Kasus Penularan Melonjak, Pengawasan Jangan Lengah
Kasus Covid-19 di sejumlah daerah melonjak sepekan terakhir. Situasi itu terjadi seiring dengan mengendurnya pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah daerah mengalami peningkatan yang signifikan pada kasus penularan serta kematian akibat Covid-19. Untuk itu, pengawasan protokol kesehatan serta mobilitas masyarakat perlu diperketat. Fungsi posko satgas Covid-19 juga harus diperkuat untuk mengantisipasi potensi lonjakan kasus pada libur Idul Fitri.
Kenaikan kasus baru yang dilaporkan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 selama sepekan terakhir paling banyak terjadi di Riau (meningkat 930 kasus), Sumatera Barat (758 kasus), Kepulauan Bangka Belitung (408 kasus), Nusa Tenggara Timur (353 kasus), dan Sumatera Selatan (237 kasus). Sementara kenaikan kasus kematian paling banyak terjadi di Jawa Tengah (naik 178 kasus), Sumatera Selatan (25 kasus), DKI Jakarta (20 kasus), Jawa Barat (18 kasus), dan Aceh (15 kasus).
Selain peningkatan kasus penularan dan kematian, kewaspadaan perlu diperhatikan karena jumlah wilayah yang masuk dalam zona risiko tinggi bertambah. Wilayah dengan zona risiko tinggi atau zona merah bertambah 13 wilayah menjadi 19 kabupaten/ kota dan zona risiko sedang atau zona oranye bertambah 18 wilayah menjadi 340 kabupaten/ kota.
”Kepada seluruh provinsi, khususnya Jawa Tengah yang minggu ini mengalami kenaikan kematian signifikan, mohon segera mengevaluasi penanganan Covid-19 di daerahnya. Identifikasi kabupaten/kota yang menyumbangkan kematian terbesar dan segera perbaiki penanganan pasien positif, utamanya pada gejala sedang dan berat,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito, di Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Pada 27 April 2021 ada 4.656 kasus baru penularan Covid-19 di Indonesia dengan 168 kasus kematian. Ini membuat total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 1,65 juta orang dengan 44.939 kasus kematian.
Kepada seluruh provinsi, khususnya Jawa Tengah yang minggu ini mengalami kenaikan kematian signifikan, mohon segera mengevaluasi penanganan Covid-19 di daerahnya.
Sejumlah daerah melaporkan lonjakan jumlah kasus Covid-19. Di Kota Malang, Jawa Timur, kasus merangkak naik seiring mengendurnya penerapan protokol kesehatan. Sebelumnya, penambahan kasus Covid-19 di Kota Malang 3-6 kasus sehari, tetapi dua hari terakhir penambahan kasus melonjak menjadi 17-20 kasus sehari.
Di Aceh, menurut juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani, kasus bertambah 67 orang pada Senin (26/4) atau naik tiga kali lipat daripada penambahan sehari sebelumnya. Adapun di Medan, area publik seperti Kesawan City Walk kian ramai dan banyak warga tak mematuhi protokol kesehatan.
Sementara itu, 13 orang di Pondok Pesantren Ihsaniyah, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah, positif Covid-19. Kegiatan tatap muka yang mengundang kerumunan di pesantren itu dihentikan dan semua santri diminta mengisolasi diri selama dua pekan.
Melihat kondisi yang terjadi di sejumlah daerah itu, Wiku berharap, setiap daerah memastikan pelaksanaan aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro.
Baca juga: Partisipasi Masyarakat Tidak Mudik Dukung Penanganan Covid-19
Peningkatan kasus pada kluster perkantoran di DKI Jakarta perlu ditindaklanjuti dengan penutupan sementara operasional perkantoran. Satgas Covid-19 di daerah harus memastikan bahwa aturan pembatasan maksimal 50 persen di perkantoran dipatuhi. Kegiatan sosial ekonomi yang berjalan harus tetap aman dari penularan Covid-19.
Selain itu, pemeriksaan dan pelacakan kasus Covid-19 juga harus ditingkatkan agar penularan bisa diidentifikasi sejak dini. Jika rumah sakit mengalami kendala ataupun kesulitan menghadapi kasus Covid-19, diharapkan segera berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan agar bisa cepat mendapat bantuan.
Selain itu, operasionalisasi fungsi posko Satgas Covid-19 di semua daerah perlu diperkuat melalui pembentukan dasar hukum dan penyediaan anggaran yang dibutuhkan. Hal itu terutama untuk mengantisipasi potensi lonjakan kasus dalam periode libur Idul Fitri.
”Indonesia harus memperketat mobilitas, baik secara nasional maupun internasional. Indonesia masuk dalam kondisi yang cenderung terkendali. Meski begitu, kita dihadapkan pada tantangan baru karena kasus yang meningkat saat ini di tingkat global akan berpengaruh pada penularan antarnegara, termasuk Indonesia,” kata Wiku.
Baca juga: Karyawan Khawatirkan Penularan Covid-19 di Perkantoran
Oleh sebab itu, pembatasan mobilitas di tingkat nasional dan internasional diperkuat untuk mencegah importasi kasus antarnegera maupun antardaerah. WNI yang berada di luar negeri diimbau untuk menunda kepulangannya ke Indonesia jika tidak mendesak. Khusus WNA dengan riwayat perjalan di India dalam waktu 14 hari terakhir, pemberian visa akan ditangguhkan. Penapisan di pintu masuk negara juga diperketat.
Wiku menyampaikan, secara bersamaan, pemerintah terus mengupayakan ketersediaan vaksin bagi masyarakat Indonesia. Karena itu, masyarakat diharapkan tidak khawatir terkait stok vaksin. Program vaksinasi bisa terus berjalan agar kekebalan komunitas bisa segera terbentuk.
”Meski demikian, vaksin bukan formula ajaib yang dapat serta merta mengentaskan pandemi. Selama kekebalan komunitas belum terbentuk, tetap jalankan protokol kesehatan dalam kegiatan sehari-hari. Masyarakat melalui tokoh masyarakat dan tokoh agama dapat bersinergi dengan pemerintah dan satgas daerah untuk mendukung upaya pengendalian Covid-19,” ucapnya.
Penumpang dari India
Polisi mengungkap adanya sindikat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, yang dengan imbalan jutaan rupiah mampu meloloskan penumpang pesawat dari India agar tak masuk karantina 14 hari.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyampaikan, WNI berinisial JD tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada Minggu (25/4) pukul 19.30. Dengan bantuan S dan anak S, RW, ia bisa langsung pulang ke rumah dan melewatkan karantina. Lalu, ia mengirim uang Rp 6,5 juta ke rekening S untuk jasa yang diterimanya.
Akibat lonjakan drastis kasus Covid-19 di India, lanjut Yusri, ada tiga langkah penanganan penumpang pesawat dengan riwayat perjalanan ke India dan datang ke Indonesia melalui Soekarno-Hatta. Pertama, penapisan oleh petugas dari berbagai instansi. Kedua, pengangkutan pelaku perjalanan yang memiliki riwayat perjalanan ke India dalam 14 hari terakhir. Ketiga, karantina di hotel atau Wisma Atlet di Jakarta.
Sejauh ini, penyidik tengah mengusut mengapa S dan RW mampu ”menjebol” rangkaian prosedur penanganan itu hingga membuat JD lolos dari kewajiban karantina. S dan RW sering beraktivitas di Soekarno-Hatta dan mengenal sejumlah orang di sana.
Kepada JD, S dan RW mengaku sebagai petugas protokol di bandara. Pengusutan kasus JD membuat polisi mengetahui dua WN India berhasil lolos dari kewajiban karantina 14 hari. Sindikat pelolos bukan S dan RW, tetapi modusnya amat mirip. Petugas masih mengejar para pelaku lain tersebut.
M Holik Muardi, Senior Manager of Branch Communication & Legal Bandara Soekarno-Hatta, menyatakan belum bisa memberi tanggapan. ”Kami (masih) menggali informasi sehingga belum bisa menanggapi,” ucapnya melalui pesan singkat.
JD, S, dan RW dijerat dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan serta UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, juga belum menerima warga negara asing asal India yang memasuki Bali hingga kemarin. Menurut Wiku, Indonesia harus memperketat mobilitas secara nasional ataupun internasional.
Insentif tenaga kesehatan
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari mengungkapkan, proses verifikasi pada besaran insentif tenaga kesehatan di daerah perlu dipercepat. Sejumlah fasilitas kesehatan juga masih ada yang belum mengajukan usulan insentif tenaga kesehatan yang bertugas. Hal ini menyebabkan penyaluran insentif pun terhambat.
”Kalau rumah sakit tidak mengajukan usulan ke dalam aplikasi, kami tidak bisa memproses. Jadi, mohon seluruh rumah sakit, baik TNI, Polri, milik Kemenkes, rumah sakit umum, dan rumah sakit swasta bisa segera menginput data yang dibutuhkan. Proses verifikasi juga harus segera diselesaikan agar insentif bisa segera dibayarkan,” tuturnya.
Dari 586 fasilitas kesehatan yang mengusulan pemberian insentif bagi tenaga kesehatannya pada periode Januari-Maret 2021, masih ada 275 fasilitas keshatan yang belum menyelesaikan proses verifikasi. Proses verifikasi diharapkan bisa segera diselesaikan agar pembayaran bisa dilakukan sebelum Lebaran. Jika tidak, pembayaran pun bisa tertunda.
Selain itu, data Kementerian Dalam Negeri juga menunjukkan masih ada 48 kabupaten/kota dengan realisasi pembayaran insentif tenaga kesehatan sebesar 0 persen. Adapun daerah dengan realisasi insentif terkecil, yakni Kabupaten Ogan Ilir (Sumatera Selatan), Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Sulawesi Selatan), Kabupaten Magetan (Jawa Timur), Kabupaten Yahukimo (Papua), dan Kabupaten Manggarai (NTT).
”Beberapa pemerintah daerah perlu segera melakukan langkah percepatan dengan tidak mengurangi akuntabilitasnya. Untuk itu, koordinasi antara fasilitas kesehatan di daerah dan rumah sakit serta dinas kesehatan dengan BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) perlu diperkuat,” kata Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian. (DIA/AIN/NSA/XTI/ZAK/BRO/ETA/IKI/DNE/JOG/COK)