Terapi Sel Punca Meningkatkan Peluang Kesembuhan Pasien Covid-19 yang Kritis
Data uji klinis menunjukkan, terapi sel puncakbisa meningkatkan peluang kesembuhan hingga 2,5 kali lipat. Bahkan, pada kelompok pasien dengan komorbid, tingkat kesembuhan meningkat hingga 4,5 kali lipat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penelitian terkait pemanfaatan sel punca mesenkimal sebagai terapi adjuvan bagi pasien Covid-19 makin menjanjikan. Hal ini menjadi harapan besar untuk kesembuhan pasien, khususnya pasien dengan derajat berat dan kritis.
Kepala Instalasi Pelayanan Terpadu Teknologi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo sekaligus Koordinator Prioritas Riset Nasional (PRN) Sel Punca 2020-2024, Ismail Hadisoebroto Dilogo memaparkan hal itu, Jumat (5/2/2021), di Jakarta.
Penelitian terapi sel punca mesenkimal atau sel punca yang berasal dari tubuh manusia pada pasien pneumonia Covid-19 kritis sudah dilakukan sejak Mei 2020. Pada riset yang melibatkan 40 subyek penelitian ini, sel punca yang digunakan berasal dari tali pusat.
“ Hasilnya, kelompok yang mendapat terapi MSC (mesenchymal stem cell/sel punca mesenkimal) sebagai terapi adjuvant (tambahan) memiliki tingkat kesembuhan 2,5 kali lebih tinggi dari kelompok yang terkontrol. Pada analisis di kelompok dengan komorbid (penyakit penyerta), tingkat kesembuhan juga meningkat sampai 4,5 kali lipat,” tuturnya.
Ia mengatakan, terapi sel punca mesenkimal berpotensi sebagai terapi bagi pasien Covid-19 karena memiliki sejumlah kelebihan. Itu meliputi antara lain, berperan sebagai imunoregulator yang dapat mengatur sel dalam tubuh serta mampu menghambat terjadinya badai sitokin.
Meski demikian, pemanfaatan sel punca ini juga menghadapi beberapa tantangan, seperti memerlukan pendingin khusus dengan nitrogen untuk tempat penyimpanan.
Kelompok yang mendapat terapi sel punca mesenkimal sebagai terapi tambahan memiliki tingkat kesembuhan 2,5 kali lebih tinggi dari kelompok yang terkontrol.
Selain itu, pemanfaatan sel punca tidak bisa digunakan dalam kondisi darurat yang harus segera tersedia, serta memerlukan penapisan ketat untuk menghindari ekskresi alergi dan tumorogenesis pada pasien.
“Waktu dan biaya untuk ekspansi dan pemeliharaan juga lebih mahal. Keterbatasan dana untuk melakukan uji klnis ini membuat subjek penelitian menjadi terbatas,” kata Ismail.
Meningkatkan kualitas hidup
Ketua Kelompok Kerja Bidang Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan berpendapat, terapi sel punca mesenkimal menjadi harapan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien Covid-19.
Pasien yang sudah kritis rentan mengalami perburukan, terutama terjadi fibrosis di jaringan paru. Bahkan, angka mortalitas atau kematian pada pasien dengan derajat kritis sampai 83 persen.
Meski menjadi harapan besar, riset lebih lanjut dengan subyek lebih luas masih sangat dibutuhkan. Saat ini, pengobatan ataupun terapi yang diberikan bagi pasien Covid-19 sifatnya empiris atau berdasarkan pengalaman terdahulu. Karena itu, terapi yang definitif dan spesifik belum ditemukan.
Erlina menambahkan, pengembangan terapi sel punca menghadapi tantangan terkait dengan waktu. Sel punca yang akan digunakan harus bisa segera didapatkan karena dibutuhkan untuk pasien dengan kondisi kritis yang rentan mengalami perburukan.
“Tantangan lain yakni biaya. Hibah yang diberikan untuk penelitian ini memang besar yakni Rp 1,7 miliar. Namun itu hanya cukup untuk 16 pasien saja. Karena itu, kerja sama dan komitmen dari berbagai pihak sangat menentukan,” ujarnya.
Regulasi
Pelaksana tugas Deputi Bidang Pengawasan Obat dan Napza Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Rizka Andalucia menyampaikan, sejumlah regulasi telah dikeluarkan pemerintah terkait dengan pemanfaatan terapi sel punca.
Setidaknya ada empat regulasi yang menjadi dasar pengawasan Badan POM, yaitu regulasi terkait cara pembuatan obat yang baik, regulasi obat pengembangan baru di Indonesia, regulasi cara uji klinik yang baik, serta regulasi registrasi produk sel punca secara umum.
Secara khusus, Badan POM mengeluarkan pedoman penilaian obat berbasis sel manusia, termasuk sel punca melalui Peraturan Badan POM Nomor 18 Tahun 2020. “Badan POM mendorong pengembangan melalui pendampingan regulasi. Badan POM juga mengawal untuk pengajuan sel punca untuk terapi Covid-19,” tuturnya.
Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro menyampaikan, pengembangan terapi sel punca merupakan bagian dari rencana kegiatan konsorsium riset dan inovasi Covid-19 tahun 2021.
Dalam konsorsium, penelitian yang dilakukan secara komprehensif, mulai dari upaya pencegahan, skrining atau deteksi, alat kesehatan, terapi dan obat, serta upaya terkait sosial humaniora dan pendataan. Untuk terapi sel punca masuk dalam bidang terapi dan obat.
“ Diharapkan terapi MSC ini bisa segera dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Uji klinis telah selesai sekarang menunggu proses di Badan POM untuk mendapatkan izin pemanfaatan,” ujarnya.