetap perlu bekerja. Namun kepedulian pemuda atas partisipasi lansia di dunia kerja itu belum ideal karena masih banyak anak muda menilai perlunya pembedaan kerja pada lansia. Padahal, bekerja dalam kondisi apa pun adalah hak bagi setiap warga negara.
”Sebanyak 69,2 persen responden pemuda juga menilai perlunya dilakukan kegiatan bersama antara lansia dan anak muda,” katanya. Dalam kegiatan bersama itu, baik lansia maupun anak muda bisa saling bertukar pengalaman dan pengetahuan. Lansia bisa belajar soal pengetahuan modern dari anak muda dan anak muda bisa belajar nilai-nilai luhur dari lansia.