BPJS Kesehatan Surplus Rp 18,7 Triliun, Potensi Penerimaan Lain Perlu Dioptimalkan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan surplus RP 18,7 triliun. Hal itu disebabkan kenaikan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat dan menurunnya jumlah kunjungan peserta ke rumah sakit.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah tercatat selalu gagal bayar atau defisit sejak 2017, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan melaporkan pada 2020 terjadi surplus Rp 18,7 triliun. Keberlanjutan kondisi keuangan yang baik ini perlu dipastikan dengan meningkatkan mutu layanan bagi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
”Di akhir tahun 2020, pelaporan audit BPJS Kesehatan menunjukkan surplus arus kas dana jaminan sosial Rp 18,74 triliun. Kondisi ini membuat keuangan dana jaminas sosial kesehatan berangsur sehat sehingga tidak ada klaim gagal bayar ke rumah sakit,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam jumpa pers terkait dengan kinerja dan kondisi keuangan dana jaminan sosial (DJS) pada masa jabatan direksi periode 2016-2020 di Jakarta, Senin (8/2/2021).
Pelaporan audit BPJS Kesehatan menunjukkan surplus arus kas dana jaminan sosial Rp 18,74 triliun. Itu membuat keuangan dana jaminas sosial kesehatan berangsur sehat.
Melalui kegiatan itu, jajaran direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sekaligus menyampaikan selesainya masa jabatan pada periode tersebut. Adapun Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sudah berlangsung selama enam tahun sejak 2014.
Fachmi menuturkan, perbaikan kondisi keuangan dari BPJS Kesehatan dipengaruhi oleh komitmen pemerintah yang selalu memastikan kecukupan pembiayaan program. Sejak 2016, total suntikan dana yang diberikan pemerintah sebesar Rp 20,69 triliuun.
Selain itu, penyesuaian besaran iuran mulai 2020 berpengaruh pada meningkatnya penerimaan iuran, yakni Rp 133,94 triliun pada 2020. Ini meningkat dua kali lipat dari 2016 yang sebesar Rp 67,26 triliun.
Menurut Fachmi, program JKN-KIS juga memberikan dampak positif bagi masyarakat. Mengutip hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat-Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), itu akan meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan.
Dampak lainnya meliputi mencegah kemiskinan karena masyarakat terlindungi secara finansial untuk biaya kesehatan, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan angka harapan hidup, dan menurunkan porsi out of pocket dari total belanja kesehatan.
Ia berharap perbaikan dalam program JKN-KIS terus dilakukan. Kepastian program promotif dan prevetif perlu dijalankan melalui pembayaran kapitasi berbasis kinerja.
”Ke depan, ini menjadi landasan kuat reformasi sistem kesehatan nasional. Jadi, masyarakat sehat yang datang ke fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), bukan lebih banyak yang sakit,” ujarnya.
Penerimaan lain
Koordinator Advokasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar menuturkan, surplusnya dana jaminan sosial kesehatan berdampak baik bagi sistem kesehatan nasional. Kenaikan ini disebabkan kenaikan iuran peserta mandiri dan peserta penerima upah serta peserta penerima bantuan iuran.
Suplus tersebut juga dikontribusi oleh menurunnya biaya manfaat yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada rumah sakit karena jumlah kunjungan menurun selama masa pandemi Covid-19. Penurunan biaya manfaat yang dibayarkan sebesar Rp 12,94 triliun dengan menurunnya kunjungan 17 juta orang dari tahun sebelumnya.
Meski demikian, potensi penerimaan lain tetap perlu dioptimalkan. Saat ini, sekitar 15,8 juta peserta pada segmen peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja atau peserta mandiri menunggak. Padahal, potensi penerimaan iuran mencapai Rp 15,3 triliun.
Selain itu, potensi penerimaan lain dari pajak rokok perlu dimaksimalkan sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Di sisi pembiayaan, rasio rujukan dari FKTP harus diturunkan. Dari 14,2 persen yang tercatat sekarang, rasio rujukan perlu diturunkan sampai di bawah 10 persen.
”Inti dari JKN ialah pelayanan. Karena itu, BPJS Kesehatan dengan direksi berikutnya perlu meningkatkan pelayanan,” tutur Timboel.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menambahkan, kondisi kesehatan masyarakat akibat dampak pandemi Covid-19 perlu diantisipasi.
Salah satu penyebab surplusnya DJS ialah menurunnya jumlah kunjungan peserta ke rumah sakit. Ini bisa terjadi karena warga takut ke rumah sakit sehingga pengobatan serta pemeriksaan yang seharusnya dilakukan menjadi tertunda.
Kondisi terburuk perlu dantisipasi dengan meningkatkan beban pembiayaan kesehatan lantaran situasi kesehatan masyarakat memburuk akibat penundaan pengobatan. Upaya deteksi dini dan pengendalian penyakit perlu dijalankan meski sedang pandemi untuk mencegah perburukan kondisi kesehatan itu.
”Pemerintah juga perlu didorong untuk memperkuat aspek hulu, yaitu upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Pengendalian rokok dan pembatasan konsumsi gula haram dan lemak juga perlu diperkuat,” ucap Tulus.