Kasus Covid-19 Global Terus Turun, Indonesia Masih Tinggi
Selama sepekan, data global menunjukkan penambahan 3,1 juta kasus baru. Angka ini turun 17 persen dibandingkan minggu sebelumnya dan merupakan jumlah kasus terendah dalam sepekan sejak 26 Oktober 2020.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah munculnya mutasi baru SARS-CoV-2 yang lebih menular, penambahan kasus, keparahan, dan kematian karena Covid-19 secara global cenderung menurun. Di Indonesia, penambahan kasus dan kematian masih tinggi, serta trennya masih sulit diprediksi karena jumlah tes yang masih naik-turun.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, jumlah kasus Covid-19 secara global mencapai 107.252.265 dan meninggal 2.355.339 orang hingga Jumat (12/2/2021). Sementara itu, perhitungan selama sepekan menunjukkan, ada penambahan 3,1 juta kasus baru. Angka ini menurun 17 persen dibandingkan minggu sebelumnya dan merupakan jumlah kasus terendah di seluruh dunia dalam sepekan sejak 26 Oktober 2020.
Jumlah kematian akibat Covid-19 secara global juga menurun selama dua minggu berturut-turut dengan 88.000 kematian baru dilaporkan minggu lalu. Jumlah ini turun 10 persen dibandingkan minggu sebelumnya.
Data WHO juga menunjukkan, Indonesia berada di peringkat ke-10 dunia negara dengan jumlah penambahan kasus terbanyak dalam sepekan, yaitu mencapai 68.885 kasus. Sementara secara akumulatif, jumlah kasus di Indonesia berada di peringkat ke-19 dunia, tetapi trennya cenderung meningkat.
Laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, penambahan kasus harian Covid-19 di Indonesia sebanyak 9.869 orang dan kematian 275 orang. Total kasus aktif sebanyak 165.086 orang dengan suspek 76.505 orang.
Penambahan kasus baru ini relatif kecil dibandingkan saat terjadinya puncak penambahan kasus harian sebanyak 14.518 pada 30 Januari 2021. Meski demikian, kecilnya penambahan kasus juga dipengaruhi jumlah orang yang diperiksa yang hanya 35.404 orang karena rasio tes kepositifan (positivity rate) masih tinggi, yaitu 27,8 persen, sedangkan rasio tes positif dalam sepekan sebesar 25,7 persen.
Data menunjukkan, rekor jumlah orang yang dites per hari di Indonesia pernah mencapai 54.114 dilaporkan pada 28 Januari 2021. Namun, jumlah tes cenderung menurun.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, penurunan kasus baru secara global ini belum menandai pengendalian wabah secara global. ”Penurunan kasus global ini karena ada pergeseran. Jika sebelumnya penambahan kasus didominasi negara-negara maju, belakangan mereka mulai bisa menekan dengan jumlah tes dan lacak yang masif. Di sisi lain, ada tren peningkatan di negara berkembang atau miskin walaupun angkanya lebih lambat kenaikannya karena lemahnya tes dan lacak,” kata Dicky.
Faktor vaksin, menurut Dicky, mulai memengaruhi penurunan kasus di sedikit negara, antara lain Israel dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan Eropa, yang berhasil melakukan percepatan cakupan vaksin.
”Situasi saat ini lebih mengkhawatirkan karena wabah sebenarnya cenderung membesar di negara dengan kapasitas ekonomi dan politik lebih lemah dalam mengatasi pandemi. Indonesia termasuk di kelompok ini,” katanya.
Jadi sebetulnya memang selama ini kalau dilihat dari jumlah tracer-nya, kita belum melakukan upaya 3T yang serius. (Muhadjir Effendy)
Laporan WHO pada 10 Februari 2020 menunjukkan, belum ada satu pun provinsi di Indonesia yang rasio kasus kepositifannya dalam sepekan berada di ambang aman 5 persen ke bawah. Jakarta, misalnya, memiliki rasio kasus positif dalam sepekan 21 persen, Jawa Barat dan Jawa Tengah masing-masing 35 persen, Jawa Timur 20 persen, Banten 15 persen, dan Yogyakarta 24 persen. Sementara rasio positif tertinggi tercatat di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur yang hampir 50 persen.
Pelacakan terbatas
Dicky mengatakan, tingginya rasio kasus positif ini, selain menandai tingginya insiden penularan yang menurut kriteria WHO berada di penularan komunitas level 4 atau tertinggi, juga menunjukkan rendahnya kapasitas tes dan cakupannya.
”Rendahnya cakupan menandai lemahnya penemuan kasus baru dan pelacakan kasus. Ini masalah klasik yang sepertinya belum teratasi,” kata Dicky.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, dalam keterangan tertulis, menyebutkan pentingnya testing (tes), tracing (lacak), treatment (perawatan) atau 3 T ini.
”Saya kaget waktu dapat laporan jumlah tracer (pelacak) kita tidak sampai 5.000 orang seluruh Indonesia dan hampir 1.600 lebih ada di DKI Jakarta. Jadi sebetulnya memang selama ini kalau dilihat dari jumlah tracer-nya, kita belum melakukan upaya 3T yang serius,” katanya.
Muhadjir meyakini bahwa tingkat penyebaran Covid-19 yang paling tinggi dan lebih banyak saat ini terjadi pada level komunitas termasuk dari lingkungan keluarga di rumah. ”Saya yakin betul kalau 3T bisa kita lakukan sungguh-sungguh dan optimal, kita akan bisa mengatasi Covid-19 ini. Di samping juga tenaga tracer terus kita tingkatkan dan kita kerahkan semaksimal mungkin,” katanya.
Epidemiolog lapangan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Yudhi Wibowo, mengatakan, tes dan lacak ini harusnya dioptimalkan selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro.
”Satu poin yang bagus dalam kebijakan ini (PPKM mikro) adalah ada rencana peningkatan kapasitas 3T dan isolasi terutama di level mikro (RT) meskipun di sisi lain ada pelonggaran mobilitas,” katanya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, saat Rapat Kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa (12/2/2021), mengatakan, saat ini tengah menjajaki cara memperbaiki pelacakan kontak ini, antara lain dengan melibatkan tentara dan polisi. Dia mengaku telah berkomunikasi dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto terkait kemungkinan dilibatkannya 30.000 Bintara Pembina Desa (Babinsa) sebagai petugas pelacak kontak.
Selain itu, Budi juga mengatakan telah berkomunikasi dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang menyebutkan ketersediaan 60.000 Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) di seluruh desa. Selain itu, ada sekitar 1 juta anggota hansip atau perlindungan masyarakat (linmas).