Ibadah Selama Ramadhan dan Idul Fitri Dibatasi di Lingkup Komunitas
Pemerintah menghimbau, shalat tarawih berjamaah maupun shalat Idul Fitri berjamaah dilakukan hanya dalam satu komunitas. Pelaksanaan shalat pun diminta dilakukan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat diperbolehkan untuk tetap beribadah berjamaah sepanjang Ramadhan dan Idul Fitri 2021 ini. Namun, kegiatan ibadah hanya untuk lingkup komunitas dan harus tetap menerapkan protokol kesehatan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengumumkan hal tersebut dalam keterangan pers secara daring seusai rapat tertutup yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/4/2021).
”Shalat tarawih dan shalat Idul Fitri pada dasarnya diperkenankan sepanjang melaksanakan protokol kesehatan dengan sangat ketat dan dengan catatan harus terbatas di lingkup komunitas,” tuturnya.
Shalat tarawih dan shalat Idul Fitri pada dasarnya diperkenankan sepanjang melaksanakan protokol kesehatan dengan sangat ketat dan dengan catatan harus terbatas di lingkup komunitas. (Muhadjir Effendy)
Peserta shalat tarawih berjamaah maupun shalat Idul Fitri berjamaah hanya dalam satu komunitas. Oleh karenanya, jamaah semestinya saling mengenal. Adapun jamaah dari luar komunitas diminta untuk tidak diizinkan ikut.
Pembatasan peserta shalat ini diharap menghindarkan kemungkinan penularan Covid-19. Karenanya, shalat berjamaah ini juga diminta untuk dilangsungkan sesederhana dan sesingkat mungkin.
Selain itu, protokol kesehatan harus diupayakan diterapkan secara ketat. Selain penggunaan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak selama ibadah ini, saat jemaah datang dan pulang diharap tidak terjadi kerumunan massa.
”Hindari betul kerumunan supaya tidak terjadi penambahan penularan,” kata Muhadjir.
Kendati kasus Covid-19 sudah mulai menunjukkan penurunan dan pemerintah membolehkan shalat berjamaah dalam ibadah Ramadhan dan Idul Fitri, Persyarikatan Muhammadiyah tetap menganjurkan umat Muslim, khususnya warga Muhammadiyah, untuk tetap menjalankan ibadah di rumah pada bulan Ramadhan tahun ini. Ini sebagai bentuk kewaspadaan karena sampai saat ini pandemi belum sepenuhnya terkendali.
Baca juga: Ramadhan Saat Wabah Korona, Shalat Tarawih di Rumah Saja
Anjuran itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor 03/EDR/I.0/E/2021 tentang Tuntunan Ibadah Ramadhan 1442 Hijriah/ 2021 Masehi yang ditandatangani Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu’ti.
”Bagi masyarakat yang di sekitar tempat tinggalnya ada penularan Covid-19, shalat berjamaah, baik shalat fardu maupun shalat qiyam Ramadhan (tarawih) tetap dilakukan di rumah masing-masing dalam rangka menghindarkan diri dari penularan virus korona,” ujar Haedar melalui surat edaran tertulis.
Pelaksanaan shalat harus benar-benar menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Tak hanya mengatur saf atau barisan agar lebih longgar, jemaah juga disarankan untuk tetap mengenakan masker selama melaksanakan shalat.
Shalat berjamaah, baik shalat wajib maupun tarawih, bisa dilakukan di masjid, mushala, langgar, atau tempat lainnya jika di lingkungan tersebut tidak ada penularan Covid-19. Namun, pelaksanaan shalat harus benar-benar menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Tak hanya mengatur saf atau barisan agar lebih longgar, jemaah juga disarankan untuk tetap mengenakan masker selama melaksanakan shalat.
Jika merujuk pada Hadist Riwayat Ibnu Majah, Rasulullah Muhammad SAW melarang seseorang menutup mulutnya saat shalat. Namun, berdasarkan kajian Majelis Tarjih dan Tajdid, larangan itu tak sampai pada hukum haram karena Ibnu Majah menempatkan hadist tersebut pada bab hal-hal yang tidak disukai (makruh) dalam shalat. Selain itu, larangan dalam hadist tersebut juga tidak berlaku umum karena memiliki sebab khusus, yakni menyerupai kaum majusi.
Oleh karena itu, disimpulkan bahwa mengenakan masker ketika shalat berjamaah di masjid atau mushala di masa pandemi tidak termasuk dalam larangan, seperti disampaikan dalam hadist. Karena itu, mengenakan masker selama shalat tidak merusak keabsahan shalat. Apalagi, saat ini masker merupakan sebuah kebutuhan sebagai alat pelindung diri dari paparan wabah Covid-19.
Syarat lain yang dianjurkan untuk dipenuhi dalam pelaksanaan shalat berjamaah adalah kuantitas atau jumlah jemaah. Shalat berjamaah hanya boleh diikuti oleh warga sekitar dengan jumlah maksimal 30 persen dari kapasitas masjid. Anak-anak serta orang lanjut usia yang memiliki penyakit penyerta tidak dianjurkan mengikuti shalat berjamaah.
Shalat berjamaah hanya boleh diikuti oleh warga sekitar dengan jumlah maksimal 30 persen dari kapasitas masjid.
Kajian atau pengajian yang biasanya mengiringi shalat tawarih dan shalat subuh juga dianjurkan untuk dikurangi durasinya. Bahkan, pengajian tatap muka disarankan untuk ditiadakan dan diganti dengan pengajian daring jika ditemukan kasus positif Covid-19 di sekitar masjid atau mushala.
Kegiatan apa pun, baik buka, sahur, maupun tadarus (membaca Al Quran) bersama, yang melibatkan banyak orang dianjurkan untuk tidak dilaksanakan. Tuntunan itu diberikan untuk menghindarkan umat dari penularan Covid-19 sekaligus membantu negara dalam upaya pengendalian Covid-19.
Baca juga: Shalat Idul Fitri di Tengah Pandemi Covid-19
Klaim membaik
Sejauh ini, pemerintah mengklaim penanganan Covid-19 di Indonesia relatif lebih baik. Sebab, kasus aktif di Indonesia kini hanya 7,61 persen, di bawah rata-rata kasus aktif dunia yang 17,29 persen. Rata-rata tingkat kesembuhan di Indonesia juga mencapai 89,68 persen, lebih baik dari rata-rata angka kesembuhan dunia yang 80,53 persen.
Namun, diakui angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia masih 2,72 persen. Tingkat fatalitas ini masih di atas rata-rata dunia yang 2,18 persen.
Hal ini disebut sebagai hasil dari penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro yang dikombinasikan dengan vaksinasi. Karenanya, selain diperpanjang pada tahap kelima yakni 6-19 April 2021, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan wilayah yang menerapkan PPKM mikro bertambah lima, yakni Kalimantan Utara, Aceh, Sumatera Selatan, Riau, dan Papua. Dengan demikian, kini terdapat 20 provinsi yang menerapkan PPKM mikro.
Selain itu, kriteria PPKM mikro juga diperketat. Kini, lebih dari lima rumah warga di suatu RT/RW yang terpapar Covid-19 dikategorikan zona merah. Adapun zona oranye untuk wilayah dengan 3-5 rumah warga tertular Covid-19, zona kuning 1-2 rumah, sedangkan zona hijau adalah wilayah tanpa kasus. Sebelumnya, zona merah adalah wilayah desa atau RT/RW dengan lebih dari sepuluh rumah warga yang tertular Covid-19.
Kriteria lain, seperti tingkat kesembuhan, jumlah kasus aktif, tingkat kematian, dan tingkat keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19, akan dianalisis secara ilmiah berdasarkan pantauan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam kesempatan sama menyebutkan jumlah vaksinasi per Minggu (4/4/2021) sudah mencapai 12,7 juta.
Jumlah warga yang sudah menerima vaksin per Minggu (4/4/2021) sudah mencapai 12,7 juta.
Angka tersebut diperoleh dari jumlah orang yang sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis pertama 8.629.182 orang dan jumlah orang yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis kedua yakni 4.014.401 orang.
Namun, secara keseluruhan Indonesia menargetkan untuk memvaksinasi 181,5 juta orang. Setiap orang akan menerima dua dosis vaksin atau secara keseluruhan vaksinasi yang dilakukan seharusnya 363 juta. Karenanya, angka 12,7 juta vaksinasi ini baru 0,00034 persen dari target.
Vaksin terbatas
Kendati demikian, menurut Budi, jumlah 12,7 juta vaksinasi ini menempatkan Indonesia di posisi kedelapan dunia. Bahkan di antara negara-negara yang tidak memproduksi vaksin sendiri, Indonesia ada di posisi nomor empat dalam pelaksanaan vaksinasi.
Meski demikian, embargo vaksin di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat setelah terjadi lonjakan ketiga kasus Covid-19 diakui membuat pasokan vaksin di Indonesia berkurang. Pada Maret-April 2021, seharusnya Indonesia menerima 30 juta dosis, tetapi hanya akan ada 20 juta dosis.
”Akibatnya, laju vaksinasinya akan diatur kembali sehingga kenaikannya tidak secepat sebelumnya,” tambah Budi.
Saat ini pemerintah tetap bernegosiasi dengan negara-negara penghasil vaksin. Diharapkan pada Mei, pasokan vaksin normal kembali sehingga laju vaksinasi bisa dikembalikan seperti semua.
Karena keterbatasan pasokan vaksin ini, prioritas vaksinasi dipertegas. Masyarakat yang dinilai paling berisiko tertular dan rentan meninggal akibat Covid-19, yakni warga lansia, diutamakan divaksin segera.
Bila masih ada sisa jatah, vaksin akan diberikan kepada guru. Rencananya, tambah Budi, semua guru divaksin sampai Juni ini supaya Juli kegiatan belajar-mengajar bisa dibuka kembali.
Menkes juga mengingatkan supaya semua masyarakat tetap menjaga perlambatan penambahan kasus Covid-19 saat ini. Untuk itu, semua masyarakat diharap tetap mengenakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.