Asosiasi Rumah Sakit Swasta mencatat klaim biaya bayi baru lahir dengan tindakan yang belum dibayar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sebesar Rp 2,9 Triliun. Hal itu dikhawatirkan mengganggu layanan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia melayangkan somasi untuk ketiga kali kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atas klaim biaya bayi baru lahir dengan tindakan yang belum dibayar. Adapun biaya klaim yang belum dibayar tersebut sebesar Rp 2,9 triliun.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi di Jakarta, Kamis (18/2/2021) mengatakan, somasi telah dilayangkan oleh ARSSI dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) kepada Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan Fachmi Idris selaku Direktur Utama BPJS Kesehatan.
Dalam somasi itu dinyatakan agar klaim bayi baru lahir dengan Kode P0.3.0-P0.3.6. yang mengalami penundaan segera diselesaikan pembayarannya.
“Layanan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan ini bukan hanya relasi ARSSI dan PB IDI dengan BPJS Kesehatan, namun kepentingan publik dan hak anak serta tanggung jawab konstitusional negara melalui BPJS Kesehatan. Ironi jika BPJS Kesehatan menunggak pembayaran di tengah kondisi keuangan yang surplus,” katanya.
Ichsan menyampaikan, jumlah klaim yang belum dibayarkan BPJS Kesehatan kepada beberapa rumah sakit swasta sekitar Rp 2,9 triliun. Pembiayaan itu terhitung sejak 2018. Sejumlah rumah sakit sudah menerima pembayaran tapi itu tidak merata. Sebagian besar pembayaran itu berdasarkan klaim yang diajukan setelah 9 Juli 2020.
Anggota Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Manggala Pasca Wardhana berpendapat, penundaan pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan tak berdampak langsung bagi tenaga kesehatan. Namun, jika penundaan pembayaran ini sampai mengganggu kondisi keuangan rumah sakit, layanan bisa teganggu.
Layanan Bayi Baru Lahir dengan Tindakan ini menyangkut kepentingan publik dan hak anak serta tanggung jawab konstitusional negara melalui BPJS Kesehatan.8
Kondisi itu tidak hanya akan berdampak pada tenaga kesehatan tetapi juga pada pasien. “Jangan sampai pelayanan pada masyarakat terganggu karena klaim yang belum dibayar,” ucapnya.
Wakil Sekretaris Jenderal PB IDI Ferry Rahman menuturkan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2016 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam Pelaksanaan JKN-KIS, layanan bayi lahir dengan tindakan persalinan dapat diklaimkan terpisah dari klaim ibunya. Namun, persoalan muncul karena adanya multitafsir pada kata “dapat dibayar” pada aturan tersebut.
Kata itu kemudian diartikan oleh BPJS Kesehatan bahwa klaim untuk layanan bayi lahir dengan tindakan bisa dibayar ataupun tidak. “Ini perlu menjadi perhatian. Kami sudah melakukan advokasi ke pemangku kepentingan terkait dan sepakat bahwa klaim bayi lahir dengan tindakan harus dibayarkan segera,” ucapnya.
Selain itu, dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor 402 Tahun 2020 tentang Klaim Bayi Baru Lahir Dengan Tindakan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional tertanggal 9 Juli 2020 perlu dibahas lebih lanjut. Berlakunya surat edaran ini mulai 9 Juli 2020 menjadi landasan BPJS Kesehatan untuk hanya membayar klaim yang diajukan setelah 9 Juli 2020.
“Padahal sebelum tanggal 9 Juli 2020 layanan sudah diberikan. Karena itu, ini harus menjadi kewajban BPJS Kesehatan untuk membayar klaim yang ditagihkan sebelum tanggal itu,” kata Ferry.
Keadilan dalam kerja sama
Wakil Ketua ARSSI Noor Arida Sofiana menuturkan, lebih dari 70 persen rumah sakit swasta bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dalam mendukung program JKN-KIS. Dengan adanya kendala pembayaran pada klaim bayi baru lahir dengan tindakan yang sampai dua tahun ini bisa berdampak pada arus kas rumah sakit, terutama di masa pandemi saat ini.
“Pada prinsipnya rumah sakit swasta mendukung program pemerintah dalam program JKN karena sebagian besar rumah sakit swasta sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Namun kami ingin dalam pemberian layanan JKN ini ada kesetaraan dan keadilan dalam kerja sama yang dilakukan,” katanya.
Saat dihubungi secara terpisah, Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma\'ruf menyatakan, BPJS Kesehatan telah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan masalah klaim bayi baru lahir dengan tindakan.
BPJS Kesehatan sampai dengan 25 Januari 2021 telah membayar klaim bayi lahir dengan tindakan sebanyak 119.764 kasus atau sekitar Rp 413 miliar.
“Untuk klaim sebelum 9 Juli 2020, BPJS Kesehatan menunggu regulasi ataupun ketentuan hukum yang mengikat. Perlu ditegaskan bahwa BPJS Kesehatan bukan regulator. BPJS Kesehatan siap membayar klaim selama sesuai regulasi dan tata kelola yang baik,” ucapnya.
Hal itu berpedang pada Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 402 Tahun 2020 yang menyatakan pembayaran dilakukan pada klaim yang diajukan RS sejak 9 Juli 2020.
Selain itu, terdapat multitafsir pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 76 Tahun 2016 yang berkaitan dengan klaim bayi baru lahir dalam kondisi sehat di rumah sakit. Karena itu, untuk melaksanakan aturan tersebut perlu pedoman teknis dari regulator.