Mutasi virus korona tipe baru, SARS-CoV-2 terus terjadi dengan varian baru bermunculan di berbagai negara. Kemunculan varian-varian baru di Indonesia perlu diwaspadai karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Kemunculan sejumlah varian baru virus SARS-CoV-2 hasil mutasi jadi tantangan besar program vaksinasi Covid-19 yang dijalankan di banyak negara. Selain lebih menular dan berpotensi meningkatkan kematian, varian baru juga bisa menurunkan efektivitas vaksin.
”Mutasi ini menjadi tantangan terbesar saat ini, kita harus lebih hati-hati,” kata Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David Handojo Muljono dalam diskusi daring, di Jakarta, Jumat (5/3/2021).
Menurut David, sebagai virus RNA (ribonucleic acid), SARS-CoV-2 akan terus bermutasi secara acak. Mutasi ini bagian dari virus itu bertahan menginfeksi manusia. Sebagian mutasi bersifat netral, terutama yang menguntungkan virus akan dipertahankan dan diwariskan.
Di antara ribuan mutasi, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberi perhatian khusus pada lima varian baru yang menyebar dengan cepat dan dikhawatirkan berdampak serius pada pengendalian pandemi. Salah satunya varian B.1.1.7 yang pertama kali dideteksi di Inggris pada November 2020 dan kini ditemukan di 94 negara, termasuk Indonesia yang melaporkan pada 2 Maret 2021.
Varian berikut ialah B.1.351 yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan pada Oktober 2020 dan telah menyebar di 48 negara. Varian B.1.351 sudah dilaporkan di Filipina di awal Maret 2021.
Berikutnya varian P.1 atau B.1.1.28.1 yang pertama kali diidentifikasi di kota Manaus, Brasil, awal Desember 2020, dan menyebar di 25 negara. Selain itu, ada varian A.23.1 yang diidentifikasi di Uganda pada Oktober 2020 dan kini ada 17 negara. Varian B.1.525 muncul sejak Desember 2020 dan menyebar di 23 negara.
Menurut David, varian B.1.1.7 tidak banyak memengaruhi efektivitas vaksin. Namun, varian B.1.351 dari Afrika Selatan melalui sejumlah riset menurunkan efektivitas vaksin.
”Mutasi ini ’berpotensi’ menyebabkan vaksin less-efficient (kurang efisien), tetapi tak berarti inefficient (tak efisien). Dengan satu atau bahkan tiga mutasi, diharapkan antibodi mengenali varian ini,” kata David.
Kini upaya pengendalian wabah mesti semakin cepat, termasuk mempercepat cakupan vaksinasi. ”Semakin banyak orang divaksinasi, makin sedikit penularan virusnya. Namun, ini juga harus diikuti upaya lain, seperti menaati protokol kesehatan,” ujarnya.
Terkait munculnya varian baru SARS-CoV-2 di Indonesia, pemerintah melacak kontak erat orang yang terpapar varian baru itu, termasuk A (46), buruh migran asal Desa Kubangjati, Kecamatan Ketanggungan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang terkena varian baru jenis B.1.1.7. Pada pelacakan kontak erat kedua, kemarin, belasan orang yang jadi target menolak dites karena takut.
Surveilans molekuler
Kemunculan varian-varian baru ini menuntut penguatan surveilans, khususnya surveilans molekuler. ”Kuncinya surveilans untuk deteksi dini dan mencegah penyebaran lebih luas. Tidak harus WGS (whole genome sequencing) karena biayanya mahal dan lebih lama, tetapi bisa menyasar pada gen yang menyandi perubahan protein spike (paku) atau selubungnya. Jadi, perlu modifikasi tes PCR,” tutur David.
Mutasi ini ’berpotensi’ menyebabkan vaksin less-efficient (kurang efisien), tetapi tak berarti inefficient (tak efisien). Dengan satu atau bahkan tiga mutasi, diharapkan antibodi mengenali varian ini.
Peneliti dari Aligning Bioinformatics dan anggota Konsorsium Covid-19 Genomics UK, Riza Arief Putranto, mengingatkan, meremehkan varian-varian baru ini bakal memicu gelombang wabah lebih hebat, seperti terjadi di Brasil.
Riset epidemiolog dari Imperial College London, Nuno Faria, dan dirujuk Nature menunjukkan, varian P.1 memiliki 17 mutasi yang mengubah protein SARS-CoV-2, termasuk mengubah protein paku.
Sementara itu, sejumlah daerah berinovasi mempercepat vaksinasi Covid-19 pada warga lanjut usia. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Fifi Mulyani mengatakan, pihaknya juga melayani warga lansia yang tak memiliki kartu tanda penduduk Jakarta, tetapi enam bulan terakhir berdomisili di Jakarta yang ditunjukkan dengan surat keterangan dari RT/RW. (AIK/TAN/XTI/EGI)