Nakes Lansia Patahkan Kekhawatiran Efek Samping Vaksin
Para tenaga kesehatan yang berusia lanjut berhasil mematahkan kekhawatiran banyak kalangan berkaitan dengan efek samping yang mungkin timbul setelah menerima vaksinasi Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Para tenaga kesehatan yang berusia lanjut berhasil mematahkan kekhawatiran banyak kalangan berkaitan dengan efek samping yang mungkin timbul setelah menerima vaksinasi Covid-19. Setelah berhari-hari menjalani vaksinasi tahap pertama, tidak ada masalah berarti yang mereka rasakan.
Kesempatan untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19 tidak disia-siakan oleh Titi Sekarindah. Di usia yang ke-72 tahun, dokter spesialis gizi di Klinik di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) ini sangat bersemangat mendapatkan suntikan vaksin.
Titi menjalani penyuntikan vaksin Covid-19 dosis pertama di RSPP pada 9 Februari 2021. Sementara vaksin dosis kedua akan dia terima 28 hari setelahnya atau tepatnya pada 9 Maret 2021.
”Saya beruntung karena masih bekerja di rumah sakit, jadi bisa divaksin. Teman-teman saya yang sudah pensiun juga pengin sekali, tapi tidak tahu cara mendapatkannya,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (19/2/2021).
Sebelum menjalani penyuntikan, Titi wajib menjalani proses skrining. Dalam proses ini, dia mendapatkan beberapa pertanyaan anamnesis atau riwayat penyakit yang pernah diderita. Selanjutnya, jika ada riwayat penyakit berat, dokter akan menanyakan apakah penyakit tersebut dapat dikendalikan dalam tiga bulan terakhir.
”Ada beberapa pertanyaan lain, seperti sering kelelahan atau tidak? Ada penurunan berat badan yang terlalu banyak atau tidak?” ungkapnya.
Baca juga: Secuil Informasi Vaksinasi di Mata Lansia
Selama ini Titi mengaku memiliki riwayat hipertensi. Beruntung hipertensi tersebut masih bisa dikendalikan sehingga dia masih layak menerima vaksin. Meskipun tekanan darah Titi sempat meninggi saat proses skrining, pada pengecekan kedua tekanan darahnya menurun.
”Awalnya saya dicek pakai tensimeter digital. Tapi, pas dicek lagi pakai tensimeter manual, hasilnya normal,” ungkapnya.
Seusai menjalani penyuntikan vaksin, Titi mengaku merasakan beberapa efek dalam tubuhnya. Selain nyeri akibat suntikan, dia mengaku merasakan meriang. Namun, hal itu tidak berlangsung lama.
Setelah mengonsumsi obat, keesokan harinya Titi bisa kembali bugar seperti biasa. Menurut Titi, efek tersebut bisa jadi muncul karena dia tetap menjalani kesibukan yang cukup melelahkan setelah divaksin.
”Sebaiknya habis divaksin tidak beraktivitas terlalu berat. Waktu itu saya tidak terlalu memikirkan, sih. Efek ini hanya saya rasakan, (nakes) lainnya tidak. Sampai sekarang tidak ada keluhan lain,” katanya.
Selama 28 hari menanti pemberian vaksin dosis kedua, Titi mengaku tidak diberikan aturan khusus. Namun, karena dia sadar vaksin dosis pertama bertujuan membentuk antibodi, Titi cenderung mengurangi konsumsi antibiotik.
Agar tidak perlu mengkonsumsi antibiotik, artinya Titi harus menjaga kesehatannya supaya tidak terserang penyakit. ”Makanya, sebisa mungkin jangan sering capek. Lebih banyak di rumah saja,” katanya.
Titi menyarankan kepada kelompok lansia non-nakes agar tidak terlalu khawatir terhadap dampak vaksinasi. Sebab, vaksin tersebut justru berguna untuk melindungi diri dari gejala Covid-19 yang berat. Bagi lansia yang memiliki komorbid, akan lebih baik jika berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter masing-masing.
”Ada salah satu kolega saya yang pengin sekali divaksin, tetapi dokternya tidak mengizinkan. Menurut saya, ikuti saja dokternya,” katanya.
Jujur saat skrining
Dokter spesialis kedokteran olahraga di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kemayoran, Michael Triangto juga telah menjalani penyuntikan vaksin Covid-19 dosis pertama pada 10 Februari 2020. Menurut dia, dalam vaksinasi ini, proses skrining cukup krusial bagi para lansia.
”Kita tidak boleh berbohong dengan tujuan untuk mendapatkan vaksin. Kalau kondisi kesehatan kita memang tidak terkontrol, lebih baik ditunda dulu,” ungkap dokter berusia 61 tahun ini.
Baca juga: Menimbang Kondisi yang Layak Divaksinasi
Sebelum disuntik vaksin, Michael mengaku telah melewati proses skrining dengan baik. Semua riwayat tekanan darah, gangguan alergi, masalah jantung, masalah pernapasan dan kanker disampaikan dengan apa adanya. Dia mengaku memiliki riwayat hipertensi.
”Yang dicek bukan hanya saat skrining, tetapi juga riwayatnya. Kalau ada hipertensi, selama ini bisa dikendalikan atau tidak. Kalau ada diabetes selama ini, juga bagaimana. Kalau memenuhi, bisa divaksin,” katanya.
Selain itu, Michael juga mengaku mendapatkan beberapa pertanyaan lain berkaitan dengan kondisi fisiknya. Misalnya apakah selama ini pernah kesulitan berjalan atau sering merasa kelelahan. Menurut dia, pertanyaan ini penting dijawab secara jujur oleh warga lansia awam. Sebab, pertanyaan ini dapat mengindikasikan ada masalah jantung yang tidak disadari.
”Capek naik tangga masih sering dianggap hal wajar bagi lansia. Tapi, kalau rasa capek itu berlangsung hingga sore sampai enggak kuat kerja, itu bukan sesuatu yang wajar,” ungkap Satgas Covid-19 Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI) ini.
Michael mengaku, proses penyuntikan vaksin berjalan dengan baik. Tidak ada satu efek pun yang dia rasakan. Bahkan, nyeri suntikan yang kerap dirasakan oleh penerima vaksin hanya dia rasakan sesaat. Michael juga mengaku langsung beraktivitas seperti biasa setelah mendapatkan vaksin.
”Tidak ada kaku, tidak ada demam, tidak ada pegel, tidak ada apa-apa. Bahkan, setelah beberapa hari juga tidak ada efek apa pun, seperti sakit kepala, tensi naik, sesak napas, tidak ada,” katanya.
Sebelumnya, Tui Tumakar (72), warga lansia di RT 001 RW 002 Kelurahan Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, menyatakan antusias menerima vaksin Covid-19. Hanya saja, dia mengaku khawatir dengan kondisi istrinya yang memiliki riwayat alergi obat. Dia takut istrinya yang kini juga berusia di atas 60 tahun tersebut mengalami efek samping dari vaksin.
”Soalnya, istri saya berkali-kali alergi obat. Kalau alergi, (kelopak) matanya bisa bengkak ditambah dengan sesak napas. Nah, saya enggak tahu kalau dia divaksin nanti bagaimana,” katanya.
Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan, saat ini vaksinasi tahap kedua diberikan kepada petugas pelayan publik dan kalangan lansia. Khusus bagi lansia, vaksinasi dosis pertama dan kedua diberikan dalam interval 28 hari. Sementara bagi kelompok 18-59 tahun diberikan dalam jangka waktu 14 hari.
Selain itu, ada lima pertanyaan tambahan bagi para lansia untuk menentukan vaksinasi dapat diberikan atau tidak. Pertanyaan ini di luar dari anamnesis atau riwayat penyakit yang pernah diderita.
Pertama, apakah penerima vaksin pernah kesulitan untuk menaiki anak tangga? apakah penerima sering merasa kelelahan? Apakah penerima memiliki lima dari 11 penyakit? Apakah penerima pernah kesulitan berjalan antara 100 meter dan 200 meter? Terakhir, adakah penurunan berat badan yang bermakna dalam setahun terakhir?
”Jika terdapat tiga atau lebih jawaban ya, berarti vaksin tidak dapat diberikan,” kata Siti dalam keterangan resminya pada Media Briefing Vaksinasi Covid-19 bagi Petugas Pelayanan Publik, Senin (15/2/2021).