Tingginya tingkat penularan Covid-19 di Indonesia dinilai tidak cukup jika diatasi sebatas pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Perlu sanksi lebih tegas.
Oleh
Tim Kompas
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat penularan Covid-19 di Indonesia berada di tingkat tertinggi dan terjadi di komunitas terkecil. Tanpa pembatasan lebih ketat hingga level mikro diikuti tes, lacak, isolasi secara maksimal, upaya memutus rantai penularan sulit dilakukan.
”Laporan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) terbaru menunjukkan, transmisi komunitas di Indonesia masuk kategori CT 4 (community transmission). Ini tingkat tertinggi penularan Covid-19 di komunitas dan menunjukkan insiden amat tinggi,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (5/2/2021).
Mengacu laporan situasi RI oleh WHO pada 3 Februari 2021, klasifikasi transmisi komunitas di level tertinggi ini terjadi sejak pekan terakhir Desember 2020 saat rata-rata rasio tes positif (positivity rate) di Indonesia melebihi 20 persen. Sejak Mei 2020, rasio tes positif di Indonesia 10 persen hingga di bawah 20 persen atau kategori CT 3. Ambang aman rasio tes positif sesuai dengan WHO, 5 persen.
”Kategori CT 4 artinya penularan terjadi di komunitas terkecil. Jika dulu risiko tertular terjadi di kerumunan atau perkantoran, kini orang tertular begitu keluar dari rumah dan bertemu tetangga, bahkan dalam keluarga,” kata Dicky.
Laporan WHO ini menunjukkan, proporsi tes positif di Indonesia naik tajam setelah 23 November, hingga 28,6 persen di tingkat nasional pada 31 Januari 2021. Rasio tes positif di satu area sama dengan risiko paparan. Jika di atas 20 persen, itu berarti terjadi ”badai”.
Kategori CT 4 artinya penularan terjadi di komunitas terkecil. Jika dulu risiko tertular terjadi di kerumunan atau perkantoran, kini orang tertular begitu keluar dari rumah.
Menurut Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jumlah kasus di Indonesia, Jumat, bertambah 11.749 orang sehingga total 1.134.854 kasus. Sementara jumlah kasus aktif bertambah 1.874 sehingga total 176.672 kasus. Korban jiwa bertambah 201 orang sehingga secara akumulatif 31.202 orang.
Epidemiolog Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Yudhi Wibowo, berpendapat, dengan tingginya penularan di komunitas, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat hampir tiga pekan ini tak efektif melandaikan kurva penularan, apalagi jika hanya pada akhir pekan seperti di Jawa Tengah.
”Menurut kaidah epidemiologi, pembatasan mobilitas minimal dua pekan karena disesuaikan dengan masa inkubasi dan infeksius virusnya. Kalau dua hari, apalagi tidak konsisten, tak efektif,” ujarnya.
Sejauh ini, kabupaten/kota di Jateng menyosialisasikan ”Jateng di Rumah Saja” yang digelar akhir pekan ini, 6-7 Februari. Kendati aktivitas seperti di pasar tradisional diizinkan dengan protokol kesehatan ketat, diharapkan muncul kesadaran warga untuk menahan diri mengurangi mobilitas, dimulai dari keluarga.
Sementara itu, data uji klinis tahap pertama dan kedua vaksin Covid-19 buatan Sinovac menunjukkan keamanan untuk kelompok usia di atas 60 tahun. Penelitian lebih lanjut kini diperlukan untuk menguji kemanjuran vaksin ini pada kelompok umur tersebut.(AIK/TAN/DIT/XTI/DKA/BRO)