Penggunaan Vaksin Covid-19 AstraZeneca Tunggu Proses Pelulusan Produk
Vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca yang telah tiba di Indonesia masih harus menunggu sertifikasi pelulusan produk dari Badan Pengawas Obat dan Makanan sebelum bisa digunakan dalam proses vaksinasi nasional.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca yang telah tiba di Indonesia masih harus menunggu sertifikasi pelulusan produk dari Badan Pengawas Obat dan Makanan sebelum bisa digunakan dalam proses vaksinasi nasional. Sertifikasi ini diperlukan untuk memastikan aspek mutu vaksin tersebut tetap terjamin.
”Hari ini, 9 Maret 2021, Badan POM akan melanjutkan pemeriksaan fisik ke PT Bio Farma, sekaligus melakukan sampling vaksin untuk menerbitkan sertifikat lot release (pelulusan produk), yang tentu akan segera diberikan,” ujar Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K Lukito dalam konferensi pers terkait penerbitan izin penggunaan darurat (EUA) vaksin AstraZeneca di Jakarta, Selasa (9/3/2021).
Ia mengatakan, proses untuk penerbitan sertifikasi pelulusan produk diperlukan sebelum vaksin bisa digunakan oleh masyarakat luas. Hal ini untuk memastikan aspek mutu dan stabilitas mutu vaksin tetap terjaga. Vaksin tersebut juga harus mendapatkan persetujuan pemasukan obat jalur khusus dari Badan POM untuk bisa masuk ke Indonesia. Persetujuan ini sebelumnya sudah diberikan pada 6 Maret 2021.
Vaksin ini dapat merangsang pembentukan antibodi pada populasi dewasa maupun lansia dengan rata-rata titer antibodi meningkat 32 kali setelah dosis kedua pada usia dewasa 18-59 tahun.
Sebanyak 1,1 juta dosis vaksin buatan AstraZeneca tiba di Indonesia pada Senin (8/3/2021). Vaksin yang didapatkan dari kerja sama multilateral tersebut merupakan bagian awal dari pengiriman vaksin pada gelombang pertama. Menurut rencana, Indonesia akan mendapatkan 11.704.800 dosis vaksis jadi yang akan dikirimkan bertahap mulai Maret sampai Mei 2021.
Penny mengatakan, vaksin AstraZeneca didaftarkan ke Badan POM melalui dua jalur, yaitu jalur multilateral dengan pengadaan dari Fasilitas Covax serta jalur bilateral yang didaftarkan oleh PT AstraZeneca Indonesia.
Vaksin AstraZeneca yang didaftarkan melalui mekanisme Fasilitas Covax merupakan vaksin yang diproduksi oleh SK Bioscience Co Ltd dari Korea Selatan. Sementara vaksin AstraZeneca yang didaftarkan melalui mekanisme bilateral diproduksi AstraZeneca Eropa dan Siam Bioscience Co Ltd Thailand.
”Vaksin AstraZeneca ini sudah disetujui di beberapa negara, seperti United Kingdom (Inggris), Uni Eropa, dan Kanada, serta beberapa negara Islam seperti Kerajaan Saudi, Malaysia, dan Uni Emirat Arab. Vaksin yang diproduksi di Korea juga sudah disetujui penggunaannya di Korea Selatan,” kata Penny.
Ia menambahkan, vaksin yang didaftarkan lewat dua mekanisme tersebut sudah masuk dalam daftar vaksin yang dievaluasi oleh WHO untuk mendapatkan daftar penggunaan darurat (emergency use listing/EUL). Badan POM juga telah mengevaluasi keamanan, khasiat, dan mutu vaksin tersebut bersama tim ahli di Komite Nasional Penilai Obat.
Berdasarkan data hasil uji keamanan vaksin disampaikan, vaksin AstraZeneca yang diberikan dua dosis dengan interval 4-12 minggu terbukti aman dan dapat ditoleransi dengan baik. Kejadian efek samping yang ditimbulkan pun umumnya ringan dan sedang.
Selain itu, hasil uji khasiat menunjukkan vaksin ini dapat merangsang pembentukan antibodi pada populasi dewasa maupun lansia dengan rata-rata titer antibodi meningkat 32 kali setelah dosis kedua pada usia dewasa 18-59 tahun. Sementara pada lansia di atas 60 tahun, titer antibodi naik 21 kali.
Efikasi vaksin dengan dosis tersebut juga melampaui batas minimal yang ditetapkan WHO. Batas WHO untuk efikasi sebesar 50 persen, sementara efikasi vaksin AstraZeneca sebesar 62,1 persen.
Penny mengatakan, Badan POM telah mengevaluasi hasil pengujian secara menyeluruh dari dokumen yang diterima. Itu antara lain terkait kontrol mutu bahan awal, proses pembuatan antigen dan produk vaksin, metode pengujian dan hasil pengujian antigen dan produk vaksin, formula, bahan kemasan, serta stabilitas antigen dan produk vaksin.
”Berdasarkan hasil tersebut dan juga pertimbangan manfaat risiko, Badan POM telah menerbitkan tujuan penggunaan masa darurat atau EUA pada 22 Februari 2021 dengan nomor EUA 2158100143A1,” ucapnya.
Pengawasan atas vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca ini akan terus dikawal sepanjang jalur distribusi, mulai keluar dari industri farmasi hingga sampai ke masyarakat. Unit Pelaksana Teknis Badan POM akan mengawasi dan mendampingi setiap dinas kesehatan di daerah dalam pengiriman dan penyimpanan vaksin agar tetap sesuai dengan Cara Distribusi Obat yang Baik.
Jalur Covax
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama yang juga anggota Independent Allocation Vaccine Group (IAVG) yang ditunjuk oleh WHO menuturkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 yang dikirimkan melalui jalur multilateral Fasilitas Covax. Salah satu kegiatan penting dari Covax adalah mendukung Covid-19 Vaccines Advance Market Commitment atau Covax AMC.
Covax AMC adalah suatu mekanisme finansial inovatif yang mendukung ketersediaan vaksin Covid-19 yang aman dan efektif untuk 92 negara di dunia, termasuk Indonesia. Setidaknya terdapat sejumlah langkah yang harus dilalui agar vaksin dari mekanisme ini bisa dikirimkan ke suatu negara.
Langkah pertama, suatu negara perlu menyampaikan surat minat dalam bentuk expression of interest (EOI) yang dilanjutkan dengan komunikasi intensif antara sekretariat Covax dan negara calon penerima vaksin tersebut. Kemudian, rencana kerja dalam bentuk NVDP (national vaccine development plan) juga harus dikirimkan. Rencana kerja itu menyangkut target populasi sasaran vaksinasi, sistem distribusi, mekanisme penanganan kejadian ikutan pasca-imunisasi, serta ketersediaan anggaran untuk pelaksanaan imunisasi.
”Badan di dalam Covax yang bernama Joint Allocation Taskforce (JAT) yang beranggotakan staf WHO dan Gavi akan membuat draf daftar pembagian vaksin mana ke negara mana. Daftar itu akan divalidasi oleh IAVG dan baru bisa dikirimkan ke negara penerima vaksin tersebut,” tutur Tjandra.