Tahan Diri Tak Mudik Bantu Pemulihan Kasus Covid-19
Berdasarkan pengalaman libur panjang sebelumnya, tetap terjadi peningkatan mobilitas meski ada larangan. Kesadaran semua pihak untuk menahan diri bisa membantu penurunan kasus Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Larangan mudik Lebaran yang dikeluarkan pemerintah membutuhkan dukungan dan kontribusi aktif masyarakat. Itu akan membantu menurunkan kasus penularan Covid-19 seiring vaksinasi yang terus berjalan.
Namun, berkaca dari larangan serupa saat libur panjang yang selalu berdampak pada peningkatan kasus Covid-19, antisipasi meningkatnya mobilitas masyarakat menjelang Lebaran tetap perlu disiapkan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Sabtu (27/3/2021) malam, menyampaikan, upaya pelacakan dan pemeriksaan kasus, serta isolasi bagi kasus yang terkonfirmasi positif tetap gencar dilakukan di seluruh daerah. Langkah ini khususnya dilakukan di daerah yang melaksanakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro.
”Untuk sementara antisipasi mudik kita lakukan dengan mengidentifikasi daerah yang biasanya menjadi destinasi mudik. Vaksinasi bagi warga lansia yang berada di daerah tersebut akan dikebut untuk setidaknya memberikan keamanan terlebih dahulu,” ucapnya.
Lebih baik sabar dulu sampai pandemi lebih terkontrol. (Budi Gunadi Sadikin)
Meski begitu, ia tetap mengimbau kepada masyarakat untuk tetap patuh tidak mudik. Kondisi perkembangan kasus penularan Covid-19 di Indonesia saat ini cukup membaik dengan kasus baru yang menurun dan angka kematian yang melandai. Pelaksanaan PPKM mikro dan vaksinasi pun mulai berjalan baik.
”Jangan sampai kita merasa terlalu terburu-buru sehingga tidak waspada yang menyebabkan kasus naik kembali. Jika kasus naik, masyarakat akan semakin letih karena pembatasan mobilitas terpaksa diperketat lagi. Lebih baik sabar dulu sampai pandemi lebih terkontrol,” ucapnya.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengatakan, antisipasi lonjakan kasus tetap diperlukan karena diperkirakan jumlah masyarakat yang mudik tetap tinggi. Kesiapan layanan kesehatan untuk melakukan pelacakan, pemeriksaan, dan isolasi harus ditingkatkan.
Selain itu, aturan PPKM mikro juga perlu diperketat. Upaya ini bisa dilakukan dengan memastikan masyarakat yang berada di daerah zona merah benar-benar tidak mudik. Sementara aturan PPKM di daerah yang menjadi sasaran mudik perlu memberlakukan penapisan Covid-19 bagi semua pendatang ataupun pemudik.
Di sisi lain, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Organda Teddy Rusli mengatakan, pelarangan mudik Lebaran menyebabkan pergeseran penumpang dari angkutan resmi ke angkutan tak resmi (kendaraan pelat hitam). Angkutan tak resmi itu bisa lebih fleksibel mengakali aturan karena titik berangkat bisa dari mana saja. Keberadaan angkutan ini pun sulit dilacak oleh aparat.
Ia meminta pemerintah untuk tetap membolehkan angkutan resmi beroperasi dengan protokol ketat. Di saat bersamaan, pemerintah memperketat pengawasan angkutan tak resmi.
Vaksinasi ditunda
Di tengah menggenjot jumlah penerima vaksinasi, Sabtu, Pemprov Sulawesi Utara (Sulut) menghentikan sementara pemberian vaksin AstraZeneca setelah sempat digunakan tiga hari. Ini akibat timbulnya ratusan kasus efek simpang (adverse effects) kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI). Beberapa penerima vaksin mengalami demam, menggigil, nyeri badan dan tulang, sakit kepala, lemas, serta mual dan muntah.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Sulut Steaven Dandel mengatakan, kebijakan ini adalah sebuah langkah kehati-hatian. Sejauh ini, 3.990 orang di Manado telah mendapat suntikan pertama AstraZeneca dan beberapa efek simpang dirasakan 5-10 persen di antaranya atau berkisar 200-400 orang.
Steaven mengatakan, dokumen izin darurat penggunaan (EUA) vaksin AstraZeneca telah menyebutkan bahwa KIPI berupa efek simpang dari vaksin ini tergolong sangat sering terjadi (very common) dan sering terjadi (common). Artinya 1 di antara 10 suntikan atau 1 dari 100 suntikan sangat mungkin diikuti gejala serupa.
Terkait penghentian pemberian vaksin AstraZeneca di Sulawesi Utara, Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan, prosedur penanganan saat ini masih di Komisi Daerah KIPI. Hal ini juga masih diinvestigasi Komisi Nasional KIPI.
”Sebagai perspektif, penyuntikan vaksin AstraZeneca di Sulut tidak banyak, justru paling banyak dilakukan di Bali, Jawa Timur, serta pada TNI/ Polri. Sementara di daerah-daerah tersebut belum ada laporan adanya KIPI yang serius,” tuturnya.
Pengiriman tertunda
Masalah lain terkait vaksin AstraZenecca saat ini adalah tertundanya jadwal kedatangan berikutnya vaksin tersebut ke Indonesia. Menurut rencana, setelah 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca tiba di Indonesia pada awal Maret 2021, vaksin yang didapatkan melalui kerja sama multilateral dengan Covax/Gavi ini akan dikirim kembali 2,5 juta dosis pada 22 Maret dan 7,8 juta dosis pada April 2021.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui Fasilitas Covax menyampaikan pengiriman harus ditunda sampai Mei 2021. Ini karena India, produsen terbesar vaksin tersebut, memutuskan untuk melarang pengiriman vaksin ke luar negeri setelah kasus Covid-19 di negara tersebut meningkat.
”Masalah saat ini bukan di kapasitas penyuntikan, melainkan ketersediaan vaksin. Kita sedang atur agar vaksinasi tetap berjalan sehingga terpaksa agak diperlambat agar tidak ada hari di mana tidak ada orang yang divaksinasi,” ucap Budi. (FAI/FRD/OKA/MEL)